3.Rasa cinta itu memang ada...

166 61 59
                                    

Aku sudah sampai di rumahku, tanganku melepas sabuk pengaman. Sebelum keluar, aku berterima kasih dulu pada Davi yang sudah mengantarku. Tapi ada satu pertanyaan yang tersimpan di benakku. Aku harus memberanikan diri untuk bertanya soal ini daripada pikiranku tidak tenang.

"Davi."

"Hmm??"

"Gue mau nanya sesuatu sama lo."

Wajah davi berubah menjadi serius. Aku berdehem pelan, menjernihkan tenggorokanku yang terasa kering.

"Apa?"

Aku menatapnya cukup lama. Tapi...apakah aku harus melontarkan pertanyaanku yang kupikir ini gila. Lebih baik nanti saja. Aku belum siap bertanya akan hal itu.

"G-gue..lupa mau ngomong apa." Dustaku membuat dia terkekeh pelan. Davi mengangguk pelan, tanpa berpikir panjang lagi aku keluar dari mobilnya. Berdiri di depan gerbang rumahku sambil menunggu bayangan mobil davi hilang. Setelah itu, aku masuk ke dalam rumah.

"Bunda ??" Panggilku. Aku menyimpan tas di sofa. Beranjak ke dapur untuk meminum segelas air putih. Tapi kutunda kegiatan itu karna melihat kertas yang berada di meja makan. Aku berjalan ke arah meja makan dan mengambil kertas itu.

Aisyah, Bunda pergi dulu ke kalimantan. Karna ayah kamu mendadak sakit. Kasihan..disana gak ada yang nemenin. Bunda sengaja ngasih tahu kamu dengan hal ini karna pasti kamu mau ikut. Bunda gak mau kamu terganggu sekolahnya. Oh iya...Bunda nyimpen ATM di atas nakas yang ada di kamar kamu.

Love you,

Aku menaruh kertas itu di meja makan. Dan kembali melanjutkan tujuanku ke dapur yang sempat tertunda. Kubuka pintu kulkas---Banyak makanan ? Bunda ninggalin aku dengan makanan sebanyak ini ? Siapa yang bakalan makan semua ini ? Banyak cemilan. Tapi aku senang akan peduli bunda. Dia memang sangat tahu jika aku suka ngemil.

Aku mengambil tasku yang masih tergeletak di sofa. Kakiku menaiki beberapa tangga dan menuju kamarku. Kusimpan tasku di atas sofa kecil, masuk kedalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhku yang lengket karna keringat.
Setelah mandi dan juga makan, kuhempaskan tubuhku ke ranjang yang empuk. pikiranku terus tertuju kepada jamilah dan juga citra. Bagaimana jika mereka bertambah dekat lalu jamilah melupakanku. Padahal aku dan jamilah cukup dekat tapi sayangnya ada penghalang. Dan---Mengapa aku takut di lupakan oleh nya, Bodoh ?! Aku tidak peduli jika dia cuek, menjauh.. aku sama sekali tidak peduli. Namun....Perasaan kesal tertanam di benakku jika dia dekat dengan cewek selainku. Apakah mungkin aku menyimpan perasaan pada jamilah? Ah tidak tidak...Sudah cukup aku memikirkan CINTA, SUKA. Aku sudah tidak percaya lagi dengan perasaan itu.

Up !!

**

"Lo kemana pas kita keluar dari toilet ?? Ngilang aja lu kerjaannya." Ucapku menyimpan nada kesal.

"Gue males ngeliat wajah nenek lampir." Balas nabila juga kesal.

Nenek lampir ? Siapa yang nabila maksud ?

"Siapa?" Tanyaku tidak tahu. Tapi dia mendengus kesal.

"Siapa lagi kalau bukan BIANCA."

Ohh...
Jadi julukan Bianca berubah. Yang awalnya itu lonte sekarang nenek lampir. Tapi menurutku, jika tidak pakai kalimat LAMPIR. Pasti lebih menarik..jika disatukan menjadi...

Nenek lonte.

Cocok cocok. Bahu kami meloncat pada saat bianca memukul meja kami. Cewek ini ya...kerjaannya selalu mukul meja. Gak sakit apa ya ? Atau...bianca suka main gendang jadinya udah biasa??

Aisyah Jatuh Cinta pada jamilah (hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang