Tania's POV
Akhirnya, aku mendapat giliran untuk menjelaskan sesuatu di sini.
Aku tidak perlu melakukan perkenalan 'kan? Tetapi kalau kalian memaksa, hanya ada tiga hal yang perlu kalian ketahui tentang aku. Aku masih kelas 2 SMP, aku sangat menyukai dunia psikologi dan aku bukan fujoshi.
Iya, aku tahu istilah seperti fujoshi karena kesukaanku membaca hal-hal berbau psikologi –dan sesekali aku menonton anime. Dunia Jepang, setahuku, banyak sekali membuat keanehan-keanehan termasuk dalam orientasi seksual. Mereka begitu bebas dan bangga dengan orientasi seksual yang berbeda, dan parahnya mereka mengemas dan menunjukkan keberbedaan itu dengan sangat apik untuk menjadi media komersil bagi seluruh umat manusia di bumi.
Setelah kumendalami tentang kelainan orientasi seksual, berawal dari Jepang, aku mulai memahami bahwa kelainan ini tidak sekedar menjadi kelainan lagi di belahan bumi lainnya. Aku mulai memahami bahwa orientasi seksual –memang sudah sejak dahulu kala—jumlahnya amat beragam. Aku mulai menerima bahwa pada suatu ketika, kakakku sendiri adalah seseorang yang mengalami kelainan itu.
Lebih jauh aku mendalami mengenai keberagaman orientasi seksual ini, ternyata apa yang kakakku alami tidak bisa disebut sebagai kelainan semata. Aku mulai menyadari kalau-kalau orang awam di dunia, hanya mendefinisikan bahwa kelamin terdiri dari dua jenis yakni laki-laki dan perempuan. Secara serta merta mereka mendefinisikan gender sebagai dua golongan saja, yakni laki-laki haruslah kuat, tangguh, bisa jadi pemimpin dan hal-hal berbau maskulin lainnya. Sedangkan untuk perempuan, mereka haruslah manis, sopan, lemah-lembut dan sejuta hal lainnya berbau feminim. Terlebih setelahnya, masyarakat awam juga mengkotak-kotakkan bahwa dengan dua jenis kelamin dan dua gender itu, hanyalah ada satu orientasi seksual di muka bumi. Yakni seorang laki-laki dikatakan normal apabila beroerientasi kepada perempuan, vice versa.
Begitulah selama ini pemahaman dianut dan hal itu jelas tidak bisa diukur sama rata terhadap semua manusia yang hidup di bumi. Lebih jauh aku menelusuri, itu hanyalah pemikiran umum secara awam, padahal manusia jauh lebih kompleks dari hal-hal seperti itu. Manusia tercipta dengan berbagai keragaman –termasuk perihal konsep—diri yang menyebabkan gender bisa beragam bahkan termasuk orientasi seksual. Sementara mengenai jenis kelamin, aku lebih memilih sepakat bahwa setiap manusia terlahir di bumi, hampir 90% bisa ditentukan bahwa jenis kelamin mereka adalah laki-laki atau sebagai perempuan.
Ngomong-ngomong perihal orientasi seksual, gay atau homoseksual setidaknya bisa disebabkan karena tiga hal.
Faktor pertama disebut sebagai faktor biogenik, homoseksual disebabkan kelainan di dalam otak atau kelainan genetik. Banyak orang yang menyangkal bahwa kelainan genetik tidak mungkin menyebabkan seseorang menjadi gay. Padahal dunia scientist sudah membuktikan bahwa proses manusia lahir ke bumi sangatlah kompleks. Sejak dalam kandungan, sebetulnya semua orang berpotensi untuk menjadi seorang perempuan. Hanya karena hormon testosteron berlebih, jenis kelamin seperti penis pun muncul dan payudara tidak tumbuh. Lain lagi dengan faktor genetik. Aku pernah membaca teori bahwa gay is epigenetics, seperti yang aku sebutkan kemarin terhadap kak Faisal. Ada rangkaian-rangakain random yang terjadi dalam proses kelahiran manusia yang menyebabkan gen-gen berubah, termasuk persilangan yang tidak lagi hanya sekedar XX dan XY. Kalian bisa cari sendiri selengkapnya mengenai teori ini, karena aku tidak begitu tertarik dengan dunia biologi. Aku hanya sekedar tahu, selebihnya aku lebih tertarik pada dua faktor selanjutnya yang bisa menyebabkan kakakku atau kak Faisal menjadi saling tertarik.
Faktor kedua disebut faktor psikogenetik yaitu homoseksual disebabkan oleh kesalahan dalam pola asuh atau pengalaman dalam hidupnya yang mempengaruhi orientasi seksualnya di kemudian hari. Bagi kakakku, faktor psikogenetik bisa menjadi salah satu alasan kenapa dia bisa seperti itu. Kalau analisisku tepat, kurangnya kasih sayang ayah kami terhadap kami berdua sejak kecil, menyebabkan kakakku mencari kasih sayang dari jenis kelamin yang sama dari orang lainnya. Ibuku sendiri merupakan tipe ibu pekerja keras dan kurang berkomunikasi dengan kami. Pola asuhku dan kakakku tidak jauh berbeda, karena kami lebih dibebaskan untuk memilih hidup seperti apa yang kami jalani. Aku bisa menyebut ini sebagai kesalahan asuh orang tua sejak kami kecil. Terlebih, kami, aku dan kakakku justru pernah mendapat kasih sayang berlebih dari seorang paman kami –ia masih muda, berkarisma dan tampan. Hal yang kusadari adalah dia cenderung lebih sering memeluk dan menciumi kakakku dibanding aku. Dia lebih suka memberikan uang dan makanan terhadap kakakku, meski akupun tentu saja sering mendapat bagian. Mungkin dari pengalaman itu semua, kakakku menjadi lebih nyaman dengan kasih sayang yang didapatkan dari golongan kelamin sama dibanding dari perempuan –karena ibuku juga jenis ibu yang cueknya minta ampun. Duh, aduh!
Faktor ketiga bisa disebut sebagai faktor sosiogenetik, yaitu seseorang bisa menjadi homoseksual karena pengaruh lingkungan, sosial-budaya di sekitarnya. Hmm, ngomong-ngomong tentang ini, sepertinya kakakku memang banyak terpapar kondisi dimana pergaulan dengan laki-laki lebih jantan adalah pergaulan yang paling diinginkannya. Lelaki yang lebih perhatian dan bisa membuat dia nyaman. Pergaulan dengan kak Faisal misalnya, yang sudah aku perhatikan sejak SD kelas enam –terutama saat pertama kali kak Faisal dibawa ke rumah—tampak jelas bahwa kak Faisal sering memperlakukan kakakku dengan cara istimewa. Meski aku berpikir yang dilakukan kak Faisal itu wajar-wajar saja antar sesama teman lelaki.
Mm... Maksudku begini! Kakakku seringkali kulihat dibantuin mengerjakan PR sama kak Faisal, sering dielus kepalanya kalau kakakku paham, lebih banyak kulihat dia dibonceng daripada membonceng kak Faisal kalau di motor. Belum lagi, intensitas kak Faisal yang sering ke rumah untuk pergi ke luar bersama kakakku dan ajakan-ajakan kak Faisal sesekali meski bersama pacar kak Faisal. Kak Faisal itu tipe sahabat yang setianya kebangetan, baiknya ga ketulungan. Aku sudah bisa menduga dari dulu dan puncaknya adalah kemarin, saat kak Faisal mencium pipi kakakku waktu mengantarnya pulang. Itu aneh! Karena kak Faisal tidak pernah melakukannya selama ini.
Aku penasaran dan ingin membuktikan sendiri saat kak Faisal seperti orang kurang waras celinguk kesana-kemari seperti harus segera menemukan seseorang. Dan aku langsung teringat, bahwa biasanya di kantin mereka akan berjalan berdua, beriringan. Aku langsung menduga kalau kak Faisal sedang berusaha menemukan kakakku. Dan saat aku mengikuti ke taman, aku mulai memahami bahwa dugaanku selama ini bisa disimpulkan sebagai kebenaran.
Apa yang sebetulnya terjadi hingga kak Faisal akhirnya bisa menyukai kakakku? Faktor sosiogenetik. Lingkup pergaulan yang selama ini berkutat di seputar kakakku sajalah yang menyebabkan dia mulai merasakan kenyamanan. Dan kenyamanan berdampak sayang. Dan sayang berdampak pada perasaan tidak ingin kehilangan.
Hingga seperti ini, saat aku melihat kak Faisal seperti orang gila, aku bisa menyimpulkan bahwa dia mulai terobsesi dengan kakakku. Aku juga sudah merasa bahwa kakakku sendiri dari dulu sudah terobsesi dengan kak Faisal –teringat dari seberapa sering ia menyebutkan nama Faisal lagi dan lagi di setiap cerita di sekolahannya. Tapi kurasa, saat ini kakakku mulai sadar, sebab jika kulihat gerak-geriknya, kakakku mulai bisa menolak dan menjauhi keberadaan kak Faisal di sisinya. Buktinya dia tidak menerima saat kak Faisal menyatakan perasaannya.
Aku mungkin bisa masuk ke dunia kakakku mulai sekarang.
Aku harus membagikan pemikiranku dengannya –dan berharap, dia bisa memutuskan suatu hal paling tepat untuk kebahagiaan dirinya. Aku paham kalau ada perbedaan besar antara konsep cinta dan obsesi. Kakakku dan kak Faisal, masing-masing harus saling membebaskan diri terlebih dahulu untuk bisa saling mencintai –iuwh, sebenarnya aku jijik jika mereka saling cinta, tapi aku bisa apa!
Intinya, aku akan berusaha melakukan bagianku dengan baik untuk membuat mereka setidaknya bisa membuat putusan yang tepat, apakah akan berakhir bersama atau berpisah tetapi tetap merasa baik-baik saja dan bahagia.
Dan ngomong-ngomong mengenai rahasia, tentu saja, aku akan merahasiakannya! Bodoh sekali aku kalau harus membeberkan perihal hubungan gay –terutama kakakku—pada otak-otak manusia yang engga memahami bahwa dunia ini tidak hanya sekedar hitam dan putih, konsep benar dan salah yang digeneralisasi secara umum. Ah, manusia! Kenapa suka so' paling benar sih?

KAMU SEDANG MEMBACA
Lil Love [END]
ContoCerita ini didesain ringkas. Di dalamnya, saya meracik pengetahuan umum ke dalam cerita. Jadi, jika kamu mencari cerita sek-esek ga bermutu, cerita ini diusahakan dijauhkan dari hal itu --meski saya kadang menyelipkannya. Di sini, saya berusaha mema...