sixteen

555 114 8
                                    

"gue gak laper."

"tapi lo harus makan biar bisa minum obat," ucap hujan. ia memegang mangkuk bubur di tangannya, sudah siap mau menyuapi senja.

"tujuh suap aja, abis itu udah," paksa hujan.

"tiga suap," tawar senja.

hujan merengut tidak setuju. senja terlihat sangat sakit, bibirnya sampai ikut bergetar dan wajahnya merah hingga ke leher, ia harus memaksa senja untuk makan."tujuh, lo gak ada isinya kalo cuma tiga doang."

"tiga suap hujan, atau engga sama sekali."

"lima suap deh gimana?"

senja masih menggeleng tak mau.

"lima suap senja, lo kenapa ngeyel banget sih. lima suap atau gue telepon kak mada?" ancam hujan.

"emang lo punya nomornya?"

"gue bisa minta bi ani."

senja menggerutu, tapi akhirnya ia menurut dan hendak mengambil mangkuk dari tangan hujan. "gue bisa makan sendiri."

hujan menggeleng. "nja, udah gue suapin aja, tangan lo gemeteran gitu."

senja menatap hujan heran. hujan sangat baik padanya hari ini, ia terlihat mengkhawatiri senja. tapi mungkin itu semata-mata karena senja terlihat seperti mau mati.

hujan meniupi bubur pada sendok yang masih panas sebelum mendekatkannya ke mulut senja, tangannya menadahi sendok di bawahnya. "awas panas."

senja membuka mulutnya dan memakan bubur yang disodori hujan.

"enak?"

senja mengangguk.

"badan lo gimana rasanya?"

senja mengangkat bahu dan hujan kembali menyuapi bubur kepada senja.

setelah beberapa suap, hujan kembali menaruh mangkuk bubur di atas meja.

"minum obat nih." hujan memberikan dua obat kepada senja yang langsung ditelan oleh senja tanpa air.

"minum air yang banyak," ucap hujan sambil memegangi gelas berisi air putih ke bibir senja.

"m-makasih."

hujan mengangguk. "kaki lo dingin gak?"

senja yang sudah kembali tiduran mengangguk.

"mau gue pakein kaos kaki? bahaya kalo badan atas lo panas tapi kaki lo dingin."

senja tak menjawab, hanya memandangi seragam hujan yang sejajar dengan arah pandangnya.

senja merasakan sakit di dadanya. ia teringat abrar. abrar yang selalu mengurusinya ketika ia sakit, selalu menyuruhnya memakai kaus kaki agar tidak kedinginan.

hujan mengingatkan senja akan abrar.

"gue ambilin ya?"

"orangtua gue bahkan gak pernah kayak gini...," gumam senja pelan.

"lo ngomong apa, nja?" tanya hujan.

"lo kayak emak-emak, rempong," jawab senja bohong.

hujan tertawa pelan. benar-benar tertawa. matanya menyipit dan bibirnya melengkung cantik. senja tak percaya akan pemandangan di depannya.

hujan ketawa... seorang hujan ketawa, wow.

senja & hujan [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang