"Tinnnn..." Suara klakson mobilku, memecahkan lamunan Andre. Dia sudah sejak lama menunggu di depan warung di pinggir jalan untuk berangkat ke kampus bersama. Aku datang terlambat sehingga membuatnya menunggu lebih lama.
"Lama amat, bro!" Keluhnya sambil meletakan tas yang dipegangnya ke kursi belakang.
"Iya, sob. Lagi banyak pikiran."
"Kenapa?" Tanyanya penasaran.
"Biasalah. Masalah duit dan kebutuhan hidup."
"Aku juga." Andre menimpali.
"Hah! Bukankah kamu sudah enak?" Balasku.
Andre sudah bekerja menjadi pegawai negeri. Tempat yang sudah mapan. Dan jelas masa depannya. Sedangkan aku bekerja di perusahaan konsultan milik keluarga yang hampir bangkrut.
Andre bilang 'aku beruntung', karena salary di perusahaan swasta lebih tinggi. Tetapi aku bilang, 'Andre lebih beruntung karena bekerja ditempat yang mapan'. Itu kenapa rumput tetangga selalu lebih indah dari pada rumput sendiri.
"Kemarin teman-temanku dapat dinas keluar kota." Andre menjelaskan. "Sedangkan aku tidak bisa dinas karena ada perkuliahan. Padahal pendapatan tambahan dari dinas."
Masalah klasik, orang pada zaman sekarang adalah uang. Uang memang bukan segalanya. Tetapi jika hidup di dunia butuh uang. Sandang, pangan dan papan dibeli dengan uang. Bahkan terkadang persahabatan, jabatan, loyalitas dan cinta juga dapat dibeli dengan uang.
Gaji yang belum dibayar selama beberapa bulan, sudah meradang di dalam hidupku. menjalar dan menggerogoti kebahagiaan. Bagaikan kanker, alias kantong kering.
Aku sudah berkonsultasi ke berbagai orang. Dari seorang motivator agar mampu memberikan semangat. Kemudian ke psikiater agar memastikan aku masih waras. Sampai dengan orang gila di jalanan. Untuk memastikan, siapa yang paling gila di antara kami?
Dalam waktu singkat, aku banyak menghabiskan buku-buku motivasi, buku religi sampai dengan buku masak-memasak. Isinya memang indah dibaca, tetapi menyakitkan untuk dijalani.
Sampai hingga kini, aku belum mendapatkan jawabannya.
"Apa yang harus aku lakukan selanjutnya?"
***
"Hoiiiiiii!!!" Panggil Andre. "Ndra!"
Suara Andre memecahkan semua lamunanku.
"Bengong aje. Mana lagi nyetir. Ntar nyeruduk kopaja, bro!!" Omel Andre.
"Nanti kamu jadi pergi ke perkawinannya Gerry?" Tanyanya lagi.
"Enggak tahu, Ndre." Jawabku dengan malas.
Sebenarnya aku agak malas datang ke undangan pernikahan Gerry karena aku tidak tahu jalan dan harus datang sendirian.
"Insya Allah, aku usahakan datang. Gerry juga sahabatku."
"Nah, gitu dunk." Balas Andre. Sebenarnya Andre juga diundang oleh Gerry. Sayangnya, dia tidak dapat datang. Disebabkan hari ini akan dibagikannya kisi-kisi UAS (Ujian Akhir Semester).
"Apakah nanti Nita akan menemanimu?"
Nita akan menggantikan posisi Andre sebagai penunjuk arah buatku yang buta jalan.
***
Dalam perjalanan menuju kampus, aku teringat pengalaman beberapa hari yang lalu.
Pengalaman yang membuat aku lebih bersabar dan bersyukur dalam menjalani ujian ini.
Sepulang dari kantor, Tommy mengajak makan malam di Solaria di Bintaro Plaza. Katanya ada masalah penting yang ingin diceritakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kado Buat Emak Dari Tuhan
General FictionInspired by True Story Kawindra dan Pak Pur yang sedang bekerja di perusahaan yang hampir bangkrut. Mereka sudah bekerja tanpa dibayar berbulan-bulan. Dan Tommy harus di PHK di saat akan menikah. Mungkin mertua dapat memaklumi dan keluarga dapat mem...