Bab 35 - Sebuah Solusi

83 6 0
                                    

Hari ini tidak seperti biasanya aku datang terlambat ke kantor.

Waktu sudah menunjukan pukul 09.13 WIB, aku baru tiba dikantor. Kabut malas sudah menutupi semangatku untuk tetap bekerja di perusahaan ini. Kebersamaanku dengan GITEK sudah di tepian penghujung waktu.

Rencananya setelah lulus sidang tesis, aku akan mengajukan surat resign. Ini sudah menjadi obat bagi pekatnya dalam penat hati yang sudah berkarat hampir setahun.

Dan aku sudah tidak perduli lagi, apakah GITEK akan membayar gajiku atau tidak?

Aku melihat muka-muka masam di wajah setiap karyawan. Sebenarnya sudah terbiasa melihatnya di setiap pagi. Penuh dengan keluhan tanpa solusi. Tapi mereka tetap bertahan. Kali ini berbeda. Lebih pekat dan lebih panas dari sebelumnya dan bercampur emosi dan frustasi.

Apakah mungkin karena kemampuan finansial karyawan yang sudah tidak sanggup lagi? Berbulan-bulan bekerja tanpa digaji. Terkadang dipaksa lembur sampai malam. Bahkan ada yang berhari-hari harus menginap di kantor untuk menyelesaikan proyek.

Semua karyawan yang tersisa, berkumpul di pojokan ruang kerja di lantai dasar. Berbisik dan terlihat serius dengan kepasrahan.

"Kamu kemana saja sih, mas?" Omel Mbak Elis.

"Makanya jangan telat-telat datangnya, mas." Febrianti ikut menimpalinya.

"Bu Dara resign, mas." Firda menyela.

Aku langsung menarik napas panjang setelah mendengarnya.

Yang tersisa di perusahaan ini hanya aku, Wandi, Febrianti, Elis, Danang, Maman dan Firda. Dari Management hanya Pak Pur, Mas Dirga, Pak Ardiono, dan Pak Bayu. Bu Fera sebagai direktur operasional sudah mengundurkan diri satu bulan yang lalu.

"Mas Kawindra." Seru Firda dengan merunduk. "Saya akan mengundurkan diri juga."

"Kenapa?" Sahutku dengan terkejut.

Pertanyaan bodoh yang kutanyakan padanya. Tetapi di dalam pikiranku, Firda adalah satu-satunya developer di timku. Siapa lagi yang akan mengerjakan aplikasinya tanpa Firda? Karena dalam kondisi sekarang, tidak akan mungkin merekrut karyawan baru.

"Orang tua saya sudah tahu. Kalau selama ini, saya bekerja tidak di gaji. Mereka marah-marah dan kecewa. Mereka meminta saya keluar dari pekerjaan. Tidak ada yang bisa dipertahankan disini. Lebih baik, saya melanjutkan kuliah S1 lagi."

Begitu juga dengan Dadang dan Maman, "Kita juga." Seru mereka bersautan.

"Kalau saya mau mengurus suami dan anak." Timpa Mbak Elis sambil bercanda. "Saya mau jadi ibu rumah tangga yang baik."

"Kalau saya mau nikah aja. Setelah ini cari suami yang kaya raya." Febrianti menimpali sambil terkekeh.

Kemungkinan hanya Wandi dan management yang tersisa dan yang akan tetap bertahan. Mereka merasa perusahaan masih bisa terus bertahan. Menurut mereka, ini hanyalah cobaan sementara.

"Kapan kalian akan resign?" Tanyaku.

Mereka serempak menjawab, "Kemungkinan bulan depan."

"Bulan depan??" Jawabku terbengong-bengong.

"Sama juga bencreng!! Aku pikir kalian pada mau resign sekarang juga."

"Aku dengar info penting dari manajemen." Mbak Elis membuka rahasia.

Semua terdiam mendengarkan dengan penuh seksama.

"Kemungkinan kita harus pindah dari ruko ini, karena ruko ini akan disita. Perusahaan sudah tidak sanggup membayar uang sewa ruko selama beberapa bulan. Tidak hanya itu, tagihan listrik, telepon dan internet juga belum dibayar."

Kado Buat Emak Dari TuhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang