28. That girl

2.2K 329 22
                                    

Hanbin berdiri tegap didepan Taeyong, memasang muka berlagak cool. Walau memang dari segi wajah Taeyong lebih unggul.

Mereka kini ada di atap sekolah, tempat biasa yang mereka jadikan markas untuk bolos.

"Lo tau gue juga suka sama Hana."

"Tapi Hana suka sama gue." Balas Hanbin tak mau kalah.

Tatapan Hanbin mengintimidasi Taeyong, padahal kalo soal tatap tatapan, Taeyong lebih seram, lebih tajem. Namun masalahnya Hanbin jarang tersenyum, membuat banyak orang beranggapan bahwa Hanbin jauh terlihat menakutkan.

"Lo kan banyak punya stok cewek, pacarin itu lah satu. Gausah ganggu gue sama dia, lo kan sahabatnya." 

Hanbin barusaja jadian dengan pujaan hatinya, Hana. Padahal dia tau, Taeyong yang saat itu temannya juga menyukai Hana.

"Katanya lu mau taruhan buat dapetin tu anak sekolah sebelah?"

"Gak jadi, anaknya polos kasian gue."

"Kenapa? Takut gagal?" Tantang Hanbin sambil memasang wajah sok.

Mimik wajah Taeyong yang semula kaku kian melemas. Dia juga tidak mau menghancurkan hubungan sahabatnya.

"Oke, kenapa nggak." Jawabnya diakhiri dengusan. Dia menarik nafas panjang lalu berbalik dan berjalan menuju pintu keluar.

Tangannya terulur mengambil hapenya disaku celana, mencari kontak seseorang lalu menelfonnya. Setelah diangkat, Taeyong menjawab sambil berjalan meninggalkan Hanbin.

Tangan kiri pemuda itu terangkat ke udara, melambai lambai pada Hanbin.

"Halo Lisa, gue ada tiket nonton nih entar malem. Mau nonton sama gue nggak?"

**

Hanbin mengerang frustasi. Sejak tadi sehabis mengantar Lisa pulang dia jadi kefikiran terus menerus dengan cerita Taeyong.

Fakta bahwa gara gara dirinyalah Taeyong menerima tawaran itu membuat Hanbin merasa muak pada dirinya sendiri.

Kok bisa dulu dia sekejam itu, gitu.

Tangan hanbin terarah ke ke meja disebelah tempat dia duduk sekarang. Cowok itu dengan cepat mencari kontak Taeyong, menekan tanda dial dan memilih untuk mengaktifkan pengeras suara.

"Kenapa lo nggk bilang kalo Lisa itu bahan taruhan lo waktu dulu?!"

Alisnya mengernyit mendengar gelak tawa dari Taeyong. "Emang ada gunanya?"

"Ada! Itu kan gara gara gue lo nerima tawarannya." Hanbin memijat pelipisnya. Sekarang bebannya semakin banyak. Belum dengan urusan osisnya disekolah.

"Haha, kenapa? Mau jauhin Lisa? Emang lo sama dia udah sejauh apa sampe lo ngerasa deket sama dia?"

Hanbin menipiskan bibir, jadi terdiam.

"Seyakin itu lo sama dia? Gimana sama sepupu gue, Dahyun? Lo mau apain dia ha?"

Hanbin tertambak telak. Terlalu terlena dengan Lisa sampai sampai dia melupakan Dahyun.

"Emang elo siapa sih sampe bisa milih diantara mereka? Dulu sama Hana dia lebih milih lo, sekarang sama Lisa dia nolak gue."

Hanbin jadi memejamkan mata, menarik nafas berulang ulang kali.

"Kenapa juga Lisa mesti mantan lo." Ujarnya dengan lemah dan langsung memutuskan sambungan.

Hanbin mengusap wajah gusar. Lalu beranjak dan membuka baju putih sekolahnya. Baru saja kancing kedua, hapenya kembali berdering.

Alisnya terangkat, tangan Hanbin berhenti membuka kancing bajunya. Tangannya terarah mengangkat telfon itu.

"Halo?"

"Kak Hanbin! Hehe udah sampe rumah belum?"

Senyum tercetak jelas dibibir Hanbin. Dia yang baru saja mau mandi jadi mengurungkan niat dan memilih duduk kembali sambil mendengarkan suara gadis itu.

"Udah nih, elo lagi ngapain?" Tanya Hanbin sambil melirik jam yang ada dikamarnya, senyum Hanbin mengembang melihat jam menunjukan pukul 8 malam.

Memang biasanya jam segini gadis itu mengirimi Hanbin pesan, tetapi sekarang ia sudah berani untuk menelfon.

"Ngapain ya? Gabut sih hehe,"

"Ck! Gak belajar lo? Apa sekarang masih banyak pelajaran yang belum lo ngertiin?"

"Wah banyak tuh hehe,"

Hanbin tersenyum. walau telfonan seperti inipun rasanya Lisa yang lebih aktif berbicara. Ia menyeroscos panjang lebar, walau Hanbin hanya menjawab 'ya' pun dia tidak masalah.

Pertama dia bercerita tentang mamanya yang mengomel karena dia pulang terlambat, lalu kembali ke paginya saat dia terlambat bangun dan gerbang hampir tertutup.

Kadang Hanbin heran, apa sih yang ada di otak gadis itu sampai sampai ada saja topik pembicaraan setiap harinya.

Mungkin kalau disuruh telfonan 24 jam setiap harinya Hanbin yakin oceh gadis itu tidak ada habis habisnya.

Hanbin menguap kecil, iseng melirik jam. Matanya membelak lebar melihat sudah pukul setengah sepuluh. Tak sadar sudah hampir 2 jam telfonan. 

"........abis itu kan kak masa tiba tiba....."

"Lisa, gue belum mandi." Hanbin memotong perkataan Lisa, gadis itu baru saja mengganti topik dengan bahasan utama bu ira, salah satu guru killer yang mengajar kelas 10.

"Eh? Kok kakak gak bilang? Aduhhh aku ganggu ya? Kak maaf kalo aku nyeroscos terus sejaman ini."

Hanbin langsung tertawa, dia membayangkan bagaimana ekspresi gadis itu dengan bibir yang dicuatkan dan raut wajah sedihnya.

Pasti lucu.

"Nggak apa, mending lo sekarang kerjain pr dulu, abis itu tidur udah malem."

"Kak Hanbin juga, mandinya jangan pake air dingin. Cukup aku aja yang ngerasain dinginnya kakak, kakak mah nggak usah."

Hanbin kembali tersenyum lebar, bahkan dia tidak bisa menahan senyumnya.

"Awes loh nanti Kak Hanbin sakit gara gara mandi malem."

"Iya sakit juga gak apa, dapet gue istirahat sehari dong dirumah." Sahutnya santai.

"Kak... yang bener aja...."

"Kenapa? Emang nanti lo kangen gue gitu kalo gue nggak masuk?"

"IYALAH! APALAGI KALO KAK HANBIN SAKIT!! KAWATIR LAH KAK."

"Eeehh, aduh kak! Dipanggil mamah, bye kak Hanbin!"

Hanbin terkekeh sendiri. Lisa itu amat sangat lucu baginya.

Gadis itu sering melontarkan kalimat kalimat yang menurut Hanbin seperti gombalan, tetapi sedetik kemudian gadis itu langsung tertunduk malu.

Kan ucul. Apalagi ditambah bibir mungilnya yang ikut mencuat cuat atau saat dia menggerutu.

Lisa ya, apa sekarang Taeyong nyesel ngelepasin lo? Apa nanti gue nyesel juga kalo akhirnya gue tetep sama Dahyun?

TBC

VOMMENT JUSEYO~

Ayoo dong vommentnyaa~ satu itu sangat berarti lhooo

Aku juga makin semangat nih kalo banyak vommentnya.

[7] COLDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang