Bab 26 - Kuesioner Berdarah

76 7 1
                                    

"Kereta akan segera diberangkatkan, mohon setiap penumpang agar segera naik ke dalam kereta. Dan mohon penumpang tidak memaksakan diri untuk masuk ke dalam kereta. Karena kereta pemberangkatan selanjutnya sudah berada di stasiun Serpong."

Suara pemberitahuan membahana keseluruh stasiun sudimara.

Aku berlari tergopoh-gopoh dengan membawa banyak kertas fotocopy'an. Sebagian kertas yang sudah tidak muat disimpan di dalam tas, sehingga aku membawanya dengan kantung plastik yang diletakan di atas kepala mirip dengan mbok jamu yang sedang berlari tunggang langgang karena dikejar anjing.

"Bawa apa, Ndra?" Tanya Linda, saat tidak sengaja bertemu di kereta.

"Ada deh." Balasku cuek.

***

Sesampainya di kantor.

Banyak meja kerja dan ruang kosong yang sudah ditinggalkan oleh penghuninya. Sehingga semua ruang kerja karyawan dipindahkan ke lantai 1. Management tetap di lantai 2. Lantai 3 dibiarkan kosong. Lampunya sengaja dimatikan. Kantor pun terasa menjadi angker.

Awalnya aku sangat berharap pada GITEK untuk kemudahan dalam mengambil penelitian tesis. Tapi karena banyak karyawan yang resign. Sehingga jumlahnya sudah tidak sesuai yang diharapkan.

Ada perasaan menyesal. Kenapa tidak dari dulu, aku resign dari perusahaan ini?

Aku berdarah-darah sampai berbulan-bulan, Hidup dan mati hanya dengan uang seadanya. Sekarang data untuk sample penelitian tesis yang paling kuharapkan, kuotanya saja tidak memenuhi target.

Aku menemui Firda di mejanya. Kemudian memberinya kuestioner penelitian tesis.

"Apaan ini, mas?" Tanyanya sambil membolak-balikan lembaran kuesioner.

"Itu kuesioner penelitian." Jawabku. "Tolong diisi ya."

"Aku ngisi juga ga?" Potong Mbak Elis dan Febrianti. Kepalanya menyembul dari lobi.

"Enggak, makasih." Jawabku. "Kuesioner penelitannya hanya untuk bagian IT."

"Yah!" Sahut Mbak Elis dan Febrianti kecewa. "Padahal kita juga pengen ngisi."

Dari total 100 kuesioner hanya baru didapat 1 kuestioner yang telah diisi oleh Firda. Sisanya masih 99 kuesioner. Tumpukan kertas kuestioner masih menumpuk di meja kerja.

Target selanjutnya adalah Pak Ardiono.

Aku mengetuk dinding gypsum ruangannya yang tidak memiliki pintu.

"Ada, Ndra?" Tanyanya.

"Mohon bantuannya untuk mengisi kuestioner tesis saya, pak."

Aku memberikan lembaran kuestionernya.

"Tidak ada masalah gajikan?" Tanyanya.

"Aman, pak."

Target selanjutnya adalah Mas Dirga.

Kepulan asap rokok terlihat sampai keluar dari ruangannya yang berkabut. Dia tidak dapat bekerja tanpa asap rokok. Bau kentut senyaring apapun, tidak akan mampu mengusir bau asap rokok di dalamnya.

"Mohon bantuannya untuk mengisi kuestioner tesis saya, mas."

Dia mengambil lembaran kuestioner dan membolak-balikannya. Dia membaca sepintas garis besar dari isi penelitianku.

"Saya enggak dulu, Ndra." Dia langsung duduk selonjoran di kursi besarnya sambil menghisap dalam-dalam rokok yang membuatnya terbatuk-batuk.

"Enggak dulu? Lah?? Inikan bukan MLM, mas." Protesku.

Kado Buat Emak Dari TuhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang