"Nah kan gerbangnya ditutup!!! ah gara gara mama sihhh!!" Lisa menghentakan kakinya beberapa kali, ingin menangis saat ini juga karna sekarang ada jadwal guru killer yang mengajar.
Gadis itu melongos, tidak ada harapan untuk bisa masuk ke dalam. Ia bukan osis, kalau mau manjat tembok gatau dimana. Dia bahkan belum sebulan sekolah disana.
Lisa menunduk, berbalik dan sialnya dia menabrak seseorang.
"ADUH KALO JALAN T-- kak Hanbin?"
Hanbin mengangkat alis, sedikit terkejut mendengar suara cempreng Lisa secara langsung. Dua detik kemudian dia tersadar dan tanpa ba bi bu pemuda itu menggandeng tangan Lisa. Berjalan beriringan mendekati pintu gerbang.
"Eh nak hanbin, kok baru datang?" Satpam penjaga menghampiri Hanbin dan tersenyum ramah.
Hanbin hanya membalas tersenyum, "Ngeprint tugas dulu pak ke perempatan sana. Tugas osis."
Satpam itu beralih ke Lisa.
Mengerti, dia langsung berkatwa. "Dia calon osis pak, saya minta tolong tungguin tadi." Ucap Hanbin cepat sebelum satpam itu bertanya lagi
satpam itu sedikit mengernyit walau setelah menatap mereka lama jadi melebarkan mata begitu saja. Mengerti apa yang terjadi. Satpam itu membuka gerbang sedikit, mempersilahkan mereka masuk. "Kalo udah lewatin halaman jangan lupa gandengannya dilepas ya dek Hanbin."
Hanbin dan Lisa yang baru melewati pagar langsung tersadar. Mereka saling menjauh dan tersenyum kikuk. Sama sama salah tingkah.
"Ah bego!! ngapain gue lepas sihh!?!" Lisa meruntuki diri dalam hati, kembali melanjutkan berjalan namun kali ini agak jauh dari Hanbin.
Sementara Hanbin menarik nafas panjang berulang kali, mencoba terlihat biasa saja walau perasaannya tidak beda jauh dari Lisa.
Gugup.
"Eung kak, kok bantuin aku? dan kenapa tau aku Lisa?"
Hanbin melirik sedikit, ia berdehem. "Oh lo Lisa? gue gatau, kayak kata lo, gue kan baik ke semua orang."
Dan Lisa seperti tersengat listrik, ia menjadi diam. Bukan karna baper atau senang, tapi merasa miris sendiri, terlalu percaya diri dan berharap.
"Oh..." Lisa mengangguk sambil menunduk, ia berjalan lebih cepat setelah menggumamkan terimakasih lagi.
Hanbin menelan ludah gugup. Ia mendesah panjang, jadi menyesal begitu saja melihat punggung Lisa yang semakin menjauh.
Padahal ia hanya ingin mendengarkan gadis itu mengoceh seperti biasa. Jadi dia menjawab tidak mengenal, tapi ekspresi sedih gadis itu membuat Hanbin jadi merasa tak enak hati.
"Gue terlalu jahat ya?"
**
"Rosieeee!!!"
Rosie menggigit ujung bibirnya, tidak tega tapi gimana lagi. "Gue sama abang."
"Gue juga sama mami, sekalian anter mami ke salon." Kini Jisoo angkat suara.
"Gue bisa si, tapi ada ekskul dulu sampe jam 5 gimana?"
Lisa melongos pelan. "Ck! ekskul apa sih yang sampe 3 jam?"
Mereka berempat kini berjalan beriringan. Walau tujuan berbeda tapi masih satu arah.
"Yaudah deh gue ikut lo aja jen,"
Rosie dan Jisoo mengangguk, langsung melambai lambai dan berjala lebih dulu.
"Yakin nih nggak apa?" Tanya Jennie memastikan.
Lisa mengangguk mantap, ia merunduk mengetik sesuatu. Berharap orang yang dia tanyakan kali ini mau mengantarnya pulang.
Lisa : kak hanbin udah pulang?
Lisa meringis kecil, lupa fakta tentang Hanbin. Mau dia nginap pun Hanbin nggak akan peduli kan.
Lisa menghela nafas panjang, kini benar benar mematikan hapenya dan memasukan ke saku kantong.
"oy, belom pulang nih cewek cewek cantik?"
Lisa dan Jennie refleks menoleh. Jennie tersenyum tipis sedangkan Lisa malah mencibir kesal.
"Kenapa? nggk ada yang jemput lagi? ayok dah sama gue."
Jennie mengernyit, menatap Bobby tak suka. "Coba chat kak Hanbin."
"Hanbin pulang duluan." Sela Bobby.
Lisa tertegun, mengerjap kecil. "Eh? kok?"
"Nanti aja diomongin, mau pulang nggak?" Tawar Bobby lagi.
Lisa bergerak gelisah, bingung harus bagaimana. Ia menarik nafas panjang lalu menjawab. "Oke."
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
[7] COLD
Fanfiction"Kalo abis chat dia harus cepet cepet makam coklat, biar manis. Soalnya dia pait, pedes. Ya pokoknya nggak enak lah......."