seventy three

349 76 11
                                    

pintu kamar bernomor 207 itu terbuka, memperlihatkan jean yang membawa sekantung plastik besar.

"aku bawa makanan, ayo sarapan dulu senja, temennya hujan juga."

mendengar kata 'makanan', mata sega yang sudah nyaris tertutup langsung terbuka cepat. "makan!"

riko menggelengkan kepalanya melihat sega, lalu ia beranjak untuk membangunkan rachel. "le bangun, nanti badanmu sakit kayak gini terus."

"ini dari kantin sih jadi mungkin rasanya agak hambar," kata jean sambil tersenyum lebar, memberikan makanan tersebut kepada senja, sega, riko dan rachel yang masih mengumpulkan nyawa.

"makasih kak!" ucap sega bersemangat, yang kemudian diikuti oleh ucapan terima kasih dari tiga orang lainnya.

"sama-sama," balas jean, tersenyum lebar.

saat mereka sedang lahap menyantap makanan mereka, jean yang tidak ikut makan menyadari ada pergerakan kecil di jari-jari hujan.

"hujan?" panggil jean pelan, tangannya meraih tangan hujan yang bergerak.

mendengar jean memanggil nama hujan, keempat sahabat itu langsung menoleh ke arah hujan, meninggalkan makanan mereka.

"hujan kenapa kak?" tanya rachel.

"tadi tangannya gerak, aku panggil dokter dulu ya." dengan segera jean memanggil dokter untuk mengecek kondisi hujan.

tak lama, jean kembali dengan seorang dokter perempuan muda bernama dr. indri yang langsung mengecek tubuh hujan, melihat tanda-tanda vital hujan.

"hujan?"

seolah terpanggil oleh suara senja, mata hujan perlahan terbuka. ia terdiam selama beberapa saat sebelum mengerjap-ngerjapkan matanya.

dr. indri membiarkan hujan mengumpulkan nyawa kemudian bertanya. "mas hujan bisa denger saya?"

hujan menoleh ke arah sang dokter dan mengangguk. kemudian dr. indri memberitahukan senja untuk memberi hujan minum.

"hujan, aku naikkin ya senderannya," ucap senja pelan kepada hujan sebelum memencet tombol untuk menaikkan senderan kasur hujan.

"ayo minum dulu." senja mendekatkan gelas berisi air putih ke bibir hujan, membantunya meminum air tersebut beberapa teguk.

kemudian rachel mengambilkan tisu dan memberikannya kepada hujan. tanpa mengeluarkan suara, hujan berkata 'makasih' kepada rachel sebagai balasan.

"mas hujan melewati hal yang berat kemarin, jadi sekarang mas banyak istirahat dan jangan banyak bergerak," ucap dr. indri sambil tersenyum. "untuk makanan, mas boleh makan apa aja asal bukan junk food, tapi saya sarankan untuk makan makanan dari rumah sakit dulu."

hujan mengangguk.

"sekarang mas hujan kondisinya udah gak apa-apa, udah stabil, diperhatikan aja untuk luka-lukanya ya, kepala dan tangan mas juga dijahit jadi hati-hati bergeraknya. sudah, itu aja."

"makasih banyak dok," ucap senja.

dr. indri mengangguk sebagai balasan, masih memasang senyuman ramah di bibir. lalu ia menoleh pada jean. "jean, ikut saya sebentar?"

setelah jean dan dr. indri keluar dari kamar 207, jean bertanya tanpa basa-basi. "ada apa dok?"

"walinya pasien dimana?"

"ah, walinya lagi ngurusin kasusnya sama kepolisian di tempat kejadian dok."

dr. indri mengangguk mengerti. "saya mau kasih tau, pasien ada gegar otak ringan, tapi gak parah, bukan sesuatu untuk dikhawatirkan. yang saya takut itu mentalnya, saya minta pasien benar-benar diperhatikan, dia... butuh kasih sayang."

senja & hujan [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang