1289 words.
(Asli, ini ngumpulin niat nulis dari jam 12 siang. Haha)Selamat membaca :v
===
Aku bergerak menuju arah pintu. Dan saat terbuka, kutelusuri setapak jalan menuju pagar, meraih gagangnya. Dan saat kugeser, aku melihat wajahmu menyeringai, lalu tersenyum. Tulus sekali!
Aku berusaha terlihat tenang, tidak gentar dengan apapun yang bakal terjadi setelah ini. Aku menyilakanmu masuk, dan kamu mengikutiku dari belakang.
Hingga sampai depan pintu rumah, kuminta kamu duduk di ruang tamu. Sementara aku beralih ke dapur, menyiapkan minuman untukmu.
"Eh ada tamu." Ibuku menyapamu pertama kali. "Pagi banget kesininya, Sal." Ibuku sudah mengenalmu dengan baik. Kita sudah berteman 4 tahun, bukan?
"Eh iya, Bu. Besok ada PR yang belum saya paham gimana cara ngerjainnya. Jadi mau minta tolong Al buat jelasin sekalian." Bualmu. Aku yang mendengar dari dapur --karena jaraknya tidak begitu jauh dari ruang tamu--, hanya bisa tersenyum, geli sendiri.
"Udah makan belum kamu, Sal?"
"Udah Bu."
"Al nya kemana?"
"Itu Bu, tadi katanya mau ke dapur. Mau bawain minum."
"Oh iya, kalau begitu. Baik-baik ya belajarnya. Ibu mau ke pasar dulu."
"Ah iya, baik Bu. Hati-hati di jalan."
"Tania..." Ibu memanggil Tania, tepaf saat aku kembali ke ruang tamu. Kemudian menyuguhkan teh manis hangat di depanmu.
"Iya, Bu..." Jawab adikku dari dalam kamarnya. Suaranya terdengar melengking, khas umuran anak remaja. Dia masih 15 tahun sekarang.
"Sudah siap belum? Ayo, keburu siang nih!" Aku melihat jam dinding yang menggantung di ruang tamu. Masih jam 6 lewat 10 menit padahal.
"Iya, Bu. Bentar lagi. Kita ga bakal kesiangan kok Bu. Tenang aja."
"Ya udah. Ibu manasin motor dulu ya kalau gitu. Cepetan, Tania! Jangan lama-lama." Ibu bersungut kesal lalu melempar senyum ke depanmu, "Eh maap ya, Sal. Ibu kadang gini kalau udah kesal."
"Eh iya, Bu. Gapapa." Kamu membalas sekedarnya, tersenyum.
Ibu kemudian mengangguk dan pergi ke depan. Memanaskan motor sesuai yang tadi beliau sampaikan pada adikku. Aku memandang ibuku hingga punggungnya lenyap dari pandanganku, dan beralih ke arah kamu. Jujur, detak jantungku masih tak karuan rasanya.
"Jadi, mau ngerjain PR yang mana?" Aku iseng bertanya jahil akhirnya. Berusaha meredakan kecanggungan.
"Ah, itu..." Kamu tersenyum-senyum sendiri. "Nanti lah, di kamar ngerjainnya." Kamu tersenyum nakal kali ini.
"Mau ngapain di kamar?" Bukan suaraku. Itu suara Tania. Kita serempak menoleh.
"Eh?" Kamu kebingungan, mendadak tergagap dengan kemunculan adikku yang tiba-tiba.
"Apaan sih, Tan, ga sopan. Salim tuh sama temen aa." Aku nyerocos, memotong arah komunikasi yang tidak ditanggapi baik olehmu.
Tania tetap mempertahankan raut mukanya. Tidak tersenyum. Tumben. Ada apa dengan anak ini? Biasanya dia senyum kalau kamu datang ke rumah.
"Mau ngapain di kamar, kak?"
Tania kembali bertanya. Kamu menatapku, seolah memohon pertolongan.
"Tan, bukan urusanmu. Kan aa emang biasa ngajak temen-temen aa ke kamar. Mau main game, ngerjain PR, nonton, semuanya di sana. Aa juga ga pernah kepo kalau kamu ngajak teman-teman kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lil Love [END]
Short StoryCerita ini didesain ringkas. Di dalamnya, saya meracik pengetahuan umum ke dalam cerita. Jadi, jika kamu mencari cerita sek-esek ga bermutu, cerita ini diusahakan dijauhkan dari hal itu --meski saya kadang menyelipkannya. Di sini, saya berusaha mema...