46. Takut

32 8 0
                                    

"Bil, gue takut Angkasa kenapa napa." Resahku. Aku berjalan bolak balik tanpa memperdulikan sekitar. Sedangkan Nabila sibuk mainin HP nya Angkasa. "Lo ngapain sih mainin HP Angkasa?" Tanyaku sambil merebut benda itu ke tanganku. Dia gak berhak buka privasinya Angkasa.

"Nyari kontak orang tuanya." Jawabnya santai.

"Gak usah. Nanti pada khawatir lagipula mereka ada diluar kota." Sergahku. Sebenarnya sih ya aku gak tau kemana orang tuanya, aku cuman gak mau orang tuanya khawatir dan panik. Kasihan juga ke Angkasa. Soal biaya biar aku yang tanggung. Gak lama kemudian Dokter keluar dari ruangan nya Angkasa. Nabila langsung berdiri saat melihat kehadiran dokter.

"Jadi gimana keadaan Angkasa,Dok?"

Aku menoleh ke Nabila. Kenapa dia terlihat khawatir banget? Dia juga yang langsung nanya ke dokter bukan aku. "Angkasa kehabisan darah. Darah khusus untuk golongan B sedang kosong jadi--"

"Saya golongannya B. Biar saya aja yang ngedonorin darah buat Angkasa." Potongku cepat. Kudengar Nabila sedikit berdumel akan pendapatku. Aku tidak peduli apa yang dia katakan, pokoknya Angkasa harus sehat dan di bantu oleh darahku. "Baiklah. Ikut saya ke ruangan khusus." Aku mengangguk setuju dan meninggalkan Nabila sendirian disini. Namun tanganku di pegang sama Nabila membuatku menoleh ke arahnya.

"Lo gak bisa ngelakuin ini." Ucapnya di sela gigi. Dia terlihat gak suka...??

"Kenapa gak bisa? Untuknya gue bakalan ngelakuin apapun. Dan jangan halangin gue!" Aku menepis tangannya kasar dan mengikuti dokter yang merawat Angkasa. Entah kenapa rasanya Nabila seperti gak suka atau gak cemburu gitu. Aku yakin dia pasti ada perasaan sama Angkasa. Sampainya di ruangan khusus pendonor darah, Dokter itu menyarankanku untuk merebahkan tubuhku di ranjang pasien.

"Nama saya Rafi. Kamu?" Tanya dokter itu basa basi.

"Aisyah." Jawabku singkat. Dia menaikkan kedua alisnya. Dan aku menarik kesimpulan bahwa dia masih muda. Mungkin seumuran Angkasa. Tapi seumuran Angkasa sepertinya sudah kerja di rumah sakit besar ini dan itu mengagumkan. "Mungkin ini akan sedikit sakit jadi aku harap kamu bisa tahan. Oke?" Aku mengangguk dua kali. Memejamkan mataku dan menghela nafas panjang.

Suntikan sudah menancap di tubuhku. Pikiranku melayang ke Jamilah. Teringat dimana saat aku pertama kali bertemu dengan Jamilah, semuanya seperti terulang kembali. Memori ataupun kenangan langsung muncul di benakku. Entah pertanda macam apa ini mungkin saja aku merindukan Jamilah. Bagaimanapun juga aku sama Jamilah sempat senang dan susah bersama. Aku tidak akan pernah melupakan semua masa laluku saat bersamanya walaupun sepertinya Jamilah melupakan itu. Aku tidak peduli.

Tiba tiba saja dadaku kembali sesak. Suntikannya pengaruh ke dada pula? Bekas luka tembakan itu terasa di dadaku membuat dadaku semakin sesak. Sangat sesak. Membuka mulutku sedikit supaya udara bisa masuk ke dalam paru paruku. Ya tuhan, kenapa ini terjadi di saat aku ingin membantu Angkasa? "Aisyah? Kamu baik baik aja kan?" Tanya Rafi. Aku menggelengkan kepala cepat. Tentu aku gak baik baik aja. Dadaku semakin sesak lama kelamaan, macam dipanah menggunakan tombak yang ujungnya runcing.

Mengingat Rangga menembakku, membuatku berteriak ketakutan. Memori itu muncul lagi di benakku padahal aku gak mau mengingat kejadian pahit itu. Dadaku naik turun, meredakan detak jantungku yang berdegup gak karuan. "Aisyah..kamu harus tenang atau nanti jadi fatal. Suntikannya belum lepas karena darah yang Angkasa butuhkan cukup banyak. Tenang,Aisyah." Ucap Rafi.

Aku memejamkan mataku. Merasakan sakit dada kiri yang luar biasa. Ya tuhan ini sangat sakit. Aku tidak tau bisa bereaksi seperti ini. Lagi lagi aku berteriak karena dada kiriku seperti ditusuk tusuk. Kapan sakit ini berhenti menimpaku? Mengepalkan kedua tanganku. Mengambil nafas melalui mulut. Kurasakan jarum suntikannya terlepas dari kulit tanganku. Rafi membantuku untuk memasangkan alat bantu pernafasan ke hidungku.

"Kayak nya aku ambil darah kamu terlalu banyak. " gumam Rafi. Dia juga terlihat panik. Indera pendengaranku melemah, mataku sayup dan juga gelap. Mungkin saja aku menemui ajalku? Itu tidak akan terjadi. Maksudku tidak sekarang. Aku berusaha sadar tapi tidak bisa. Aku terlalu lemah. Darah yang ada di dalam tubuhku tersisa hanya sedikit. Pada akhirnya aku menyerah dan membiarkan penglihatanku menggelap. Tidak apa apa jika aku yang meninggalkan Angkasa. Karena diriku juga tidak penting untuk hidup. Gak ada satupun orang yang sayang padaku termasuk Bunda. Bagaimana tentang Ayah? Aku gak tau. Sampai sekarang aku belum mendengar kabarnya lagi. Aku ingin tau bagaimana reaksi semua orang yang pernah ada di dekatku saat mendengar bahwa aku telah pergi. Mungkin saja mereka senang atau makmur tanpa diriku?

-Nabila's POV-

Aku sih gak yakin kalau Aisyah bakalan baik baik aja pas ngedonorin darahnya buat Angkasa. Lagian dia sok jadi pahlawan banget sih, udah mah fisiknya lemah. Nyari mati pula. Apa dia mau bikin Angkasa tambah cinta sama dirinya? Dih,alay banget.

Disini aku hanya memperhatikan beberapa orang yang jalan di hadapanku. Bosan juga. Tau begitu aku gak ikut kesini. Bangun dari duduk, dan memutuskan untuk masuk ke dalam ruangan Angkasa.
Aku memperhatikan wajah Angkasa yang terlihat tenang seperti anak kecil. Sepontan jantungku berdegup gak karuan cuman ngeliatin wajah doank.

Kadang aku suka sirik sama Aisyah. kenapa dia bisa aja ngedapetin cowok ganteng? Pertama Jamilah kedua Angkasa. Lalu ketiga? Aku yakin dia gak akan ngedapetin yang ketiga kalinya. Untuk aku saja yang mengambil orang ketiga itu.
Aku menyentuh tangan Angkasa yang dingin, kulitnya yang lembut seperti kulit bayi. Kenapa Angkasa sangat sempurna dibanding Davi?

Oh aku baru ingat Davi sekarang. Gimana perasaanku ke dia? Gak tau deh. Karena aku nya aja masih labil. Tapi kali ini aku kepengen deket sama Angkasa, sayangnya Angkasa deket sama Aisyah. Gak! Aku gak boleh jadi TMT. Tapi--aku kepengen deket sama Angkasa.

Gak apa apa kali lah cuman sekali doank ambil gebetan temen. Gak sesering mungkin ini. Lagian Angkasa kan baru naruh harapan ke Aisyah. Belum nyatain perasaannya ke Aisyah. Aku terkesiap kaget mendengar suara derit pintu terbuka. Aisyah di bawa ke dalam ruangan Angkasa pake alat bantu pernafasan segala?

Aku memperhatikannya yang terkulai lemas di atas ranjang pasien. Melirik ke dokter yang ngerawat Angkasa, tuhkan! Dia beruntung banget di bantu sama dokter ganteng. Aku jadi semakin sirik aja kalau dia ngedapetin cowok ganteng. Padahal kan kecantikannya gak seberapa.  "Jagain Aisyah." Perintah dokternya sebelum keluar dari sini.

Idih siapa dia nyuruh orang lain. Mentang mentang dokter, baru juga dokter bukan pemilik rumah sakit ini. Aku menghampiri Aisyah. Dadanya naik turun. Kurasa dia kesulitan bernafas. Kualat tuh, kenapa dia harus jadi sok pahlawan? Aku sih ya ogah ngelakuin hal kayak dia. Aku buang muka dari Aisyah dan ingin keluar dari ruangan yang bau obat. Bau bgt.

"Nabila."

Aku terdiam mendengar suara bariton yang memanggilku. Angkasa manggil aku? Menoleh ke belakang, melihat Angkasa yang baru saja sadar dari pingsannya. Dia bangun dari tidurnya tapi buru buru aku tahan. Dia masih terlalu lemas untuk bergerak. "Dimana Aisyah?" Tanya Angkasa. Elah, Aisyah lagi Aisyah lagi. Gak bosen apa ya? Aku temennya sendiri aja bosennya minta ampun.

"Mati." Gumamku sebal.

"Apa?!" Teriaknya antusias bikin aku kaget. Lah dia denger? "Jangan becanda sama gue,Bil. Atau gue bakalan---"

"Ada noh di sebelah." Potongku cepat. Rupanya Angkasa kalau udah ngoceh berisik banget. Angkasa menoleh ke arah Aisyah dan mendesah lega. "Kenapa dia bisa begitu?" Tanya Angkasa tenang. Aku menaikkan kedua bahuku. "Kejang kejang. Mungkin." Jawabku asal. Tadinya aku mau ngasih tau kalau Aisyah lah yang mau donorin darahnya.

Selang beberapa menit, dokter ganteng yang minta aku jagain Aisyah dateng lagi. "Angkasa. Udah enakan?" Angkasa menjawabnya hanya dengan anggukan kepala. "Aisyah yang donorin darah buat kamu." Tambahnya. Lah kenapa harus di kasih tau?! Kulihat Angkasa memasang wajah kecewa. Kenapa kecewa?kan seharusnya seneng karena gebetan kesayangannya itu ngelakuin hal apa aja supaya Angkasa gak jadi mati.

"Aisyah baik baik aja kan?" Tanya Angkasa pada Dokter ganteng.

"Gak apa apa kok. Gak usah khawatir, aku udah ngerawat dia. Aisyah anak yang manis ya." Ucapnya sambil memasang tatapan memuji. Wah, jangan bilang dokter ganteng itu suka sama Aisyah?! Ya ampun banyak banget sih yang suka sama Dia padahal mah kan biasa aja wajahnya gak cantik cantik banget. Jennie blackpink sama Aisyah ya cantikan Jennie kemana mana lah.

"Angkasa...."

Aisyah bangun!
.
.
.
.
.
.
.
.
Vote and commentnya:')

Aisyah Jatuh Cinta pada jamilah (hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang