42. Membuka hati untuk seseorang

33 10 2
                                    

"Makan ketan pake nampan
Dari pada sendirian mending kita jadian" -Angkasa.
.
.
.
.
.
.
.

"Tunggu bentar. "Aku berhenti saat mendengar suara Angkasa dari belakang. Menolehkan kebelakang, dia sedang berjalan ke arahku dan juga Nabila yang mau pulang tapi dari tadi gak jadi melulu. Nabila melirik sedikit padaku dan menyenggol lenganku pelan. Mataku langsung melotot supaya dia gak macem macem. "Lo mau balik?" Tanya Angkasa. Pake basa basi segala. Yaiyalah mau pulang kata siapa mau mejeng. "Oke. Gue anterin." Ajaknya sebari menarik tanganku.

"Eh T-tunggu!!" Sergahku.

"Kenapa?" Tanya Angkasa bingung.

"Nabila gimana? Nanti dia sendirian lagi." Ucapku memberikan tatapan kasihan pada Nabila. Sebenarnya sih bodo amat gak peduli kalau ini bocah mau pulang sendirian, palingan juga di godain om om. (Heh! Jaga omongannya.)

"Elah,Aisyah. Gak biasanya lo perhatian ke gue. Gue gak apa apa ko. Udah sono lu bucin gue mau alone! Bye. Cecan duluan ya." Nabila melambaikan tangannya padaku dan juga Angkasa lalu pergi dan masuk ke dalam mobil. Oh pantesan aja, udah ada Davi disana. Untung aja Angkasa dateng kalau gak terpaksa pulang sendirian.

"Ayo buruan pulang. Mau disini aja?"

"Yaudah buru."

Angkasa menggiringku untuk ke tempat parkirannya. Dia menyuruhku untuk naik ke atas motornya yang sederhana. Seperti biasa aku memeluknya dari belakang. Jika aku memeluknya dari belakang, aku seperti memeluk Jamilah. Oh iya, Jamilah gimana kabarnya ya? Kok dia gak ngirim pesan lagi sih? Padahal kan dia nyimpen nomor aku. Mungkin aja dia lagi sibuk. "Aisyah! Lo gak mau balik ke rumah aja?" Tanya Angkasa yang sedang membawa motor.

Aku menaruh daguku di bahunya supaya bisa melihat wajahnya. "Kagak. Gue mau ke apartement aja. Dari sini lurus aja gak usah belok. Nah nanti ada bacaan SAHARA. Itu dia apartement gue." Angkasa mengangguk paham setelah mendengar penjelasanku. Hujan tiba tiba turun, membasahi tubuhku dan juga Angkasa. Karena dingin aku mengeratkan pelukanku pada Angkasa. Kurasakan ada tangan yang mengusap tanganku pelan, siapa lagi kalau bukan Angkasa. Ada jejak senyuman di wajahku saat merasakan usapan lembut di tanganku.

Angkasa memberhentikan motornya di depan apartement, membuka helmku dan memberikan padanya. "Gak mau mampir?" Tawarku. Moga aja dia setuju, please setuju!!

"Fine." Jawabnya santai. Batinku meloncat kegirangan saat mendengar dirinya menerima tawaranku. Pun kami masuk ke dalam, salah satu pelayan langsung memberikan handuk kecil padaku. Aku menoleh ke arah Angkasa yang sepertinya kedinginan. Maka aku berikan saja handuk kecil ini padanya. "Apaan?" Tanya Angkasa bingung. Dia melihat ke handuk kecil yang aku pegang, tanpa ragu dia mengambilnya dan mengusap wajahnya yang agak basah.

Sampainya di dalam apartementku, buru buru aku membuat teh hangat untuk menghangatkan tubuhnya. Setelah tehnya sudah siap, aku menaruh cangkirnya di hadapan Angkasa. "Minum tuh. Supaya gak dingin lagi. "Dia melirik ke arahku dan cangkir secara bergantian. Dia meneguknya dan menaruhnya lagi di atas meja. Matanya terus memperhatikan ruangan ini, keliatan agak Norak...Mungkin?

"Lo kenapa sih? Ngeliatin ruangan ini kayaknya.. gitu banget. "Ucapku membuat dia menoleh.

"Gue kayak pernah liat ruangan ini. Ibu gue bilang, gue ngalamin lupa ingatan. " jawabnya. Dia serius? Kalau begitu aku dan dia mempunyai nasib yang sama? Meraih tangannya dan menggenggamnya. "Me too. "gumamku pelan. Alisnya bertautan. Aku tau dia pasti bingung.

Aisyah Jatuh Cinta pada jamilah (hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang