sixty eight

365 71 21
                                    

setelah selesai belajar, lima sekawan itu memutuskan untuk pergi ke starbucks untuk melepas penat.

"pesenan kalian," ucap sega sambil menaruh sebuah tray berisi 5 minuman di meja mereka. green tea latte untuk rachel, vanilla frappucino untuk riko, lemonade untuk senja, asian dolce latte untuk hujan dan iced chocolate untuk sega.

"sat, kenapa lo?" tanya rachel melihat wajah hujan yang muram.

"bokap barusan telepon."

mendengar jawaban hujan, wajah senja dan rachel berubah cemas. mereka tahu bahwa ayah hujan belakangan ini selalu pulang ke rumah, dan bukan, itu bukan hal yang bagus.

"ngomong apa?" tanya senja.

"gak jelas, kayaknya dia mabok lagi."

rachel mengerutkan hidung. "lo beneran gak mau gue ngasih tau orangtua gue? they can help."

hujan menggeleng. "makasih le, tapi untuk sekarang gue bisa ngurus ini sendiri."

"jan."

hujan mengadah dan matanya bertemu dengan mata riko yang duduk di hadapannya.

"lo gak perlu pura-pura kuat di depan kita, if anything, we just want to help you."

"iya, lo punya kita jan," rachel mengiyakan.

sega mengangguk. "if it's too painful to keep it by yourself, you can tell us."

senja tersenyum mendengar penuturan teman-temannya. bahkan seorang sega, yang awalnya tak mempunyai hubungan baik dengan hujan berkata seperti itu.

hujan menghela napas, mengusap wajahnya dengan kedua tangan sebelum mengangguk. "i will, thanks."

+

rachel j

gue pergi ya, rumah kosong, kayaknya bakal lama
kalo ada apa apa langsung call aja

oke

hujan menaruh ponselnya setelah menatap kosong chatroom-nya dengan rachel, melihat pesan terakhir yang ia kirim kepada rachel 3 jam yang lalu.

sekarang sudah pukul 11 malam dan hujan masih terduduk di depan meja belajarnya. ia menutup buku yang sejak tadi ia pelajari dan beranjak untuk tidur.

namun suara gebrakan pintu dari depan rumah membuatnya terlonjak. hujan mengusap wajah dengan tangan, menunggu teriakan ayahnya.

"hujan! kesini kamu!"

hujan tak ingin. hujan ingin mengunci dirinya di kamar dan tak menemui ayahnya. tapi teriakan ayahnya semakin keras. keras sekali hingga hujan tidak kuat mendengarnya, lalu teriakan itu disusul dengan suara barang dibanting dan diacak-acak.

hujan meringis sebelum membuka pintu kamarnya pelan dan berjalan menuju ruang tamu tempat dimana ia pikir ayahnya berada.

benar saja, di ruang tamu, ayahnya berlutut di sebelah meja, tangannya mengeluarkan darah, di sampingnya ada pecahan kaca, tampaknya dari botol alkohol yang diminum olehnya.

hujan menarik napas tajam dan berlari ke arah ayahnya.

"yah! sadar!"

hujan mendapatkan sebuah pukulan keras di perutnya sebagai balasan.

senja & hujan [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang