31. i think ?

69 11 14
                                    

"Dav, i wan tell you something. " gumamku gemetar menahan air mata yang akan terjatuh lagi di pipi. Kumohon jangan nangis Aisyah, kamu pasti bisa memberi tahu soal ini. Kurasakan ada tangan yang memegang bahu kiriku, siapa lagi jika bukan Jamilah. Raut Davi terlihat tegang dan juga serius.

"Mau ngomong apa?" Tanya Davi terdengar penasaran. Aku mengambil nafas dalam dalam sebelum memberitahu yang sebenarnya. Aku mengerjapkan mata beberapa kali supaya jantungku berdetak secara normal, "N-Nabila...Udah gak ada." Gumamku lagi. Seketika air mataku langsung mengalir deras. "Nabila udah gak ada, Vi... barusan dia dibawa sama petugas rumah sakit. " tambahku lagi. Davi masih terdiam tidak berkutik sama sekali, aku tau apa yang dia rasakan saat ini. Sedih dan juga tidak percaya akan hal semua ini. Jangankan Davi, aku sendiri saja berpikir bahwa ini semua adalah mimpi.

"What?" Tanya Davi lagi. Lalu dia tertawa lepas. Loh kok malah ketawa sih? Dia seneng akan kepergian Nabila?? Davi terus tertawa sedangkan aku dan Jamilah hanya memandanginya dengan wajah datar. "kenapa ketawa? " Kini Jamilah yang membuka suaranya. Perlahan tawanya berhenti, mulai menatap kami bergantian.
"Well, Nabila dipindahin ke singapur dari kemaren. Kemana aja lo,Hah? Baru tau? Hahaha." Davi kembali tertawa meledek.

Jadi Nabila blm mati? Ehh maksudku belum meninggal?? I think....?? Davi tersenyum hangat padaku, "Dia gak apa apa kok. Bahkan dia udah sering ketawa lagi. " ujar Davi menyimpan nada senang. Aku pun turut bahagia. Karena bahagia aku langsung memeluk Jamilah yang sedari tadi terdiam disampingku. Dia membalas pelukanku erat, mencium puncak kepalaku lembut.

I think she die...

***

"Gue pikir Nabila ninggalin gue untuk selamanya." Ucapku pada Jamilah saat kami berada di sebuah cafe. Jamilah menundukkan kepalanya seperti merenungkan sesuatu. Gak biasanya dia begini, "lo kenapa?" Tanyaku membuat dirinya mendongak sedikit ke arahku lalu menunduk lagi. Kedua bahunya terangkat ke atas dan kepalanya menggeleng pelan. Ekspresinya susah di tebak.

"Gue harus pindah." Gumamnya pelan tapi masih bisa terdengar olehku. Oh sial, dia mengingatkan hal itu padaku. Padahal aku gak mau mengingat itu semua, aku gak sanggup mendengarnya.
Aku mendesah pasrah, Ya mau bagaimana lagi aku tidak bisa menghalanginya tapi aku juga tidak bisa jauh dari Jamilah. Aku sudah terlalu biasa dia berada di dekatku.

Hening kembali, tidak ada yang memulai bicara sama sekali. Seperti sibuk dengan pikirannya masing masing. Aku sendiri juga tidak tau harus memulai darimana, mencari topik obrolan dengan orang yang di sayang itu susah. Aku sedikit terganggu karena anak anak remaja berseru heboh, itu sangat menganggu sekaligus menyebalkan.
Aku memejamkan mataku sejenak supaya emosiku tidak meledak, aku tidak boleh marah hanya hal sepele. Kubuka lagi mataku pada saat merasakan ada benda dingin yang menempel di kedua telingaku. Jamilah memasangkan Earphone, dan menyalakan lagu WHY WHOULD I DO LIKE yang di nyanyikan oleh coffee boy. Ini kan soundtrack drakor The Legend Of The Blue Sea.

Mataku melirik ke arah Jamilah yang sedang tersenyum kecil, "Supaya gak keganggu." Gumamnya lalu dia mengalihkan pandangannya ke depan. Aku tersenyum kecil dengan mata yang terus memandangi wajah tampannya. Kualihkan lagi pandanganku ke bawah untuk menyembunyikan wajahku yang memerah. Bagaimana bisa dia membuatku terbang seperti ini? Memasangkan Earphone, dan menyalakan lagu yang romantis. Coba saja kalian dengar lagu Why would I do Like.

Jamilah mengganti lagunya menjadi Lean on You yang dinyanyikan oleh Jung Yup. Itu juga kan soundtrack The Legend of the Blue sea. Seketika aku teringat ke memori disaat aku berada di dalam Bus bersama Jamilah menuju ke tempat camping. Jamilah melakukan hal yang sama seperti ini melainkan lagunya saja yang berbeda. "Kenapa?" Jamilah mengejutkanku membuatku gelagapan.

Aisyah Jatuh Cinta pada jamilah (hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang