Bab 38 - Tepian Surga

90 7 0
                                    

Aku melihat Pak Pur dari kejauhan. Dia semakin menjauh dari café. Dia menuruni escalator dengan berjalan cepat dari lantai ke lantai. Sepintas terbesit, terlihat mukanya memerah seperti marah yang bercampur dengan kesedihan.

Aku berusaha mengejarnya. Tapi Pak Pur berjalan terlalu cepat. Dan jarak antara kami terlalu jauh. Suasana Mall Ambasador juga sedang ramai, sehingga membuatnya lebih sulit untuk mengejarnya.

"Pakkk!" Aku berusaha memanggilnya. "Pak Pur!"

Dia masih tidak mendengarnya. Aku harus berpikir cepat untuk menghentikannya. Awalnya aku ingin meneriakinya 'copet'. Tapi takutnya, Pak Pur malah digebukin orang.

"Pak Pur!!" Aku masih mencoba berusaha memanggilnya.

"Slip gaji ketinggalan!!"

Dia pun langsung berhenti dengan segera dan matanya clingukan mencari suara yang barusan meneriakinya.

"Kamu toh!!" Serunya kecewa. Dia berpikir gaji tambahannya melayang.

Muka Pak Pur terlihat bersedih. Sepertinya bukan saat yang tepat untuk bicara tapi aku khawatir tidak akan sempat untuk menyampaikannya.

"Bapak kenapa?" Tanyaku bersimpati.

"Tidak apa-apa." Balasnya.

"Apakah kamu dipertahankan oleh management untuk tetap bekerja di GITEK?" Tanyanya.

Aku mengangguk. "Tapi saya mengundurkan diri. Bagaimana dengan Bapak?"

Dia menggelengkan kepala.

"Dapat pesangon?"

"Alhamdulillah." Jawabnya kecewa. "Hanya mendapatkan setengah gaji beserta 3 buah bangku kantor."

"Pesangonnya 3 buah bangku kantor?" Aku terkejut mendengarnya. "Apes amat!"

Dia malah tertawa. Padahal aku mendapatkan 2 bulan gaji dan masih dipertahankan oleh Management. Tidak sampai hati, jika aku harus mengatakan yang sebenarnya.

"Iya. Itu gara-gara idemu untuk lelang perabotan kantor ke karyawan." Keluhnya. "Management malah berpikir bahwa barang-barang yang tidak laku dilelang maka akan dijadikan pesangon untuk karyawan yang di PHK."

"Lah malah nyalahin orang." Protesku kepadanya.

"Ada yang mau saya bicarakan." Tegasku. "Penting!"

"Baiklah." Balasnya.

"Bagaimana kalau kita solat dulu, pak." Aku memperlihatkan jam tangan yang telah menujukan waktu pukul 12.30 WIB.

Pak Pur hanya merenyitkan dahi. Sebenarnya dia mau menolak tetapi tidak enak dan malu.

***

Akhirnya kami solat di musolah mall. Di dalam musolah hanya ada aku dan 3 orang wanita.

"Mas, apakah solatnya sudah bisa dimulai?" Tanya salah seorang wanita.

"Tunggu sebentar lagi ya, Mbak." Jawabku. "Imamnya masih wudhu."

Tak lama kemudian, Pak Pur tiba di depan musolah. Dia melihat dari pintu musolah. Terlihat hanya ada aku dan 3 orang wanita. Kemudian dia masuk dan langsung Iqamah.

"Lah!! Jadi aku dunk imamnya." Keluhku, saat dikerjai oleh bocah tua nakal.

Pak Pur langsung berdiri di barisan makmum dan mempersilahkanku menjadi imam.

"Asem.. Asem!"

"Sekarang kita mau kemana?" Tanya Pak Pur setelah selesai solat.

"Mau minum kopi, pak?" Tanyaku balik.

Kado Buat Emak Dari TuhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang