Keping 37

638 59 23
                                    

Author's note:

Wah, panjang sekali.

Aku menulisnya hingga dua jam lamanya ~

Selamat membaca... :)


===


Fai tiba di stasiun tempat pemberhentiannya, sesuai dengan arahan Alda. Stasiun ini dekat sekali dengan kampus Alda berada. Fai bisa memilih jalur belakang atau jalur depan agar bisa mencapai kampus itu. Hanya saja, Alda sudah berinisiatif menunggu di dekat stasiun karena takut Fai kesasar. Saat chat whatsapp masuk dari Fai, Alda langsung pergi menuju tempat keluar stasiun dan langsung melambaikan tangan ke arah Fai. Alda tersenyum, menularkan senyuman balik dari Fai. Dia makin ganteng saja. Pikir Alda.

Sembari berjalan bersisian, mereka berbincang hal-hal sederhana. Seputar kehidupan yang dijalani saat ini dan dunia kampus, tentu saja. Mereka sesekali tertawa lepas, menertawakan kebodohan-kebodohan kecil yang diceritakan satu sama lain. Keduanya memilih aktif saling membalas kata dengan kata. Bukan hanya seorang yang pasif mendengar, sementara yang lainnya sangat aktif berbicara. Dari dulu mereka berhubungan memang sudah seperti itu. Alda bukanlah wanita yang akan membiarkan pasangannya lebih banyak mendengarkan. Dia lebih menyukai jika pasangannya berbicara sama aktifnya dengannya, sehingga sebuah diskusi terasa lebih menyenangkan.

Mereka menyebrangi rel kereta yang diizinkan terbuka, karena tidak ada tanda-tanda kereta akan lewat. Kata Alda, ini jalur belakang dan tercepat untuk masuk ke dalam kampusnya. Fai manggut-manggut. Alda menuntun Fai untuk berjalan menuju sebuah tempat duduk yang terasa sangat menyejukkan. Tidak terlihat banyak orang di sana, hanya satu dua yang terlihat lewat dan tidak memutuskan tuk duduk. Di depan tempat duduk itu, tersaji danau luas, yang jika melihat lebih jauh, gedung tinggi yang kata Alda adalah perpustakaan, berdiri megah dan makin membuat Fai merasa nyaman memilih tempat duduk di sana. Suasana bising dan hingar-bingar di stasiun, mendadak silap dan lenyap dengan suasana mereka saat ini. Alda memang pandai sekali memilih tempat untuk berdiskusi. Ia bisa melihat wajah Fai saat diajak mulai berdiskusi, terlihat sangat sedih dan seolah menanggung beban berat. Alda kali ini siap menjadi pihak yang mendengarkan. Begitulah ia diajarkan di kelasnya. Psikolog adalah pendengar yang baik.

"Kamu mau mulai cerita sekarang?" Tanya Alda saat mereka berdua sedari tadi –hampir 2 menit—hanya terduduk diam memandangi danau yang lengang. Sesekali burung terbang rendah, lalu kembali ke langit dan entah kemana, menghilang di balik pepohonan.

"Kamu ga apa-apa dengar ceritaku? Ga menganggu?"

"For sure, Fai. Kan kita sudah janji, tuk masih dekat dan berteman sampai kapan pun. Tak peduli dengan status."

"Kamu cantik, makin dewasa dan baik. Laki-laki beruntung itu pasti akan berbahagia jika memilikimu suatu hari nanti." Fai memuji tanpa berniat sama sekali tuk membuat Alda baper. Ia hanya berkata terus terang. Namun hati Alda mendadak terasa kacau, seperti ada ratusan balon meletus di dadanya. Tapi Alda segera berusaha mengontrol dirinya, menyibak rambutnya ke belakang, menyilangkan kaki sembari tersenyum ke arah Fai. Suatu gerakan yang baik, dapat membantu lebih cepat dalam kontrol dan pemulihan suasana hati. Itu yang dia pernah pelajari selama belajar tentang psikologi.

"Jadi bagaimana?" Alda menatap Fai dengan tulus dan menampakkan wajah yang siap mendengar apa saja yang akan dikatakan Fai setelah ini.

"Apa yang kamu pikirkan tentang mencintai diri sendiri?" Fai seketika membongkar pertanyaan dalam benaknya dan Alda sempat bereaksi kaget, karena Fai langsung memulai dengan sebuah pertanyaan. Ia seolah berada dalam suatu ruangan yang sedang diadakan ujian lisan di dalamnya.

Lil Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang