15. Jangan bercanda

73 28 0
                                    


Mulmed : Reno

"Emang ada yang nggak mungkin di dunia ini kalau Tuhan udah berkehendak?"

-1.1/1.2

.
.
.
.
.
.

"HAH," Reina menghela napas untuk kesekian kalinya.

"Panda." Dari jauh Reno menghampiri Reina lalu duduk di kursi taman tepat di samping Reina. "Lo kenapa?" Reno bertanya seraya membersihkan rambut Reina yang terkena guguran daun kering.

Reina hanya diam." Lo sakit?" Reina menatap Reno sebentar lalu menatap lurus ke depan. "Tinggalin gue sendiri, bisa? Mood gue lagi jelek." Reno mengangguk paham walaupun sepertinya dia sama sekali tidak paham. Ia segera bangkit dari duduk nya dan berjalan menjauhi Reina.

"Gue ini kenapa sih," Reina menggerutu lalu mendesah lelah seraya memijat pelipisnya pelan. Dia dalam fase sensitif.

"Hei Rein!" Reina mengerjap, ia kenal suara orang itu.

"berhenti."

Reina berkata cepat tanpa menatap sosok yang berdiri tak jauh di depannya. Reina ingin sendiri dan ingin memahami apa yang terjadi pada dirinya. Dia bisa mendengar dengan jelas, langkah yang tadinya bergesekan dengan daun, kini tak terdengar lagi.

"Bisa nggak, lo ninggalin gue sendiri?" Orang itu Devano. Dia menatap Reina yang menunduk dan bersandar pada bangku taman. Nada bicara Reina mendingin membuat Devano mengurungkan niatnya untuk mendekati Reina karena perintah Reno. Devano mengangguk kaku walaupun tak dilihat oleh Reina.

"Oke."

Dengan tidak ikhlas, Devano berbalik dan mengambil langkah panjang dan membiarkan Reina sendirian di taman yang sepi.

Reina menutup matanya sejenak, mengijinkan angin untuk membelai lembut wajahnya yang kusut. Mata Reina yang selalu teduh itu, tertutup. Dia mencari ketenangan dengan kesendirian.

Reina membuka mata lalu mengambil napas banyak banyak dan menghembuskan nya perlahan. Dia berdiri dari tempat duduk nya setelah melihat jam digital yang terpasang di tangan kirinya.

"Kayaknya gue harus masuk kelas, sebentar lagi pasti bel."

❤️ Please don't go ❤️

"Rein lo kenapa sih?" Reina hanya bergumam. Entah berapa kali Rani bertanya pertanyaan yang sama dan dijawab gumaman Reina.

Jam istirahat kembali berdering nyaring, membuat para siswa bergerombol menuju kantin tapi tak berlaku bagi Reina, Rani dan beberapa murid yang membawa bekal. Jangan tanyakan dimana Lovita. Dia sudah pergi ke kantin bersama Reihan.

Rani melirik lagi lewat ekor matanya lalu mendesah lelah. Apa yang sebenarnya terjadi pada sahabatnya itu? Rani gemas. Ia menaruh ponselnya dengan kasar hingga membuat Reina menatapnya bingung.

"Lo kenapa sih Rein?! Jawab pertanyaan gue!" Rani meninggikan suaranya. Ia tahu nyawa nya bisa saja diambang bahaya karena ia tahu Reina dalam mode buruk yang bisa menghancurkan manusia. Iya, Reina bisa seberingas itu.

Bukannya menjawab Reina malah berdiri dari duduknya disusul Rani. Baru saja dua langkah berjalan, Rani sudah menghentikan langkah Reina dengan cara menarik kasar pergelangan tangan Reina.

"Rein ja--"

Brakk

Pintu dibuka dengan kasar oleh seorang dengan napas terengah-engah dan wajahnya sedikit memerah. Dia Lovita. Dengan langkah lebar menghampiri Reina dan Rani. Tangannya terkepal erat.

please don't go [COMPLETE✓✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang