Awal Dari Segalanya

15.1K 403 36
                                    

27 Desember 1998

Seorang pria dengan raut wajah datar menggendong seorang wanita menuju ruang persalinan.

"Hiks Hiashi-kun ini sakitt ahhh!!!!"

Wanita itu terus mencengkram bahu orang yang dipanggilnya Hiashi, guna meredakan rasa sakit yang menderanya.

"Bersabarlah Hikari. Sebentar lagi kita sampai." Ucap Hiashi masih dengan tampang datarnya

"Ahhhh i-ini be-benar-benar sa-sakitt Hiashi-kun ahhh hiks"

Isak pilu kesakitan wanita itu terus menggema di lorong rumah sakit. Sedikit rasa tidak tega, membuat Hiashi mempercepat langkah kakinya menunggu ruang bersalin.

Pintu bersalin sudah terlihat, Hiashi dengan kasar menendang pintu di depannya. Wanita yang sedari tadi di gendongannya kini beralih pada ranjang biru rumah sakit.

"Cepat tangani dia, Dokter." Ucap Hiashi, membuat dokter yang sedang bercengkrama dengan suster terlonjak kaget karena nada bicaranya yang mutlak.

"Ba-baik, Tuan... "

Dengan gugup dokter tersebut mulai menangani persalinan wanita bernama Hikari. Sedangkan Hiashi, dia pergi begitu saja dari ruangan itu.

"Ahhh ..Hiks i-ini sa-sa-sangat sakitttt ahhh!!!!
Ka-kami-sama tolong se-selamatkan kami ahhh.... Huh... Huh.... Ahhhh" Teriakan kesakitan menggema di dalam ruangan bersalin yang sepi.

Dan teriakan itu berhenti setelah dua jam lamanya Hikari mempertaruhkan nyawa untuk mengeluarkan bayi yang delapan bulan dikandungnya.

Hikari menghela nafas lega kala bayi yang dikandungnya sudah terlahir dengan selamat. Namun raut wajah panik tidak bisa dihindarinya kala melihat sang dokter terus bergumam dan menepuk-menepuk bokong mungil yang baru terlahir itu.

"A-ada apa dengan anak sa-saya, Dok? apa dia baik-baik saja?" Tanya Hikari panik.

Sang dokter terdiam sebentar. Kemudian langkahnya mendekat menuju Hikari seraya membawa bayi dan meletakannya di dada Hikari

"Ma-maafkan se-sepertinya putri anda mengalami kebisuan." Terang sang dokter dengan perasaan bersalahnya.

"A-apa!? "

"Maafkan saya, Nyonya. Seperti yang anda lihat tadi, putri anda tidak merespon dengan suara ketika saya menepuk-nepuk bokongnya." terlihat dari raut wajah sang dokter yang merasa bersalah .

Hikari menghela nafasnya sejenak. Kemudian bibirnya melintang,membentuk senyuman.

"Ti-tidak apa-apa, Dok. Yang penting putriku sehat kan, Dok"

Sang Dokter mengangguk cepat. Senyuman Hikari itu dengan cepat menular padanya.

Ia kira Hikari akan menjerit dan menolak putrinya, namun ternyata perkiraannya itu salah besar.

Setelahnya ia pamit guna memberi tahu Hiashi bahwa putrinya sudah terlahir dengan sehat.

"Selamat tuan putri anda lahir dengan sehat. Na__"

"Hn, biarkan aku masuk " potong Hiashi cepat.

"Si-silahkan tuan"

Hiashi berjalan mendekati Hikari yang kala itu sedang mengelus pipi tembem putrinya yang baru lahir.

Ia mengeluarkan sebuah kertas yang sudah di siapkannya dari jauh-jauh hari pada Hikari.

"Dengar ini cek untukmu. Kau tulis saja nominalnya semaumu. Dan ingat, kau harus pergi jauh dari kehidupanku dan bawa anakmu itu!" Mutlak Hiashi.

"Anak kita Hiashi-kun, ini adalah anak kita" koreksi Hikari

"Tidak!! Aku tidak akan pernah mengakui anak bisumu itu. Lagi pula kau juga tahu aku ini sudah berkeluarga! Aku tidak mau memilihmu dan meninggalkan keluarga tercintaku!"

"Lalu bagaimana denganku?" tanya Hikari lirih.

"Itu terserahmu. Jangan salahkan aku. Semua ini terjadi karena kau yang dengan berani menjebakku untuk berada dalam lingkaran hitammu." Hiashi menyimpan cek yang dibawanya di sisi ranjang rumah sakit. Kakinya kembali melangkah, meninggalkan Hikari yang menatapnya nanar.

"Hiashi-kun kembali!!! Jangan tinggalkan akuuu hiks...hiks...hiks..." Tangis Hikari menatap punggung pujaan hatinya yang perlahan menghilang.

Beberapa hari kemudian

Seorang wanita menatap sendu bayi yang ada digendongannya

'Maafkan Haha, Nak'

Dimalam yang gelap ini, wanita itu melangkahkan kaki menuju 'Nami-Uzu panti' yang ada tepat di depannya.

Tangannya terulur, mencoba menyamankan sang putri yang sedari tadi tertidur di gendongnya.

Dengan perlahan, wanita itu meletakan bayi malang itu dalam ranjang bayi yang memang disediakan oleh pemilik gedung ini.

Matanya menatap sedih sang putri yang masih saja tertidur pulas. Perlahan, wanita itu mengecup kening sang putri sebagai salam perpisahan.

"Haha sangat menyayangimu, Nak. Namun, maafkan Haha harus meninggalkanmu sendirian di sini. Berbahagialah, Nak. Haha akan menunggumu di alam baka nanti."

Wanita itu menangis dalam diam. Hatinya berat untuk meninggalkan putrinya, namun ia juga tidak bisa membawa sang putri bersama dengannya menuju alam baka.

Keesokan harinya

Pagi ini para penduduk panti Nami-Uzu digemparkan dengan keberadaan sosok mungil berambut indigo dan mata lilac di teras panti.

Semua penghuni itu berebutan guna melihat saudara baru mereka.

"Nee-san aku ingin melihatnya" ucap gadis menggoyangkan tangan Nee-san yang menggandengnya.

"Kita harus mengantarkan bayi ini pada karin-nee dulu yah, Yuki " Nee-san mencoba memberi pengertian pada sang adik untuk mengantarkan bayi mungil itu pada pengurus panti.

Yuki mengangguk. Ia berjalan mengikuti sang kakak yang mengendong adik bayinya. Namun, langkahnya semakin cepat kala sebuah kertas jatuh dari selimut adik bayinya.

"Nee-san ini kertas apa?" Tanyanya polos.

"Nee-san juga tidak tahu, kita berikan pada Karin-Nee ya..."

"Okiiii!!!!"

Tok

Tok

Tok

"Masuk " ucap seseorang didalam ruangan tersebut.

"Oh Amae-chan, Yuki-chan ada apa?"

"Karin-nee kami menemukan adik bayi diluar tadi" ucap Yuki dengan ekspresi bahagianya .

"Oh ya? Adik bayinya Yuki-chan" Tanya Karin berpura-pura tidak tahu untuk menyenangkan gadis mungil di depannya.

"Itu dia" Jawab Yuki menunjuk bayi yang digendong Amae.

"Wah adik bayinya sangat menggemaskan seperti Yuki-chan" Karin mengambil alih sang bayi dari gendongan Amae.

"Nee-san kami menemukan ini tadi," Amae memberikan sebuah kertas yang tadi ditemukan Yuki.

"Terima kasih Amae-chan, Yuki-chan. Nah sekarang kalian cepat temui kushina kaa-san, katanya dia mau memberi kalian hadiah lohh"

"Benarkah?" Tanya Yuki antusias

"Nee tentu saja!!!"

Dengan kilat, keduanya berlari keluar dari ruangan Karin.

"Bayi yang manis, semoga kau betah tinggal di sini, Sayang..."

To be Continue

Setelah sekian lama, saya memutuskan untuk merevisi semua cerita yang saya miliki.
Jika ada typo atau lainnya jangan sungkan komen ya....

Love For LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang