27. perasaan ini mulai muncul.

50 14 5
                                    

Jamilah berdiri tepat di belakangku sambil memegang payung. Dia menaruh payung itu di tengah tengah agar aku tidak kehujanan, dia pula tersenyum manis kepadaku membuat senyumanku pula mengembang. Jamilah memberikan payungnya padaku, sedangkan dia tidak pakai payung ini.

"Jamilah !! Pakai payung ini." Seruku di bawah hujan yang deras. Kepalanya mendongak ke atas, dia seperti menyukai hujan. Lihat saja raut wajahnya yang sangat bahagia.

"Ibu gue bilang, kalau hujan turun di saat belum musimnya. Itu artinya bumi sedang menangis." Ucap Jamilah. Aku kembali tersenyum padanya.
Kututup payung, hingga aku juga terkena hujan. Kakiku melangkah mendekat pada Jamilah. Ada satu pertanyaan yang terbesit dalam otakku.

"Mil, bisa lo kasih tau gue, apa tipe cewek lo?" Tanyaku padanya agak ragu. Entah kenapa aku merasa berani saja mengatakan hal ini. Matanya melirik ke arahku, lalu dia terkekeh.

"Gue bukan cowok yang pemilih. " Jawabnya santai.

"Tapi cewek idaman udah ada?" Lagi lagi aku bertanya hal yang konyol. Aku ingin menahannya namun tidak bisa. Mulutku terlalu nakal.

"Ada. " Jawab lagi Jamilah singkat. Kenapa sih dia dingin sekarang? Padahal kan dia bawel, menurutku. Aku buang muka darinya. Lebih baik aku pulang daripada harus berlama lama di bawah hujan bersamanya. "Dan ceweknya itu lo!!" Langkahku terhenti setelah mendengar seruannya. "Ya!! Lo adalah tipe cewek idaman gue." Tambahnya. Bisa kurasakan pipiku memerah. Benarkah apa yang dia katakan?

Memutar tumit, berpura pura memasang wajah jutek. Padahal aku sangat senang jika dia bicara seperti itu. "Terus?" Tanyaku basa basi. Jamilah pun berjalan mendekatiku.
Kini dia sudah berada tepat di depanku. Jamilah terlihat tampan jika dari dekat.

"Lo mau balikan sama gue?" Tanya Jamilah dengan satu alisnya yang terangkat. Balikan? Aku kan belum pernah pacaran sama dia. "Setau lo, kita belum pernah pacaran. Tapi itu salah...Kita pernah bersama. Bahkan lo pernah cium gue." Ucapnya. Mencium dia?! Oh ya ampun jika itu memang benar terjadi maka aku tidak akan pernah bisa memaafkan diriku sendiri. Tapi kan tergantung aku menciumnya di pipi atau--"lo mau tau dimana lo nyium gue?" Tanya Jamilah menyimpan nada godaan. Aku hanya terdiam tidak merespon pertanyaannya, aku memandangi wajahnya saja sudah cukup bagiku.

Dia menggidikkan kedua bahunya, tangannya pula di masukkan ke dalam saku celananya. "Oke, diam berarti iya." Gumamnya pelan. Mataku terbuka lebar karena Jamilah mencium kedua pipiku lalu kening dan dia berhenti pada saat melihat bibirku. "Well, mungkin yang satu itu gak gue cium." Godanya lagi. Pun aku mengalami Deja Vu lagi. Aku melihat bayangan pada saat Jamilah yang mencium kedua pipiku di depan Nabila setelah Bianca menamparku.

"Lo cium pipi gue setelah Bianca nampar gue." Ucapku tak sadar. Senyuman Jamilah langsung mengembang setelah mendengar ucapanku. Oh, aku saja tidak tahu mengapa aku bisa langsung mengatakan hal itu. 

"Lo inget?!" Pekiknya menahan senang. Tanpa persetujuanku, Jamilah memelukku sangat erat. Dia menggendonku dan berputar putar pada akhirnya kami jatuh ke bawah. Kami sempat menatap satu sama lain dan ujung ujungnya tertawa lepas. Bisa kukatakan kami seperti orang gila tiduran di bawah hujan. Menurutku ini sangat menyenangkan, aku tidak pernah melakukan hal ini dengan seseorang.

"Jika kita ingat satu sama lain, maka kita juga akan ingat arah jalan pulang. Jadi, kita akan bertemu lagi." Ucap Jamilah membuat aku menoleh ke arahnya yang sedang menikmati air hujan turun ke wajahnya. Apa yang dia maksud? Aku kurang paham. Atau ini menyangkut pautkan soal Jamilah pindah.

"Lo jadi pindah?" Tanyaku sedikit menyimpan nada kecewa. Jamilah pun menoleh ke arahku.

"Ya. Semester dua gue udah gak disini."

Aku terkejut. Mengapa secepat itu? Mataku pun memanas menandakan bahwa air mataku akan jatuh. Jamilah mengusap air mataku yang baru saja jatuh, sepertinya dia menyadari bahwa aku menangis. Aku pasti akan sangat merindukannya. Entah bagaimana rasanya jika ditinggalkan oleh sosok pria yang aku cintai.
Tunggu--Aku berkata jika aku mencintainya?? Tapi aku juga bisa merasakan bahwa, Perasaan ini mulai muncul.

"Kenapa lo nangis?" Tanya Jamilah tiba tiba. Aku bangkit dari tanah, seragamku telah kotor. Lebih baik aku pulang. "Aisyah tunggu." Tangan Jamilah melingkar di pinggangku, dia menarikku ke belakang dan memelukku dari belakang pula. "Gue tau lo gak mau gue pergi, iya kan?" Bisik Jamilah.
Memutar tubuhku, Aku langsung memeluk Jamilah karena aku memang cukup berani sekarang. Air mataku mulai mengalir deras di dalam pelukan Jamilah, membenamkan kepalaku di dadanya seraya menghirup harum khas tubuhnya.

"Gue gak tau kenapa gue bisa serapuh gini,Mil." Gumamku menahan nangis. Aku memang merasa sangat rapuh jika Jamilah bicara berkata bahwa dia akan pindah. Aku ingin dia disini, di sampingku. Aku ingin menghabiskan waktuku bersamanya. Aku tidak mau dia pergi. "Jangan pergi gue mohon. Tinggalah disini dan habiskan waktu bareng gue." Ucapku. Kurasakan tangannya mengusap puncak kepalaku pelan.

"Maka dari itu kita habiskan waktu bersama sekarang." Kepalaku langsung mendongak ke atas, Aku akan full time bareng dia?
Tangannya memegang tanganku, dia membawaku ke mobilnya. Jamilah membukakan pintu mobilnya untukku, Kurasakan HPku bergetar. Tanganku pun merogoh saku, melihat nama Davi yang muncul di layar HP. "Halo..?"

"Aisyah!! Please dateng ke rumah sakit..."

"Davi?? Kenapa???"

"Nabila."

Nabila? Ada apa dengan Nabila? Davi menyebutkan Alamat rumah sakitnya. Setelah itu, aku memutuskan teleponnya. Sedari tadi Jamilah menatapku bingung.

"Mil. Ke rumah sakit sekarang. "perintahku tegas. Tanpa buang waktu, Jamilah menginjak pedal gasnya hingga muncul suara decitan mobil. Ya tuhan..ada apa dengan Nabila? Semoga dia baik baik saja. Jika saja kondisi Nabila buruk maka apa yang harus aku lakukan?
Tubuhku terus menggeliat tidak nyaman karena pikiranku tertuju pada Nabila.

Sampainya di rumah sakit, aku dan Jamilah berjalan cepat ke ruangan Nabila. Beberapa pasang mata memperhatikan seragamku yang kotor. Aku pasti terlihat aneh. Ah bodo amat yang penting aku harus melihat keadaan Nabila.
Davi langsung berdiri setelah melihatku dan Jamilah yang sedang berlari tergopoh gopoh.

"Gimana keadaan Nabila?" Tanyaku tanpa basa basi.

"Dia kritis. Pas gue lagi jalan sama dia...Nabila mimisan lalu pingsan. Buru buru gue bawa kesini. Sebenarnya Nabila sakit apa?" Aku tidak menjawab pertanyaan Nabila. Aku tidak mau memberitahu Davi, karena pasti Davi merasa sakit. Pandanganku teralih ke kaca. Terdapat ibunya didalam sana yang sedang menangisi keadaan Nabila.

Kuputuskan untuk masuk ke dalam agar bisa melihat Nabila jelas lagi. Aku berjalan menghampiri ibunya yang terus menangis, menaruh tanganku di bahu ibunya membuat wanita paruh baya itu mengalihkan pandangannya kepadaku. Matanya pula sembab karena terus menangis.

"Nak Aisyah...." Ucap Tante Diska pelan. Dia berdiri dan langsung memelukku sambil menangis. Aku membalas pelukannya hangat, aku bisa merasakan rasa sedih Tante Diska karena melihat anaknya yang terkulai lemas. Perlahan Tante Diska menarik dirinya. "Makasih udah dateng buat Nabila."

"Sama sama Tante. Kita harus selalu berdoa supaya Nabila cepat sembuh. " Tante Diska mengangguk cepat mendengar ucapanku. Ia pun kembali duduk di bangkunya, tangannya memegang tangan Nabila yang pucat. Aku tidak bisa berada disini terus, aku tidak kuat melihat sahabatku menderita.
Aku langsung keluar dari ruangan, Jamilah memelukku erat saat aku ingin menangis. Pelukannya yang hangat membuat hatiku pula ikut hangat.

***

Vote and commentnya guys:) btw, Minal aidzin wal faidzin . Mohon maaf lahir dan batin. Kami dari keluarga Latifah kencana meminta maaf pada kalian. Jika kami punya salah yang tidak disengaja maupun di sengaja, kami minta maaf sekali lagi😊😊

Ps : Maaf yaa bagian yang ini sedikit :V

Aisyah Jatuh Cinta pada jamilah (hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang