Bab 7 - Kamu Tidak Sendirian, Bro

128 6 0
                                    

"Ting, tong! Ting, Tong!" Pengeras suara di stasiun Sudirman.

"Kereta tujuan Tanah Abang mengalami keterlambatan dikarenakan signal masuk."

Suara pemberitahuan dari stasiun Sudirman disambut oleh keluhan dari para penumpang. Tidak biasanya kereta datang terlambat. Sehingga membuat sebagian penumpang kecewa.

Aku berdiri di peron yang berada tepat di depan mini market. Mata mulai berseliweran, berusaha untuk membuang kebosanan. Memperhatikan penumpang lainnya.

Berharap masih ada jodoh di stasiun ini.

"Oii,.." Sapa seseorang dari belakang sambil menyolekku dengan pelan.

Nia adalah teman bareng di kereta. Dia masih tersengal-sengal diburu napasnya. Dia berlari agar tidak tertinggal kereta. Ternyata keretanya malah datang terlambat. Dia menghapus keringat dari wajahnya sambil mengibaskan tangannya untuk mencari angin dingin yang menyegarkan.

"Keretanya telat ya??" Nia terkejut histeris, setelah barusan dia mendengar informasi.

Perutku mulai terasa tertusuk-tusuk benda tajam. Sepertinya maag akan kambuh. Dari siang hari aku belum makan. Meeting seharian di luar kantor menyebabkan aku tidak dapat menemukan makanan warteg yang murah meriah.

"Makan yuk?" Ajakku. "Lapar nih. Lagipula keretanya masih lama."

Nia berpikir seribu kali, saat aku mengajaknya makan.

"Enggak ah,.." Tolaknya.

"Kenapa?" Tanyaku.

Dia hanya nyengir dengan lebar sehingga terlihat giginya yang dipenuhi oleh rantai kapal.

"Aku sedang berhemat, Ndra."

"Kenapa?" Tanyaku lagi dengan penasaran.

Dia tersenyum dengan malu-malu. Aku sangat mengenal Nia yang suka kuliner di pinggir bantaran kali. Dia sangat menyukai makanan. Jadi tidak mungkin, dia membiarkan perutnya berteriak karena kelaparan.

"Adekku, Ndra..." Sahutnya berbisik pelan.

Aku menanggapinya dengan santai dan tanpa dosa, "oh, HAMIL??"

"????"

"Adekku cowo!!!"

"Lah, terus kenapa?" Aku berusaha untuk mengorek informasi darinya.

"Adekku baru mau masuk ke universitas swasta. Dia gagal masuk ke universitas negeri. Biaya uang masuknya sangat mahal. Uang tabunganku tidak cukup. Sedangkan Ibuku hanya seorang Ibu rumah tangga yang tidak punya penghasilan." Jelasnya.

Nia sudah tidak memiliki seorang Ayah. Ayahnya meninggalkannya semenjak dia duduk di bangku kuliah. Sejak saat itu, keluarganya hanya bersandar pada tabungan yang ditinggalkan Ayahnya. Pada saat Nia sudah bekerja, dia menjadi tulang punggung keluarga.

"Apakah kamu sudah ada uangnya?" Tanyaku lagi.

Mukanya terlihat lesu dan sedih. "Belum."

"Kamu mau pinjam uangku?" Spontan aku bersimpati dan berbasa-basi.

"Terima kasih ya, Ndra." Dia tersenyum sambil menepuk bahuku. "Biar Allah yang kasih jalan. Dia pasti punya solusi. Dia punya rezeki untuk adikku."

Gara-gara keceplosan akan meminjamkannya uang. Aku langsung mengelus dada. Begitu dia menolaknya. Padahal aku juga sedang tidak punya uang. Jika dia benar-benar menagihnya, maka aku yang akan keblangsak.

Nia benar-benar luar biasa. Dia menyandarkan diri hanya pada Allah. Dia mampu berpikir positif. Dia yakin bahwa pertolongan dari Allah pasti akan datang. Sedangkan aku sudah banyak mengeluh.

Kado Buat Emak Dari TuhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang