thirty

488 105 24
                                    

senja melirik ke arah hujan yang sedang asyik menggambar tidak jelas di bindernya-iya, di binder senja. sekarang adalah pelajaran terakhir sebelum pulang, namun gurunya izin tidak masuk dan bahkan tidak meninggalkan tugas. rachel dari tadi sudah tidur sambil menyumpal kedua telinganya dengan earphone.

"hujan."

"hm?"

"hari ini gue pulang bareng juan ya."

hujan yang sedang menaruh kepalanya di bantalan lengannya sontak bangun mendengar ucapan senja. "apa?"

"gue pulang sama juan hari ini."

wajah hujan langsung berubah keruh, ia menunjukkan dengan jelas bahwa dirinya tidak suka dengan apa yang baru senja katakan.

"tadi gue ketemu sama dia pas balik dari toilet, terus dia ngajakin pulang bareng," jelas senja santai.

"gak boleh," tegas hujan, ia mengalihkan pandangannya dari senja dan malah menatap halaman binder di hadapannya.

"kenapa?"

"gue gak suka."

senja menghela napas. "gue bakal nolak dia hujan, bilang kalo ini yang pertama sekaligus yang terakhir."

"beneran?" tanya hujan, kembali melihat ke arah senja.

senja mengangguk. "iya."

"serius?" saat senja kembali membalas dengan anggukan, wajah hujan berubah sumringah, senyumannya mengembang hingga matanya menyipit.

senja menyisir rambut hujan dari depan ke belakang dengan tangannya, memperlihatkan bekas luka di pelipis hujan yang selalu tertutup rambut selama beberapa detik.

"you should cut your hair."

hujan menggeleng. "lo tau gua gak bisa potong rambut gue nja."

"why not? lo masih anxious kalo ada orang yang ngeliat bekas luka lo?"

hujan menghela napas pelan. "gue selalu keinget sama kejadiannya setiap kali orang nanya soal bekas luka gue."

senja jadi merasa bersalah. ia tahu bekas luka itu meninggalkan trauma besar bagi hujan. tapi senja tak mau hujan terus-terusan terikat dengan masa lalunya, ia tahu hujan bisa melewatinya. namun mungkin sekarang belum saatnya. "i'm sorry."

"enggak, gapapa."

"enggak, gue beneran minta maaf, gue insensitive sama perasaan lo."

hujan tersenyum. senja benar-benar lembut kepadanya, padahal dirinya sendiri mudah pecah, ia yang seharusnya diperlakukan dengan lembut, bukan hujan.

hujan mengusak rambut senja sebelum menghela napas lega, seolah sedikit bebannya sudah terangkat hanya karena melihat wajah senja.

"makasih."

senja membalasnya dengan sebuah anggukan dan senyuman.

"begini ya, gue tidur, kalian malah romantis-romantisan berdua."

senja dan hujan menoleh, mendapati rachel yang sedang menumpu dagunya dengan tangan di atas meja, menonton mereka berdua dengan pandangan tak terdefinisikan.

"kalian bisa lolos jadi suami isteri tau gak?!"

ucapan rachel menghadiahinya sebuah sentilan di dahi dari senja dan toyoran di kepala dari hujan.

"aww-anjir, kompak banget nyiksa guenya!"

senja & hujan [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang