10. Reihan

87 31 2
                                    

"Boleh gue dapetin dia dengan cara gue?"

2.3/2.5

.
.
.
.
.

REINA melangkahkan kakinya pelan. Ponselnya mati dan dia tidak membawa kendaraan karena tadi pagi dia diantar Fino yang memang ada kelas pagi. Ditambah kantung dompet nya dalam keadaan tidak bersahabat.

"Bukan hari baik gue."

Reina menendang batu kerikil didepannya. Baju PMI yang didominasi warna biru muda masih melekat ditubuhnya, padahal Reina seharusnya mengganti pakaiannya saat pulang. Memang tidak salah kalau Reina memilih menggunakan baju kebanggaannya itu, tapi jika saat dia menggunakan baju PMI dia punya tanggung jawab membantu saat tiba tiba ada kecelakaan didepan matanya.

Mata Reina menjelajahi sekitar, dia ingin mencari Indomaret terdekat dan membeli minuman dingin.

Brakk

Langkah Reina terhenti, kepalanya menoleh cepat ke arah jalan. Kecelakaan antar pesepeda motor. Jantung Reina seolah berhenti berdetak saat beberapa orang melihatnya.

Reina menelan ludahnya dengan susah payah lalu segera berlari ke tempat kecelakaan. Matanya langsung menatap tubuh mungil yang dipeluk erat oleh seseorang.

Jantung Reina mencelus. "Nak, bawa anak saya ke tempat yang aman dulu." Reina mengangguk dan menggendong anak kira kira berusia 7 tahun yang diam dengan wajah pucat. Sementara Ibu dari si anak dibantu beberapa pejalan kaki lain, begitu juga dengan korban lain yang ada di tempat.

Reina mendudukkan anak kecil yang ia gendong lalu mengambil sesuatu dari tasnya.

"Kakak punya permen, kamu mau?" anak kecil di depan Arana mengangguk kemudian menggeleng, "mama bilang, aku nggak boleh menerima sesuatu dari orang asing."

Reina tersenyum lalu mengelus kepala anak kecil didepannya. "Nama kakak, Reina. Nama kamu siapa?"

Bocah kecil itu mendongak lalu mengerjap lucu. "Nama ku Navin."

"Reina, lo bawa p3k gak?" Reina langsung menoleh dan menatap sosok di depannya dengan mata melotot.

"Reihan?!"

Reihan menatap Reina datar, "kaget nya nanti aja, harus ada orang yang gue kasih pertolongan pertama."

Reina memutar bola mata malas lalu kembali membuka tasnya dan mengambil kapas, obat merah dua biji dan plester.

"Yaya, terserah lo. Ini, kapasnya gue minta sedikit." Reihan hanya menggumam lalu dengan cepat mengambil apa yang dia minta.

"Navin, kamu ada yang luka?" Navin menjulurkan tangan kanan nya, terdapat luka kecil yang tidak terlalu dalam.

"Navin kakak obati dulu ya, nanti kalau sakit bilang aja." Navin menggeleng, lalu menarik tangannya kembali. Reina menatapnya bingung.

"Navin nggak boleh deket-deket sama orang asing."

Reina tersenyum, "kan kita tadi udah kenalan. Kakak cuma mau mengobati luka kamu, biar nggak tambah sakit."

Navin terdiam sebentar lalu mengangguk. Dia menjulurkan tangannya. Reina tersenyum dan segera membersihkan luka Navin dengan air mineral lalu membersihkannya dengan tisu. Setelah selesai ia segera mengambil kapas dan ditetesi oleh obat merah.

"Nanti kalau sakit, bilang ya." Reina dengan pelan meratakan obat merah di punggung tangan Navin lalu meniupnya.

"Nah, bentar lagi sembuh. Hebat, kamu nggak nangis." Reina mengacak pelan surai Navin. Navin mengangguk lucu, "kata Mama, cowok nggak boleh gampang nangis."

please don't go [COMPLETE✓✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang