Dua

5K 290 0
                                    

Bagiku cinta adalah cara seseorang berteman. Menjalin ikatan dan silaturrahim, saling mengingatkan dalam kebaikan dan saling memberi semangat disaat keterpurukan. Tapi entahlah menurut oranglain itu apa dan bagaimana.

Dan bagiku Rizky adalah sinar rembulan yang bercahaya menerangi kegelapan. Dan hujan yang selalu menyejukkan aku, hatiku, jiwaku, dan hidupku. Jangan bilang ini berlebihan!

Karena aku tidak akan perduli bagaimana pendapat orang!

"Laula, kau tau Dzulfikar?" tanya Mifta padaku. Dan aku hanya diam, sibuk menyuap bakso ke mulutku.

"Laula.... "

"Apa?" ketusku.

"Dzulfikar!"

"Iya. Kenapa?" Aku masih menjawabinya dengan muka datar, dan ogah-ogahan.

"Dia MOS dibawah bimbinganmu kan?"

"Hem.." jawabku singkat.

"Aaaahhh enak ih!!" jeritnya manja.

"Enak apaan? Enakan bakso!" Karena selama tiga hari MOS, perempuan-perempuan dikelasku selalu ingin satu kelompok dengannya. Sampai kadang harus ribut dulu. Tapi langsung diam begitu aku berteriak.

"Ih! Maksudku enak kau bisa memandang ketampanan nya." Mifta cengar-cengir sendiri.

Sepertinya dia sedang berkhayal. Mifta agak alay! Memangnya Dzulfikar setampan apa sampai dia seperti itu?

"Laulaaa.. " Dia merayu manja padaku.

"Apa" jawabku datar sambil terus fokus menyuapkan bakso ke mulutku.

"Kau pernah membimbingnya, jadi pasti kau punya data-datanya kan? Mauuuu....!!" teriakannya membuatku harus menutup kupingku.

"Oke! Tapi diam!"

"Benar?" wajahnya meminta kepastian padaku.

"Ya!"

"Yyeeeeee!!!"

"Hei! Kau.. Berisik!" aku memperingatinya. Aku sedang makan, dan dia seenaknya teriak-teriak terus dari tadi.

"Ah kau ini kaya nggak pernah jatuh cinta aja. Lagian Dzulfikar itu alim banget tau nggak sih. Sekarang cowok alim dijamin kaya gini tuh limit. L-I-M-I-T!" tegas Mifta.

"Iya.. Iya.." Aku hanya menjawab seperlunya dengan ocehan Mifta.

"Tiap hari tuh ya pecinya nggak pernah lepas. Selalu diem dimushola sekolah lagi. Aaaahhhh pokoknya idaman banget!" tambahnya lagi, yang membuatku berpikir bahwa itu sudah cukup untuk memujinya.

Dan oke! Mifta rese banget kalau lagi jatuh cinta. Dzulfikar memang mudah dikenali karena pecinya yang tak pernah lepas dari kepalanya.

Dan segala embel-embel kelebihan lainnya yang membuat dia jadi terlihat lebih istimewa dimata perempuan disekolah ini. Sampai kadang membuat mereka menjerit-jerit saat Dzulfikar lewat dihadapan mereka. Salah satunya yang berbuat seperti itu adalah sahabatku sendiri, Mifta.

"Eh, Fikar seangkatan sama kita kan?" tanya Mifta.
"Kata siapa?"
"Kau pembimbingnya tapi nggak tau?! Ish! Nggak up - to - date!" Aku hanya mencibirnya.
"Satu sekolahan udah heboh keles! Fikar itu anak pindahan. Dia seangkatan sama kita, kelas 12. Kayaknya, kamu cewek yang paling ketinggalan berita deh!"
Aku hanya cuek, aku tak perduli.

"Ssstt. Dia kesini.. " Mifta berbisik-bisik padaku.
"Laula dia tampan banget... "
"Tutup matamu!" Aku menutup mata Mifta tapi dia malah membanting tanganku ke meja dengan keras sampai bunyi, "Bukkk!"
"Aw.. " teriakku.

Dzulfikar (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang