15.Familiar.

92 24 3
                                    

Oh ya ampun...seneng banget bisa pulang dari penjara. Ett tapi bukan penjara polisi ya-_. Dari rumah sakit, baru pertama kali aku merasa...Aku baru saja menginjakkan kakiku di tanah. Aku juga rindu dengan suara suara di jalan raya. Aku berjalan bersama nabila ke arah rumahku. Disana ada Bunda yang sedang duduk di bangku halaman.

Tanganku membuka pintu pagar, di bantu oleh Nabila. Lalu kami masuk kedalam. Wajah Bunda berubah khawatir pada saat melihat wajahku yang pucat. Bunda dengan cepat memelukku sangat erat, sempat meringis sedikit karna tangannya tidak sengaja menyentuh luka bekas tembakan. Bunda melepaskan pelukannya, mencium keningku lama. Dan menatapku dengan penuh kasih sayang.

"Kemana aja kamu,Nak?? Bunda khawatir banget sama kamu." Ucap bunda dengan nada khawatir. Aku melirik ke arah Nabila, dia menggelengkan kepala pelan. Mengartikan bahwa aku tidak boleh memberi tahu soal ini pada Bunda.

"Uhm..ada aja kok,Bun. Cuman aku sempat sakit dan di bawa ke rumah sakit...itu juga gak lama di rumah sakitnya."Dustaku pada Bunda. Ya tuhan...Ampunilah dosaku karna sudah berbohong pada Ibuku sendiri.

"Kenapa kamu gak ngomong, Aisyah...??"

"Aisyah gak mau ngerepotin Bunda. Oh iya ayah mana?? "

"Ayah kan di Kalimantan."

Dahiku mengkerut. Jadi Ayah Kalimantan. Sejak kapan Ayah disana? Kok gak bilang bilang sih? Padahal kan aku kepengen banget ke Kalimantan.

"Kok Ayah gak bilang sama aku kalau Ayah ada di Kalimantan?" Tanyaku pada Bunda yang membuat alisnya itu bertautan. Kenapa ? Aku salah bicara lagi?

"Ayah kan memang tinggal disana setelah cerai dengan Bunda. Kamu kenapa sih?"

"Apa ??!!! CERAI ?!!" Jadi orang tuaku pisah? Ya ampun !! Mengapa setelah aku keluar dari rumah sakit itu banyak sekali hal yang tidak aku tahu. Termasuk masalah orang tuaku sendiri. Nabila memegang bahuku dan berbisik sesuatu...

"Jangan tunjukin kalau lo lupa ingatan,Njir... Gue gibeng juga lo." Bisiknya terdengar seperti ancaman. Aku mengangguk cepat. Bunda terus mengerutkan dahinya, mungkin merasa curiga dan ingin tahu apa yang di katakan oleh Nabila.

"Okay...Gue balik dulu ya, Aisyah. Tante..Nabila pulang dulu ya."

"Iya sayang...Hati hati ya."

Nabila mengangguk pelan. Lalu melenggang pergi. Namun dia sempat melirik ke arahku dengan tatapan tajam. Wow...baru kali ini aku melihat tatapannya yang ingin membunuh. Aku mengeratkan genggamanku di tas dan pamit untuk masuk ke dalam kamar. Daripada Bunda semakin banyak tanya yang membuatku pusing dan hal yang tidak aku ingat sama sekali.

Kuhempaskan tubuhku ke kamar. Untuk yang kedua kalinya aku meringis sakit. Aku bangkit dari tidurku, berjalan ke arah cermin. Membuka sedikit bagian baju belakang untuk melihat bekas luka. Masih merah dan terasa sakit. Aku menurunkan bajuku lagi. Bagaimana jika aku mandi? Pasti terasa lebih sakit.

Aku kembali tiduran di ranjang. Mengambil HP, mencari sesuatu yang menarik. Namun mataku berhenti pada saat melihat fotoku bersama cowok. Terlihat sangat mesra. Di foto itu...Cowok yang tidak asing bagiku. Terasa sangat familiar...Jamilah. dia mencium pipiku ??? Aku menggeser fotonya, melihat gambar yang lain. Banyak sekali foto foto aku bersama dia. Karna kesal, aku melempar HPku ke sembarang tempat. Ini sebuah Lelucon...

*

Pada malam harinya, aku meminta izin pada bunda untuk pergi ke supermarket karna ada barang yang aku butuhkan. Padahal aku ingin ke Apotek, mengambil obat dari resep dokter. Aku memakai jaket tebalku, kebetulan cuaca sedang sangat dingin seperti musim salju. (Masa iya indonesia ada musim salju. Haha gvlok😂😂)

Kumasukkan kedua tanganku ke dalam saku jaket. Berjalan di Trotoar sendirian, jam baru saja mengarah ke pukul 7 malam tapi suasananya sudah mencekam. Sudahlah..jangan berpikir yang aneh aneh.
Sampainya di Apotek, tanganku membuka pintunya. Berjalan ke arah orang yang menjadi Farmasi di Apotek ini.

"Ada yang bisa saya bantu?" Tanya wanita itu ramah.

"Tolong berikan obat yang ada di resep dokter ini." Ucapku sebari memberikan kertas yang berisi resep dokter.

"Baiklah...kamu duduk saja dulu nanti saya panggil."

Aku mengangguk pelan. Wanita itu pun masuk kedalam ruangannya. Kuputuskan untuk duduk sambil menunggu Wanita tersebut. Pintu Apotek terbuka, menampilkan seorang pria yang baru saja masuk kedalam apotek. Badannya tinggi, tapi sayangnya aku tidak tahu siapa pria itu. Lagi pula bukan urusanku..

"Permisi !!" Ucapnya lantang. Itu cowok gak bisa nyantai apa kalau manggil orang?. Wanita yang tadi aku tunggu pun keluar dengan tangan yang memegang obatku. Aku bangun dari duduk, berdiri di samping pria itu.

"Semuanya jadi 150 ribu."

Setelah mendengar harganya, aku merogoh saku untuk mengambil dompet. Namun...Dompetku tiada?? Ah sial !! Mengapa aku bisa lupa membawa dompet pada saat situasi seperti ini?!

"Ya ampun segala lupa bawa dompet." Ujarku menahan kesal. Terus gimana donk ya ? Masa gak jadi nebus obat sih ? Kan yang ada malu. Lo emang bener bener oon, ucapku dalam hati.

"Oh iya mba, sekalian aja obatnya saya yang bayar."

Aku menoleh ke arah pria yang sedari tadi berdiri disampingku. Dan sekarang aku baru sadar bahwa pria itu adalah Jamilah. Wanita itu mengangguk pelan, Jamilah mengeluarkan dompetnya dan memberikan uang kepada wanita kasir itu.

"Terima kasih.." Ucapnya pelan pada wanita itu. Bisa kulihat wanita yang menerima uang Jamilah tadi wajahnya memerah. Idih baperan banget sih..

"Heh, Ambil nih obatnya..." Aku terdiam memandangi Tangan Jamilah yang memegang obatku. Dengan ragu aku menerimanya.

"Makasih ya. Jadi ngerepotin.."

"Gak perlu bilang makasih. Kan lo pacar gue...Jadi..." Kedua tangannya menangkup pipiku. Ada perasaan yang aneh timbul di hatiku. Dan pipiku merona melihat matanya yang indah. "Jadi...jangan bilang makasih. Ini udah kewajiban gue." Tambahnya. Aku tersenyum kaku mendengar hal itu. Kami pun keluar dari Apotek, sekali kali melirik ke arah wanita tadi yang memperhatikanku dan juga Jamilah. Terlihat tidak suka. Haha rasain tuh!! Makanya jangan baper.

"Lo sendirian aja?" Tanyaku memecahkan keheningan. Dia menggelengkan kepala cepat. Jadi dia gak sendiri??

"Gue gak sendiri." Jawabnya santai sambil menaikkan kedua bahunya. Tuh kan..sudah kuduga dia gak dateng sendiri ke sini. Aku hanya mengangguk pelan tidak tahu merespon apa. "Kan sekarang gue sama lo...jadi gue gak sendiri." Ucapnya lagi. Aku menundukkan kepala menyembunyikan wajahku yang memerah.

"Oh iya..gimana kalau kita ke Cafe dulu?" Tawarnya. Aku terdiam sejenak, memikirkan aku ikut atau gaknya. "Ayolah..Biasanya kan kita selalu ke cafe. Lo itu masih pacar gue...jadi---"

"Gue bukan pacar lo." Potongku tiba tiba. Entah mengapa aku bisa mengatakan hal seperti ini. Tapi menurutku apa yang aku katakan itu benar. Aku bukan pacar Jamilah. "Gue emang lupa ingatan. Tapi bukan berarti lo bisa duain gue. Gue tahu lo itu udah punya cewek. Jadi jangan bohongin gue. Sorry." Aku membalikkan tubuhku. Berniat meninggalkannya yang masih terdiam di tempat. Namun langkahku terhenti karna mengingat sesuatu.

Kutolehkan kepalaku kebelakang, dia masih terdiam memadangiku. "Btw...Thanks untuk obatnya. Gue janji bakalan ngegantiin uang lo. " Seruku sedikit berteriak. Namun wajah Jamilah terlihat kecewa. Sebenarnya aku merasa bersalah padanya. Aku sudah mengatakan hal yang membuatnya tersinggung. Tapi itu memang kenyataan kan? Jamilah bisa saja memanfaatkanku mentang mentang aku Amnesia. Sial, Aku semakin tidak percaya tentang Cinta.

***

Gimana nih bagian cerita ini ?? Eh iya. Kok gue ngerasa kasian ya sama Jamilah ? Tapi untung jamilah sabar dan ngalah sama cewek wkwkwk.

Remember for vote and comment. Thank you before ;)

Aisyah Jatuh Cinta pada jamilah (hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang