Bab 18 - Terima Kasih Bapak Tukang Pijet

102 6 0
                                    

Hari ini aku duduk termenung di atas sajadah setelah solat Tahajud. Menunggu hitungan menit menuju azan subuh sambil membayangkan kisah teman-teman yang telah selesai menerima ujian. Dan sekarang mereka mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik dari sebelumnya.

Aku terus bertanya kepada Allah, "apa yang menyebabkan segalanya menjadi begitu sulit? Kenapa seolah aku seperti tidak melihat jalan keluarnya?"

Semenjak musibah ini berlangsung, aku menjadi lebih sering bangun malam untuk solat Tahajud dan bermuhasabah. Aku menjadi lebih sering belajar untuk mendekatkan diri kepadanya. Mungkin ini adalah sisi baiknya dari musibah ini.

***

Malam ini akan turun hujan. Bahkan awan kelabu dapat menutupi gelapnya malam.

Beberapa bulan telah berlalu. Melewati waktu demi waktu. Hari demi hari. Menit pun berlari melengkapi hitungan detik. Tidak ada satupun yang berubah dari hidup. Perih belum hilang.

Berharap setiap bulan akan menerima gaji, tetapi tidak ada sepeserpun.

Mas Dirga menambahkan kecepatan motornya agar cepat sampai ditujuan sebelum amukan hujan membasahi seluruh Jakarta. Aku menutup mata karena tersiram rintikan air hujan yang sebagian telah menetes. Helm tanpa kaca pelindung, tidak mampu melindung seluruh kepala dari rintikan hujan.

Tadi pagi, bagian keuangan telah mengecek pembayaran proyek-proyek dari beberapa klien. Mereka menemukan ada beberapa tagihan yang belum dilunasi. Mereka meminta pada departemen IT untuk mengirimkan tagihan tersebut.

Akhirnya disepakati, yang kalah dalam undian. Maka harus mengantarkan tagihan ke klien.

Undian dimulai dari suit jepang, hompimpa, sampai dengan domikado mikado eska.

Dan aku yang paling SIAL.

Sehingga seharian aku harus menemani Mas Dirga mendatangi setiap klien GITEK.

Setelah selesai, Mas Dirga mengantarkan aku menuju stasiun Sudirman. Diperjalanan aku menerima kabar dari group pasker di BBM, bahwa kereta tujuan serpong dibatalkan karena ada kereta yang terbakar. Sehingga aku mencoba alternatif lain dengan menggunakan trans Bintaro.

Pasker = Pasukan Kera. Bukan! Maksudnya pasukan kereta.

Biasanya hujan menyebabkan sepanjang jalan di Jakarta macet total. Sehingga alternatif perjalanan pulang menggunakan trans Bintaro.

"Ndra, kamu mau turun di Ratu Plaza atau stasiun Sudirman?" Tanya Mas Dirga.

Aku memilih turun di Ratu Plaza karena akan pulang menggunakan trans Bintaro. Waktu masih menunjukan pukul 18.25 WIB, trans Bintaro baru akan tiba pada pukul 19.00 WIB. Alamat bengok-bengok di halte, gara-gara nunggu trans Bintaro terlalu lama.

Hujan turun perlahan melewati jidatku. Berkali-kali mata kelilipan oleh air hujan. Semua halte tempat untuk berteduh telah penuh. Dengan pasrah, aku menerima rintikan air hujan.

Aku jadi terbayang adegan di film india. Dimana pemeran utama yang sedang galau, akan hujan-hujanan sambil joget dibawah pohon. Tapi jika dibawa dalam realita. Itu jijik banget, bro.

"Jam berapa trans Bintaro akan datang, mbak?" Tanyaku pada penjual karcis trans yang berdiri di Halte bus Ratu Plaza. Dia sedang berdesakan dengan pengunjung lainnya.

"Kemungkinan trans Bintaro akan datang terlambat dikarenakan macet."

JEGER!!

Aku mulai panik.

Kereta mogok. Trans Bintaro datang terlambat. Bagaimana dengan Kopaja?

Tidak mungkin. Terlalu jauh dengan rute kopaja. Karena harus berganti 2 kali kopaja dan 3 kali angkot. Belum dihitung dengan macet, harus berdiri berdesakan dan copet.

Kado Buat Emak Dari TuhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang