38. music box

60 20 3
                                    

"Gue harap lo suka hadiah dari gue."
–1.2/2.2–

"REIN, udah siap?" Reina mengangguk dengan tangan sibuk menyisir rambut pendek nya yang semakin menipis. Nafa mendekat lalu membantu Reina bangkit dan membantu memasang tas ransel.

"Good morning sunshine! Maura in the building!" Pintu dibuka dengan kasar oleh Maura. Rani menguap malas dibelakang gadis itu. "Masih pagi Allahu, capek telinga gue Ra."

"Ya biar mata lo melek ini, suara gue."

"Nah, udah di jemput. Hati hati ya, nanti kalo udah ngerasa capek ijin aja. Ya nak?" Reina menatap mata Nafa yang sayu. Tampak lelah dan menua. Reina tersenyum lalu mengangguk dan memeluk Nafa sekilas.

"Berangkat ma, assalamualaikum."

"Waalaikumsalam, hati-hati." Reina melanglah keluar setelah Maura dan Rani keluar. "Pake mobil siapa?"

"Punya gue, siyal. Ini Dajjal satu yang ngebawa tapi. Mata gue nggak sanggup liat kenyataan pagi ini." Maura mendengus dan Rani menguap sekali lagi.

"Kayak idup lo susah aja." Rani memukul kepala Maura. "Orang kaya macem elo gausah bacot deh."

Ketiganya menjadi pusat perhatian karena gaya rambut mereka yang serupa. Seperti kembar tiga jika berjalan berdampingan seperti itu.

"Lo sakit ya Ra? Pake jaket kek gitu." Maura melirik Reina sekilas. "Gejala sakit batuk pilek radang nih gue njir."

"Hadehh. Ran lo juga, kurang tidur ya?"

"Iya. Ada kerjaan darurat kemarin." Rani menjawab tanpa minat. "Job apaan?" Rani melambaikan tangannya malas. "Suruh cari file perusahaan njir. Keamanan ya tingkat tiga bangsat! Untung berhasil."

"Berani berapa mereka?"

"15 juta njir, mana mau nolak gue. Btw Rein, lo duduk depan sama Maura ya, gue mau bobok sambil selonjoran." Rani membuka pintu belakang, Maura berjalan memutar sedangkan Reina mengangguk sekilas untuk menyahuti perkataan Rani.

"Nanti pulangnya langsung pulang?"

"Jangan. Cari aksesoris couple-an yok?" Rani mengangguk saja tanpa mau ikut pembicaraan lebih lanjut. "Sikat. Couple-an apaan sih? Gelang? Kalung?"

"Gatau sih. Liat aja entar."

"Yeu! Gue kira udah ada plan."

Mobil yang dikendarai Maura melewati parkiran rumah sakit. "Besok ada tanding basket." Ujarnya memberi tahu. "Oh." Maura mendengus saat mendengar respon Reina. "Oh doang?!"

"Lah elo mau nyuruh gue ngerespon kayak apaan? Heboh gitu? Lah gue siapa?" Maura mendengus rendah. Reina melirik jendela mobil lalu melirik Maura yang menyetir.

"Gue puter lagu mau?"

"Puter aja. Yang genre nya rock, biar itu kadal di kursi belakang bangun. Udah mau sampe sekolah soalnya." Tangan Reina bergerak tapi tatapan Reina kemudian terjatuh pada paha Maura. Rok abu abu Maura yang tersingkap membuat Reina harus mengerjap berulang kali untuk memastikan apa yang ia lihat.

Masih terlihat baru di mata Reina. Tangan Reina berhenti bergerak, berharap apa yang dilihat matanya sekarang hanya halusinasi.

Reina mengerjap dengan bibir yang semakin memucat. Hela napas berat Reina terdengar lirih lalu membuang pandangannya ke arah tangannya.

"Ga jadi?"

"Gak."

"Kenapa?"

"Kecewa." Reina menegapkan tubuhnya lalu menghela napas panjang dan membuang pandangan ke arah jendela.

please don't go [COMPLETE✓✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang