Bab 22 - Di Sidang Calon Mertua

74 5 0
                                    

Pada pukul 11.10 WIB, aku dan Tommy telah tiba dirumah Pipit.

Pipit menunggu di depan teras rumah dengan perasaan cemas. Sebenarnya dia tidak setuju, jika Tommy harus jujur kepada orang tuanya. Dia pun juga belum memberitahukan yang sebenarnya kepada orang tuanya.

Pipit khawatir akan berdampak pada pernikahaannya yang tinggal beberapa bulan lagi. Awalnya, Pipit meminta Tommy untuk segera mencari pekerjaan yang baru. Tetapi sudah beberapa bulan, Tommy tetap menganggur.

Sebenarnya Tommy dan Pipit sepakat menyembunyikan dari kedua orang tuanya. Tapi Tommy takut mengecewakan calon mertuanya. Sehingga Tommy tetap bersikeras pada kejujuran.

Tommy ingin pernikahan yang berkah.

"Tom, kamu ngapain sih?" Pipit menjegatnya di depan pintu pagar. "Nanti kamu juga dapat pekerjaan baru lagi. Yang penting kamu fokus mencarinya."

"Aku cuma pengen jujur sama orang tua kamu." Balasnya.

Tommy ingin memasukan motornya dan aku mengikutinya sambil membawa kerdus besar yang berat dibelakangnya. Tetapi Pipit melarangnya dengan menutup pintu pagar.

"Kamu tega ya." Pipit bersikeras.

"Aku hanya tidak mau mereka kecewa, Pit." Tommy juga tidak mau mengalah.

"Bagaimana jika terjadi apa-apa dengan orang tuaku. Mereka pasti akan shock mendengar kamu menjadi pengangguran." Pipit malah tambah kesal.

Tidak ada dari mereka yang mau mengalah. Sehingga pertikaian tidak kunjung berakhir dan malah bertambah sengit. Kakiku sudah gemetar dan hampir turun berok karena mengangkat kardus besar yang berat berisi undangan.

"Kamu tega ya." Bentak Pipit.

"Kamu yang tega." Bentak Tommy tidak mau mengalah.

"Kalian berdua yang tega!" Bentakku.

Tommy dan Pipit melongo.

"Lah, apa urusannya dengan kamu?" Sahut mereka berbarengan.

"Dalam waktu 5 detik, pintu tidak dibuka. Ini kardus akan kubuang ke comberan."

Mendengar keributan, kedua orang tua Pipit keluar dari rumah.

"Kawindra! Kenapa kamu marah-marah?" Tanya Ibunya.

"Lah! Kenapa ane jadi yang kena?"

***

Persidangan pun dimulai.

Kami semua duduk diruang tamu. Tommy dan Pipit duduk berhadapan dengan kedua orang tuanya. Sedangkan aku duduk sendiri di sudut kanan ruang tamu.

Pipit memberi kode ke Tommy dengan menginjak-injak dan meremas kakinya.

Injakan kaki Pipit yang bertenaga onta, membuat mata Tommy merem-melek. Yang justru malah membuat orang tua Pipit menjadi ilfil.

Tommy menarik napas panjang, sambil tertunduk.

"Om dan Tante, sebenarnya ada yang ingin saya katakan sejujurnya."

Melihat seperti ada yang tidak beres, Ayahnya langsung menatapnya tajam.

Pipit juga ikut menunduk karena merasa bersalah. Dia tidak pernah berbicara yang sejujurnya mengenai keadaan Tommy sebenarnya.

Aku pun juga ikut menunduk.

Tertunduk bingung. Apa urusanku disini?

"Ndra, Aku mau membahas sesuatu yang penting dengan orang tua Pipit." Usir Tommy. "Tolong, kamu bisa keluar dulu sebentar."

Kado Buat Emak Dari TuhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang