Adalah aku yang kini terbingung di tempatku, gamang.
Adalah aku yang berusaha menemukan celah-celah tempatku bisa berlari darimu. Kamu terasa menakutkan.
Aku tidak tahu, bagaimana lagi kuharus bertindak menghadapimu setelah ini. Kamu seperti menjadi orang lain. Kamu bukan kamu yang dulu kupuja, kuagungkan sepenuh hati. Kamu liyan.
Tanganku kebas, dicengkram terus dari tadi olehmu. Orang-orang menatap kita penuh rasa ingin tahu. Aku bingung menyembunyikan diri kita. Karena tentu saja, kita sudah sama-sama sebesar ini.
Kita memang sudah sedari lama berdua di sekolah ini. Aku biasa ada di sampingmu dan kamu juga terbiasa di sisiku. Kita berdua saling melengkapi. Kasus keberduaan kita sekarang berbeda, karena kini kamu menggenggam erat tanganku –hal yang tidak pernah kamu lakukan sebelum-sebelumnya. Kita terasa berbeda di mata orang-orang.
Aku menahan diri untuk tidak memaki sedari tadi.
Aku berusaha tidak mempermalukanmu. Mempermalukan kita.
"Akhdan..." Kamu menyebut nama teman sebangkuku saat kita persis berhadapan dengannya. Aku penasaran dengan apa yang akan kamu lakukan selanjutnya.
"Ya?" Akhdan mendongak, melihat ke arahmu.
"Aku mau menggunakan tempat dudukmu hari ini. Ah, tidak. Bukan hanya untuk hari ini. Tapi mulai dari sekarang. Boleh?"
"Kenapa?" Akhdan bertanya polos. Kulihat kamu greget mendengarnya.
"Pengen aja. Kamu keberatan?"
"Aku keberatan. Aku sudah sangat nyaman duduk di sini." Tak kusangka, Akhdan akan berkata demikian.
"Nyaman? Kamu nyaman duduk dengan orang yang kusukai?"
Tuhan... Apa tadi kamu bilang? Kamu sudah kelewatan, Fai. Orang-orang mendengar.
"Suka? Kok bisa?"
"Kamu jangan banyak tanya! Aku pindah duduk ke sini sekarang. Kamu pindah ke tempat dudukku!" Titahmu tak terbantahkan. Aku merinding karena kamu masih menggenggam tanganku.
"Mm... maaf. Sepertinya ada salah paham di sini. Fai, kamu sehat 'kan?" Aku berusaha menetralisasi suasana. Kalau dibiarkan ini bisa semakin kacau. Akan malu alang-kepalang.
"Kamu diam saja, Al. Biar aku yang bicara di sini!"
"Akhdan, sehari ini saja. Kondisi Fai lagi ga stabil. Biar dia duduk bersamaku kali ini. Kamu pindah dulu. Gapapa 'kan?" Melihat kondisimu yang kurang stabil, giliranku yang kini mengambil alih.
Tak lama, Akhdan mengangguk dan dia kemudian segera berbenah. Akhdan berbisik kepadaku sebelum dia pergi, "Kamu berhutang penjelasan padaku." Biar cepat, aku hanya mengangguk.
"Nah gitu dong! Dari tadi kek!" Kamu menaruh tasmu di meja dan menarikku untuk duduk. Aku masih dengan jelas merasa bahwa orang-orang terpusat menengok ke arah kita. Duh, malu itu ternyata seperti ini rasanya!
Aku menengok sebentar ke arah Akhdan yang pindah ke bangku belakang –dua bangku jaraknya dariku. Aku membuat simbol oke dengan telunjuk dan jempolku, mencoba memastikan bahwa dia baik-baik saja. Kulihat Akhdan mengangguk. Aku merasa lega.
Bu Rosa, guru Bahasa Inggris, masuk ke dalam kelas. Kita memulai pagi dengan pelajaran yang menyenangkan bagiku pribadi. Semoga bisa mengubah mood-ku.
"Good morning, class."
"Good morning, maam"
"How are you doing today?"
"I am fine, thank you. And you?" Jawab otomatis seluruh anak serentak seolah memang sudah distel demikian.
"I am very well, thank you. Okay, three days ago, we've learned about simple perfect tense, have'nt we? Now, we are going to learn about perfect continuous tense. Are you ready?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lil Love [END]
Short StoryCerita ini didesain ringkas. Di dalamnya, saya meracik pengetahuan umum ke dalam cerita. Jadi, jika kamu mencari cerita sek-esek ga bermutu, cerita ini diusahakan dijauhkan dari hal itu --meski saya kadang menyelipkannya. Di sini, saya berusaha mema...