Bab 31 - Qabil dan Habil

67 6 0
                                    

Sabtu siang dengan panas gemilang. Aku sedang membaca teori yang akan diuji dalam ujian tesis nanti. Aku sudah menghapalnya di luar kepala. Terkadang jika dalam keadaan tertekan atau grogi saat ujian, maka hapalan akan dapat terlupakan dengan mudahnya. Maka solusinya adalah aku harus sering mengulang mempelajari dan membacanya.

Tanganku menopang kepala yang terasa berat. Bukan karena mengantuk, tetapi sebagian telah lelah menuju kebosanan. Ujian tesis ini membuat harapan hidup yang lebih baik mulai tumbuh dalam jeratan jenuh.

Harapanku nantinya akan berguna untuk mencari pekerjaan yang lebih baik.

"Ceting,.. Ceting.."

Panggilan dari Blackberry. Aku tidak meresponnya. Dan kembali membaca catatan tesis yang mulai tertutupi debu kejenuhan yang menyimpan sejuta harapan.

"Ceting,.. Ceting.."

Panggilan itu datang kembali. Tapi aku tetap tidak perduli. Jenuh membuat catatan hapalan tesis yang tersimpan bertaburan dalam ingatan. Kembali menghilang. Alias bego kembali.

"Ceting,.. Ceting,.." Panggilan terakhir dari BB. Dan Aku tetap tidak perduli.

Dalam waktu singkat, bunyi BBM berubah menjadi panggilan telepon.

"WOI JIMBRONG!" Omelnya di dalam telpon. "Aku sudah menunggu di depan rumahmu daritadi. Baca BBM-ku dunk. Untung aku masih punya sisa pulsa."

"Printermu belum dijualkan?" Tanyanya saat aku menemuinya di halaman rumah.

Dia sedang mengibaskan helmnya karena kepanasan. Panas matahari membuat tubuhnya mengeluarkan butiran embun yang membasahi ketiaknya.

"Masih ada kok." Balasku santai sambil membukakan pintu pagar.

"Tintanya ada?" Tanyanya lagi.

"Ada." Balasku keheranan. "Kenapa memangnya?"

"Numpang ngeprint dunk."

***

Sesampainya di ruang kerjaku, Tommy memberikan flashdisk yang berisi data-data yang harus diprint bersama dengan kertas tempelnya. Tommy mulai mengeprint satu-persatu alamat undangan titipan mertuanya.

Sedangkan aku menunggunya dengan tidur-tiduran di kasur sambil asyik ngupil.

Tommy mulai menceritakan sedikit pengalamannya dalam menyiapkan pernikahannya.

"Ndra, belajar dari pengalamanku." Serunya. "Menikah itu membutuhkan banyak biaya. Kamu harus menyiapkan dana cadangan di luar dari budget yang direncanakan. Aku sudah membelanjakan semua uang untuk peralatan rumah tangga. Tapi aku malah lupa menyiapkan dana untuk bulan madu."

Tommy terkekeh-kekeh. "Sepertinya kita bulan madu hanya di dalam kamar di rumah mertua."

"Iyalah." Jawabku sambil tetap asyik ngupil. "Kau pengangguran. Mana ada uang."

"ASEM!" Balasnya ketus.

"Kamu lebih baik siapkan kado yang spesial buatku." Serunya agak bete.

"Aku pengangguran! Jadi butuh dana tambahan."

"Kalau cerpen perdanaku, boleh?"

"Kaga!!"

Hening!

"Ndra!!" Panggilnya lagi.

"Kemarin aku tidak sengaja membaca cerita tentang kisah Qabil dan Habil. Apakah kamu masih ingat dengan cerita itu?" Tanyanya.

Kado Buat Emak Dari TuhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang