sixty four

347 73 12
                                    

hujan memencet bel rumah senja dengan gugup. tak lama kemudian mada membukakan pintu untuknya.

mada menatap hujan dengan tatapan yang sulit diartikan. "kakak percaya sama kamu hujan, kakak harap kamu gak nyia-nyiain kepercayaan kakak."

hujan mengangguk. setelah diperbolehkan oleh mada, hujan memasuki rumah dan langsung bergegas menuju lantai atas. ia berhenti di depan pintu kamar senja dan menarik napas dalam-dalam, lalu mengetuk pintu kamar gadis itu.

tak ada jawaban dari dalam. hujan mencoba mengetuk lagi dan masih tidak ada jawaban.

"senja, aku masuk ya," ucap hujan sambil membuka pintu kamar senja secara perlahan. hujan memasuki kamar senja dan membiarkan pintunya terbuka.

hujan menarik kursi dan duduk di sebelah kasur senja. ia merasakan de javu, dulu ia pernah melakukan hal yang sama seperti sekarang. duduk di sebelah kasur senja saat senja sakit.

namun sekarang keadaannya berbeda. mereka bukan orang asing seperti dulu.

senja terlihat tenang saat tidur, wajah cantiknya terlihat damai tanpa beban. walau hujan tahu kenyataannya tidak seperti itu.

hujan selalu memerhatikan raut wajah senja. beberapa hari ini, senja terlihat selalu memaksakan diri. memaksakan untuk tersenyum, memaksakan untuk terlihat baik-baik saja. hujan tahu ini salahnya, ia yang menyakiti senja.

"senja, maafin aku ya," ucap hujan pelan, bukan kepada senja tapi lebih kepada dirinya sendiri. hujan memindahkan sehelai rambut senja yang menempel ke kulitnya karena keringat.

hujan menatap wajah senja sekali lagi sebelum menaruh buket bunga yang ia bawa di nakas di sebelah kasur senja, juga sepucuk surat yang ia tulis dengan sepenuh hati, permohonan maafnya.

hujan menatap wajah senja sekali lagi sebelum menaruh buket bunga yang ia bawa di nakas di sebelah kasur senja, juga sepucuk surat yang ia tulis dengan sepenuh hati, permohonan maafnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"maafin aku."

dan dengan itu, hujan beranjak dari duduknya dan meninggalkan senja yang masih berada di alam mimpi.

+

senja tidak merasa dirinya cengeng. namun akhir-akhir ini ia sering sekali menangis. saat ini pun, membaca surat dari hujan yang ditinggalkan di atas nakasnya, ia tak dapat menahan tangis.

untuk senja, jingga bagi biruku.

senja, aku jahat ya? jinggamu aku sapu bersih dengan biruku. senyummu yang sehangat matahari luntur karena air hujanku.

kamu hangat. aku dingin. kupikir biruku dapat menemani jinggamu di langit, tapi kenyataannya aku hanya menyakitimu. dinginku meluap-luap hingga kamu tenggelam dan hilang.

senja, aku minta maaf. aku jahat.

tapi aku butuh kamu. hujan butuh senja untuk menemaninya. hujan kedinginan, apakah senja mau memberi kehangatannya?

senja, apa kamu mau menerima biruku untuk jinggamu?

milikmu selalu,
hujan.

untuk sebagian orang, mungkin kata-kata di atas akan terdengar menjijikan. tapi senja menyukainya, ia dapat merasakan ketulusan hujan saat menulisnya. baginya, kata-kata itu indah.

hujan sering sekali membacakan puisi-puisi dan sajak-sajak kesukaannya kepada senja, namun ini pertama kalinya senja membaca tulisan milik hujan sendiri.

senja terus membaca surat dari hujan, menenggelamkan kepalanya pada rentetan kalimat singkat yang ditulis hujan.

you always have been the blue to my orange, hujan.

senja & hujan [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang