Sebelum membaca keping ini:
Coba baca kembali keping 12, paragraf terakhir. Ada bagian yang sudah kuubah.×××
Ada dua hal yang belum kuceritakan sebelum kutertidur malam ini. Tapi aku akan membaginya ke dalam dua keping. Keping ini dan keping selanjutnya.
Malam ini, tepat setelah kamu mengantarkanku hingga di rumah, kamu tersenyum kepadaku. Senyuman yang sangat manis dan indah. Sebuah senyuman yang mampu mengorbitkan bahagia di hatiku berkali-kali lipat. Ditambahnya dengan sebuah kejadian yang membuat pipiku memanas.
Kamu mendekat ke arahku. Kurasakan deru napasmu menghembus ke area leherku, tepat selagi kamu melepas ikatan pada helmet-ku. Agak susah. Kamu mengusahakannya agak lama hingga lepas, sampai aku harus menahan napas dan debar jantungku agar tidak terdengar.
"Eh, kamu deg-degan ya? Suaranya kedengaran." Tengil. Kamu menggodaku lagi.
"Cepat ah lepasin!" Aku bereaksi lagi atas pembicaraannya.
"Tuh kan, sensi. Kamu pasti salting." Kamu berulah, bertambah-tambah.
"Engga, B aja dah! Kamu bisa lepasin ga? Biar aku lepas sendiri aja."
"Iya, ini bentar lagi bisa kok. Nah..." Suaramu lepas, terasa lega karena sudah berhasil melepaskan ikatan pada helmet yang kukenakan.
Kamu kemudian melepaskannya perlahan dari kepalaku. Aku bisa melihat dagumu tepat di depanku. Aroma maskulinitas yang kamu kuarkan dari tubuhmu menghipnotisku. Aku mematung, tak berdaya.
Hingga selesai, sepertinya detik-detik bisa kuhitung. Semuanya terasa berjalan sangat lambat. Detail guratan di lehermu, aroma maskulin yang tubuhmu kuarkan, bibir tipismu saat tersenyum, dan mata beningmu saat menatapku seolah aku satu-satunya yang harus kamu perhatikan.
"Sudah!" Katamu sembari menuju ke arah motor, meletakkan helmet di bagasi untuk kamu bawa pulang. Sementara, kamu juga melepas dulu helmetmu di atas spion.
"Kenapa dilepas? Ga langsung pulang?" Tanyaku penasaran atas tingkah lakunya.
"Engga. Aku ingin memperhatikanmu, sebentar lagi."
"Sebentar lagi? Untuk ukuran berapa lama?"
"Berapa lama ya?" Kamu malah balik bertanya. Membalas tanya dengan tanya.
"Yee. Ya udah, aku masuk kalau gitu. Dah... Hati-hati di jalan." Ujarku sambil berbalik, bergegas membuka pagar. Namun tanganmu menarikku seketika dan tubuhku berbalik menghadapmu. Kamu menarikku lagi dan menyentuh bagian pinggangku, mendekapkan erat ke tubuhmu. Tanganku akhirnya refleks berada di dadamu.
Tuhan...
Ada apa ini?Aku bisa merasakan debaran yang sama. Tidak hanya punyaku yang berpacu kencang, punya kamu jelas juga demikian. Matamu mengarah, menatap sempurna ke mataku. Menembus segala benteng pertahananku di sana.
Kamu tersenyum. Menghidu leherku kemudian, membenamkan kepalamu di sana.
"Harum." Bisikmu di telingaku. Aku merinding, gemetar.
"Boleh aku..?" Kamu sengaja betul menggantung pertanyaanmu, aku tahu.
"A... Apa?" Aku tergagu.
"Menciummu..."
"Mm.. eng..."
"Bingung? Berarti iya."
"Eh?"
Cup! Pipiku berbekas bibirmu, pada akhirnya. Kamu kemudian melihat ke arahku. Kita kembali bertatapan.
"Mau lagi? Di bibir?" Senyummu menyeringai. Saat itulah aku sadarkan diri. Meskipun ini di depan rumahku dan sepi, orang tetap saja bisa kebetulan melihat. Akhirnya aku melepaskan diri darinya.
"Udah ah! Sana pulang! Ketahuan orang malu tauk."
"Engga ada yang lihat ini. Blee." Kamu menjulurkan lidah.
"Ya udah, Sal. Kamu pulang aja geh. Udah malem."
"Iya deh, iya. Makasih ya atas malam ini. Terima kasih telah membuat malamku berkesan dan menyenangkan."
Aku mengangguk.
"Ya udah, aku pulang dulu ya. Nanti buka hapenya. Aku bakalan nge-chat kamu."
"Ih, buat apa? Masih ada hari esok lho!"
"Engga, hari ini belum cukup. Aku masih mau berbincang sama kamu."
"Ya udah deh, terserah. Semoga aku belum tidur ya."
"Oke, aku pergi dulu ya, Al."
"Oke, Sal."
Kemudian kamu menstarter motormu dan lampu motormu otomatis menyala. Kamu menoleh sebentar simbol pamit, lalu pergi. Saat punggungmu menghilang di belokkan, aku membuka pagar rumahku.
Aku sempat mematung usai merapatkan kembali pagar rumahku, menutupnya. Aku masih merasakan bekas di pipiku, kamu tinggalkan dengan mesra dan tak kuduga. Semuanya terlalu nyata tuk bisa kuanggap sebagai khayal saja.
Aku menyentuh pipiku sekali lagi, dan tersenyum. Kemudian masuk ke dalam rumah.
Aku belum sadar hingga beberapa saat ke depan,
Bahwa sedari tadi
Adikku, Tania, melihat apa yang kulakukan bersama kamu.
Dari lantai atas, dari jendela kamarnya, dia melihat semuanya.
Sejak kamu tiba di depan rumahku
Hingga persis meninggalkan bekas bibirmu di pipiku,
Tania memang jelas melihat semuanya.
Tidak terkecuali.
![](https://img.wattpad.com/cover/151812021-288-k94168.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Lil Love [END]
Historia CortaCerita ini didesain ringkas. Di dalamnya, saya meracik pengetahuan umum ke dalam cerita. Jadi, jika kamu mencari cerita sek-esek ga bermutu, cerita ini diusahakan dijauhkan dari hal itu --meski saya kadang menyelipkannya. Di sini, saya berusaha mema...