32. Serius?

47 12 4
                                    

"A-apa?" Gumamku tidak percaya. Dia menyuruhku untuk menikah dengannya?SERIUS?? Aku yakin Jamilah pasti mabuk. Kutaruh tanganku di keningnya, memastikan bahwa dia tidak sakit. Namun dia memutarkan bola matanya dariku, "Gue gak sakit,Njir." Ujarnya sedikit kesal. Tapi jujur, aku masih tidak menyangka jika dia akan mengatakan hal itu. Mengajakku menikah setelah dia pulang dari luar negeri. "Tapi kalau lo gak ke indonesia? Gue gak mau ya kalau nge jomblo demi nunggu lo dateng sampai manula. Gak." Jamilah terkekeh mendengar perkataanku. Dia mengacak puncak kepalaku pelan dan memelukku lagi, "tapi gue bakalan menyelesaikan satu masalah dulu." Gumamnya pelan.

Kudongakkan wajahku sedikit supaya bisa melihat wajahnya lebih jelas,"masalah apa?" Tanyaku penasaran. Dia menggelengkan kepala cepat dan melepaskan pelukan kami. Jamilah bangkit dari duduknya, berjalan ke arah jendela. Aku masih menunggu jawabannya, Sepertinya ada yang disembunyikan dariku. Kulangkahkan kakiku mendekat ke arahnya yang sedang memandangi pemandangan luar rumahku. Kumasukkan kedua tanganku ke dalam saku celana karena tiba tiba saja cuaca menjadi dingin.

Aku bingung dengan perasaanku sendiri. Bukannya tadi aku marah ya? Kenapa sekarang malah baik baik aja seolah tidak terjadi apapun? Membingungkan. Dan yang lebih membingungkannya itu adalah sifatku. Aku sangat cepat emosi dan juga sangat cepat melupakan masalah. Mungkin ini karena aku pernah masuk ke rumah sakit lalu amnesia, Ya ampun itu sangat tidak masuk akal. "Lo pernah baca novel langit untuk Luna?" Tanya Jamilah memecahkan keheningan.

Aku menggelengkan kepala pelan. Membaca buku novel bukanlah hal yang aku sukai. Tapi menonton Drama Korea baru itulah yang aku favoritkan. (Anjay.)
"Di cerita itu yang gue inget, Luna itukan Bulan sedangkan Surya itu adalah Matahari. Luna tidak akan bisa bersinar jika tidak ada Surya di dalam kehidupannya---" Jamilah mengambil tanganku lalu dia menaruh tanganku tepat di jantungnya yang berdetak normal. "Seperti Aku jika tidak ada kamu didalam kehidupanku maka aku tidak bisa hidup dengan damai. Dan kamulah semangatku untuk bertahan hidup hingga detik ini. Tuhan telah mempertemukanku dengan kamu karena satu alasan. Kita ditakdirkan untuk bersama dan hanya maut yang bisa memisahkan kita. " Ucapnya panjang lebar.

Entah apa yang harus aku rasakan saat ini, sedih atau senang. Aku merasa jika aku akan melihat wajahnya untuk terakhir kalinya. Aku tidak akan membiarkannya dia pergi, dia harus tetap bersamaku. "Tetap disini dan jangan pergi kemanapun." Gumamku seperti memohon. Dia menggelengkan kepalanya pelan, membawa tangannya ke pipiku. "Aku gak janji akan hal itu. " Balasnya memasang senyuman manis. Jamilah membuka tangannya lebar, mempersilahkanku untuk memeluknya. Tanpa berpikir aku langsung memeluknya erat.

Aku terkejut di saat Jamilah menggendongku layaknya seperti pengantin, Dia menaruhku di atas ranjang. Salah satu tangannya ditaruh di bawah kepalanya, matanya menatapku lembut dan ada senyuman bahagianya yang terukir di wajahnya. Begitu pula denganku.
Oh aku sangat mencintai pria yang satu ini. Dari tingkah lakunya, gaya bicaranya, tatapannya, bibirnya, wajahnya yang manis. Aku menyukai semuanya yang berada di dalam Jamilah.

Bertatapan cukup lama, akhirnya tawa kami pecah seketika. Entah apa alasannya membuat kami tertawa bersama padahal tidak ada yang lucu menurutku. "Gak jelas sumpah." Ucapku sambil tertawa. Perlahan tawanya menghilang, dia terus tersenyum sambil memandangi wajahku. Aku senang bisa menjalani hubungan dengan pria seperti Jamilah. Dia memegang daguku, menarik wajahku dan mencium bibirku lagi. Aku tau jika ini memang sudah kelewatan, tapi kami sangat mencintai satu sama lain. Kubawa tanganku ke rambutnya, mendorong wajahnya lagi supaya dia tidak melepaskannya.

Aku sangat menikmatinya, Dan aku juga bingung di saat kondisi seperti ini. Bagaimana bisa aku pintar cara membalas ciuman? Oh mungkin saja aku terbawa suasana. Jamilah menarik tubuhku, membawaku hingga aku berada di atasnya tanpa melepaskan bibir kami.
Tubuh kami berputar, kini Jamilah yang berada di atas tubuhku, mengambangiku. Ya tuhan, lebih baik aku cepat cepat menikah dengan pria ini  daripada harus menjalani hubungan badan tanpa status Sah. Kami melakukan hal ini saja sudah termasuk Dosa. Tapi wajar saja jika kami melakukan ini karena kami agak masuk ke dunia luar bukan ke dunia Indonesia.

Aisyah Jatuh Cinta pada jamilah (hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang