"Mas, sudah siap belum?" Tanya mama sambil mengetuk pintu kamarku, "Papa sudah di depan rumah, sedang memanaskan mesin mobil."
"Iya, ma." Balasku sambil merapihkan baju putih berlengan panjang. "Hanya tinggal merapihkan toga kok."
Aku melihat baju wisuda yang terpajang di depan pintu. Aku menarik nafas panjang. Akhirnya aku mengenakan baju kelulusan yang sudah ditunggu selama 1 tahun yang lalu. Baju yang didapatkan dengan perjuangan panjang. Baju inilah yang menentukan babak baru dalam hidupku.
Saat teringat sewaktu ujian sidang tesis, membuatku tersenyum sendiri. Sidang tesis di kampusku adalah sidang terbuka yang dapat dilihat oleh semua orang. Beberapa temanku ikut hadir untuk melihat berjalannya sidang tesis.
Sidang ini dikhususkan untuk mahasiswa aselerasi yang ujian tesis di semester 3. Hampir semua mahasiswa yang mengambil sidang tesis di semester 3 mengikuti ujian. Kecuali Bagus.
Dalam pertengahan jalan, dosen pembimbing meminta Bagus untuk menambahkan variabel baru. Ternyata variabel barunya tidak semudah yang dibayangkan. Sehingga membuat Bagus gagal menyelesaikan tesisnya. Karena variabel tesis sebelumnya, dianggap terlalu mudah sehingga anggapan dosen pembimbingnya akan membahayakannya saat sidang tesis.
Akhirnya mimpi Bagus untuk lulus disemester 3 harus kandas. Sedangkan aku yang terseok-seok diawalnya. Sekarang mampu berjalan lenggang kangkung menuju sidang tesis.
Masih lekat dalam ingatan dikepalaku, kejadian sewaktu aku menunggu sidang tesis di depan ruang ujian bersama beberapa teman yang juga akan ujian. Ditemani beberapa pengawas dan teman-teman yang akan menonton jalannya sidang.
Kita duduk bersama dan mengobrol santai. Beberapa mahasiswa angkatan diatasku, ada yang membocorkan tips dan trik saat sidang. Para pengawas pun juga kooperatif. Mereka malah membuat lelucon kejadian saat sidang sehingga membuat suasana tegang menjadi cair.
Mereka memaksa kami melakukan permainan untuk melupakan stres sejenak dan melancarkan peredaran darah. Kami pun terbawa dalam permainannya. Diantara kami ada yang bermain petak umpet. Kemudian bercanda sampai saling dorong-mendorong. Yang akhirnya terjadi bacok-bacokan.
Penyakit grogiku muncul sebelum ujian yang menyebabkan kantung kemih bocor alias beser. Aku harus bolak-balik ke WC dalam rentan 1-3 menit. Rasanya seperti ingin mengeluarkan 8 liter air, walaupun implementasinya hanya setetes sampai dua tetes.
Karena aku terlalu sering ke WC membuat salah satu pengawas ujian curiga. Dia pun mengikuti semua gerak-gerikku.
Aku ke WC.
Dia pun ikut ke WC.
Aku buang air kecil.
Dia pun mengikutinya dengan pura-pura buang air kecil.
Setelah dia mengikutiku sampai delapan kali masuk WC, akhirnya dia menjadi kehabisan kesabaran.
"Mas, ngapain dari tadi bolak-balik ke WC?" Ketusnya.
"Mau buang air kecil, mas." Jawabku dengan tenang.
"Yakin?" Tanyanya seakan tidak percaya.
"Yakin, mas." Protesku, sambil merapihkan celana. "Iya kali, saya mau pasang sesajen diatas jamban??"
Pintu ruang sidang terbuka. Protokol sidang mempersilahkan semua peserta ujian maupun para penonton untuk memasuki ruangan.
4 meja besar tersusun di depan. Meja-meja yang dikhususkan untuk dosen penguji. Dan ada 1 meja di sebelahnya untuk doses pembimbing. Para peserta dan penonton duduk dengan tenang di tempatnya.
Aku menarik napas panjang dengan penuh kelegaan. Sebuah harapan dalam penantian panjang. Walau aku belum lulus ujian tetapi setengah beban di hati sudah hilang.
Sidang akan segera dimulai. Pengawas meminta semua buku-buku dan tas peserta ujian sidang agar dikumpulkan di depan ruang sidang. Setiap peserta hanya boleh membawa bahan materi ujian.
Aku memasukan buku-buku ke dalam tas. Kemudian aku membaca doa sesudah belajar.
Berikut doa sesudah belajar :
"Allahumma innii istaudi'uka maa allamtaniihi fardudhu ilayya 'inda haajati ilaihi walaa tansaniihi yaa robbal 'aalamiin"
"Ya Allah,sesungguhnya aku titipkan kepada-Mu apa yang telah Kau ajarkan kepadaku, maka kembalikanlah ia kepadaku ketika aku membutuhkannya. Dan janganlah Kau buat aku lupa padanya hai Tuhan yang memelihara alam."
Satu persatu, nama-nama peserta ujian dipanggil. Aku mendapatkan nomer urut 5 dari 7 peserta. Urutan yang paling tanggung. Mahasiswa yang ke bagian urutan terakhir terlihat sudah mulai kejang-kejang.
Begitu peserta urut nomer 4 membacakan kesimpulan setelah dibantai dengan banyak pertanyaan. Napasku mulai memburu banyak oksigen. Jantung berdetak semakin kencang.
Inilah akhir dari sebuah mimpi menuju awalan yang baru.
Begitu namaku dipanggil, aku menuju ke meja sidang sambil membaca doa.
قَالَ رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِي يَفْقَهُوا قَوْلِي
Robbis rohlii shodrii, wa yassirlii amrii, wahlul 'uqdatam mil lisaani yafqohu qoulii'
Ya Tuhanku, lapangkanlah dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, agar mereka mengerti perkataanku" (QS. Thoha: 25-28)
Aku berdiri di depan meja sidang. Tanpa ada sedikitpun keraguan.
***
Sidang telah selesai. Tidak ada satu kendala apa pun alias lancar jaya. Dosen pengujinya sangat bersahabat. Tidak seperti pada mahasiswa sebelumnya yang dibantai habis.
Pak Hamzah menemuiku di depan pintu ruang siang. Dia menepuk bahuku dengan bangga. 3 orang mahasiswa bimbingannya telah lulus. Sedangkan mahasiswa bimbingan Pak Hari hanya 1 orang yang lulus.
"Gimana ujiannya?" Tanyanya dengan senyum semeringah.
"Alhamdulillah, pak." Jawabku.
Ternyata Bagus telah menungguku di luar gedung. Dia menemuiku.
"Selamat ya, bro." Serunya sambil menjabat tanganku.
***
Setelah itu, aku baru mengerti jawaban solat Istiharoh. Seandainya jika aku memilih Pak Hari menjadi dosen pembimbingku, mungkin nasibku akan sama seperti Bagus. Jika kelulusanku harus tertunda 1 semester lagi, tentunya akan menjadi hari-hari yang berat.
Apakah mungkin kantor baruku mengizinkan kuliah sambil bekerja? Apalagi jika harus banyak izin tidak masuk kantor untuk menyelesaikan tesis? Ataukah aku harus tetap bertahan di GITEK dengan segala resikonya?
Atau pilihan yang terakhir, apakah aku harus menunda tesis untuk memperbaiki kondisi keuangan dulu?
Solat Istiharoh berfungsi agar Allah menunjukan pilihan yang terbaik. Bukan berarti menghilangkan usahanya. Mungkin kita bisa memperbaiki setiap pilihan-pilihan kita yang salah. Tetapi berapa waktu dan materi yang terbuang akibat pilihan yang salah. Dan berapa materi dan waktu yang harus dikorbankan untuk memperbaikinya.
Aku baru sadar. Bahwa sebenarnya Allah telah menujukan pilihan yang terbaik dalam solat Istiharah. Hanya saja, aku yang tidak mengerti. Kadang solat istiharah tidak langsung memperlihatkan hasilnya. Tetapi butuh proses.
Setelah selesai sidang, aku langsung menuju masjid untuk sujud syukur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kado Buat Emak Dari Tuhan
Fiksi UmumInspired by True Story Kawindra dan Pak Pur yang sedang bekerja di perusahaan yang hampir bangkrut. Mereka sudah bekerja tanpa dibayar berbulan-bulan. Dan Tommy harus di PHK di saat akan menikah. Mungkin mertua dapat memaklumi dan keluarga dapat mem...