Keping 31

499 50 11
                                    

Aku memarkirkan motorku di depan rumah kekasihku malam ini. Aku ingin berusaha memperbaiki apa yang kubisa. Apa sih yang sekarang ini harus kubenarkan?

Aku mengetuk pintu perlahan. Seseorang kudengar berjalan menuju arah pintu dan memutar kunci.

"Eh kamu, dek Fai."

"Iya, Tante. Aldanya ada?"

"Ada. Sebentar ya, Tante panggilin. Ayo, masuk dulu!" Aku mengikuti arahan tante Fitya –mamanya Alda—masuk ke dalam rumah. Kemudian Tante mempersilakanku duduk, untuk selanjutnya pergi ke lantai dua, memanggil Alda di kamarnya.

Aku menatap ruangan sekitar. Biasanya setiap malam minggu aku rutin ke sini. Tapi malam minggu kemarin aku absen, dan sekarang aku justru malah datang di malam Rabu. Hari berbeda dan suasana yang jelas berbeda. Karena sepertinya perasaanku sudah agak berbeda saat ini.

"Hai, Fai. Tumben ke sininya malam Rabu." Seperti biasa, Alda tampak cantik meskipun tanpa riasan. Gayanya selalu terlihat natural dan elegan. Suaranya lembut menentramkan. Dunia, apa yang harus kulakukan dengan wanita ini?

"Iya nih, malam Minggu kemarin kan aku berhalangan. Jadinya aku nyempetin saat ini. Aku kangen." Ups. Aku berdusta, maaf. Aku hanya tidak bisa mengatakan kalau saat ini aku sedang ingin berusaha memastikan dengan perasaanku saat ini. Apakah masih ada rasa yang tersisa untuk Alda? Jika ya, mungkin masih bisa kuselamatkan? Mungkin...

"Oh gitu. Eh, sebentar ya, aku ambilin kamu minum dulu. Seperti biasa, es jeruk?"

"Eh... iya Al. Makasih, Al..."

Al...

Sebuah panggilan yang sama dengan rasa yang sudah berbeda. Dengan menyebut sepenggal kat Al saja, sudah mampu melambungkan pikiranku mengarah ke seorang anak laki-laki yang kini kukasihi dan ingin kumiliki secara akut. Detak jantungku serasa ingin meledak, urat-urat syarafku menegang karena ingin berlari dan hengkang di tempat ini. Berharap aku bisa menemui Al tuk menuntaskan rindu yang mengkebiri.

Andai...

Andai Al tidak menolakku.

Aku pasti akan di sana bersamanya. Aku menikmati setiap kebersamaan bersamanya, sentuhan dengan kulitnya, serta tatap mata yang dekat jaraknya. Memikirkannya saja membuatku gusar ingin segera berada di rumah Al dan mencium bibirnya.

Dunia... bibir Al lembut banget tahu!

Aku ga habis pikir, bagaimana sensasi mencium Al bisa beda sekali rasanya. Aku ga bisa menganalisis apapun saat memikirkan alasannya, tepat ketika bibir ini saling memagut. Aku hanya ingin mereguk semua kenikmatan di sana. Aku tidak ingin lepas sama sekali. Aku ingin sekali hidup bersamanya selamanya tanpa kecuali.

"Ini, Fai. Diminum dulu..." Suara gelas yang beradu dengan meja kaca, serta suara Alda yang lembut membuyarkan pergulatan pikiranku. Dunia, bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan dengan Alda sekarang?

"Eh iya, makasih Al." Lagi-lagi panggilan seperti itu. Aku harus segera meggantikan panggilan itu sebelum aku jadi benar-benar gila.

"Kamu kok kaku gitu sih Fai? Kenapa? Ada masalah?"

"Eh, eng... engga kok. Aku cuma berpikir."

"Berpikir tentang?"

"Bolehkah aku memanggilmu Qilla saja?"

"Oh mikirin itu... Kenapa? Kenapa tiba-tiba ingin merubah?"

Lil Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang