Naruto POV
Ku buka mata shapire turunan dari Minato Tou-chan. Aku harus bangun sebelum nyonya di rumah ini membuatku tuli dengan suaranya yang menggelegar itu.
"NARUTO!!!" Ku tutup kedua telingaku, sebelum telingaku tak berfungsi lagi.
"Iya-iya, Naru sudah bangun, Kaa-chan!" Jawabku dengan malas.
Ku langkahkan kaki menuju dua orang yang kini tengah bercengkrama di meja makan.
"Selamat pagi, Kaa-chan Tou-chan. Naru berangkat joging dulu." Ucapku meminta izin pada mereka.
"Hn" jawab Tou-chan dengan makanan yang masih ada di mulutnya.
"Tak sarapan lagi?" Tanya Kaa-chan.
Aku hanya membalas ucapan Kaa-chan dengan gelengan kepala, setelah itu langsung ku langkahkan kakiku meninggalkan mereka berdua.
Inilah yang menjadi rutinitas baruku selama dua minggu ini, sebenarnya aku malas untuk berlarian sepagi ini. Tapi, demi melihat gadis yang kucintai aku rela melakukannya.
Terdengar sangat aneh, tapi inilah faktanya.
Dan seperti dugaan ku, gadisku ada di sini. Dengan sepeda ontel-nya, ia melemparkan koran-koran langganan.
Iya, dialah gadisku. Gadis bisu yang sejak kecil selalu ku bully. Dialah gadisku, orang yang kucintai setelah keluargaku. Dia Hinata, gadis manis yang berhasil menyinari hidupku yang buram.
Sejak kecil aku selalu membully nya, tapi bukan karena benci. Aku melakukan itu karena kesal. Saat kecil, kami selalu bertiga Aku-Sasuke-Hinata. Aku selalu kesal padanya karena selalu dekat dengan Teme dari pada aku.
Terdengar konyol bukan?
Saat pertemuan pertama kami di pantai, aku terpesona pada wajah ayu dan lembutnya. Wajah itu bagai bidadari dengan mata besar.
Aku sempat menyebutnya anak sombong, karena ia tidak menjawab sapaan ku waktu itu. Tapi sekarang aku mengerti, mengapa ia tak menjawab sapaan ku dulu.
Empat belas tahun di Amsterdam, membuatku sangat yakin bahwa aku sangat mencintainya.
Aku sungguh sangat tersiksa ketika kami berjauhan. Dan hatiku merasa kosong kala aku tak bisa melihat wajahnya yang ayu.
Kerinduanku sedikit terkikis kala Karin-nee selalu memberitahuku tentang kabarnya. Memberiku potret perkembangannya. Potret yang mampu membuat hatiku berdebar ketika menatapnya.
Dialah yang membantuku mengirimkan semua informasi tentangnya. Tapi itu tak berlangsung lama, karena saat ia memasuki jenjang Senior High School, ia memutuskan keluar dari panti. Saat itulah aku tak mendengar kabar tentang gadisku lagi.
Naruto end POV
....
14 Maret 2018
Sudah satu bulan berlalu Naruto, Sasuke dan Hinata kembali bersama. Mereka menghabiskan waktu bersama mengenang masa kecil, juga mengobati rasa rindu yang kian membesar.
Banyak orang mengatakan, "tidak ada persahabatan diantara laki-laki dan perempuan." Dan pepatah ini juga berlaku untuk mereka bertiga. Sejak awal kisah cinta membelenggu mereka bertiga. Membuat mereka tidak bisa keluar dari segitiga yang menghubungkan cinta ketiganya.
Dengan latar atap gedung TOU serta suasana yang menyejukkan kala itu, Naruto dan Sasuke menatap seorang gadis yang terduduk di sebuah kursi panjang taman belakang TOU yang didampingi oleh tumpukan buku-buku ilmiah.
"Seharusnya kita bisa menebak ini dari awal." Ucap si pirang, Naruto membuka suaranya.
"Kau benar, Dobe" balas si raven, Sasuke.
"Kita mencintai gadis yang sama!" Gumam Naruto lirih.
"Seperti yang pernah ku katakan padamu dulu, 'jika kita mencintai gadis yang sama, kita akan bersaing secara sehat tanpa merusak persahabatan yang sudah kita bangun dari kecil.'" Ucap Sasuke, mengingat ucapan yang pernah dikatakannya dulu.
"Kau benar, Teme"
"Hanya dia yang bisa menentukan siapa yang akan menang diantara kita.
Kau atau aku!
Dia yang dapat menentukan nasib persahabatan kita kedepannya.
Apakah semakin dekat atau sebaliknya!" Naruto terus berbicara tanpa memandang lawan bicaranya. Pandangannya tetap terfokus pada gadis dengan tumpukan bukunya."Hn"
"Tapi kita harus berjanji satu hal, Teme!" Kini si pirang menunjukkan semangatnya.
"Jika Hinata memilih salah satu dari kita, maka jangan ada pertengkaran ataupun permusuhan diantara kita! Sebaliknya kita harus saling mendukung meskipun salah satu dari kita terluka." Ucap si pirang panjang lebar.
"Bagaimana?" Lanjutnya sambil mengangkat tangan kanannya pada Sasuke.
"Janji!" Ucap si raven menyambut jabatan tangan si pirang tanda bahwa mereka sepakat dengan keputusan yang mereka ambil.
"Dan kini nasib kita ada ditangannya. Bersiaplah untuk patah hati, Namikaze Naruto!" Ucap Sasuke setelah mereka melepaskan jabatan tangannya.
"Hahahaha!!
Jangan terlalu percaya diri, Uchiha Sasuke.
Bukan aku yang akan patah hati, melainkan kau!!" jawab Naruto tak mau kalah."Kita lihat saja, siapa cepat ia dapat!"
"Dan akulah yang akan mendahului mu!! Sebentar lagi Hinata-Hime akan menjadi milikku!! Bersiaplah menangis, Teme!"
"Terserah kau, Dobe!
Berkhayal lah dari sekarang untuk hidup bahagia dengan gadisku.
Karena setelah Hinata menjadi milikku nanti aku tidak akan pernah mengijinkan mu memikirkan bahkan menemui Hinata!!!""Cihh...gadisku"
"Itu kenyataannya, Dobe!
Menyerah lah dari sekarang!!""Itu takkan pernah terjadi, Teme!!
Sebaliknya kau yang harus menyerah, karena sebentar lagi Hinata akan menjadi milikku!""Aku tidak akan membiarkan itu terjadi, Dobe!!"
"Kita lihat nanti!"
Masih dengan perdebatan absurd mereka, kini keduanya membaringkan diri di atas lantai atap gedung Fakultas administrasi bisnis. Mengalihkan pandangan mereka pada gadis indigo dibawahnya, Hinata yang kini mendoakkan wajahnya menatap langit cerah berwarna biru yang tidak secerah kehidupannya.
To be Continue...
KAMU SEDANG MEMBACA
Love For Life
Fanfic©Masashi Kishimoto NaruHina sight SasuHina Perjalanan ini memang membutuhkan pengorbanan baik itu jiwa, raga maupun rasa. Siapapun yang ikhlas menjalaninya, maka balasannya akan lebih baik dari pengorbanan yang dibuatnya. ....