Dia mencubit pipiku.
“Iya?”
“Hem..”
“Dan kau cantikku sayangku duniaku yang paling berwarna.” Aku tersipu malu, rasanya jantungku berdebar sekali mendengar ucapannya barusan.
“Sekarang kau sudah sehat, sudah pulih. Sudah bisa berjalan. Dan aku senang sekali. Sekarang kau istirahat yah!”
“Hemm…”
“Kenapa?”
“Aku rindu padamu, Fikar.”
“Aku juga.” Dia mengusap kerudungku.
“Laula, apa kau akan terus memanggilku Fikar?"
“Ya, memanggilnya apa lagi?”
“Sayang… cinta… kasih… bebeb… ayang… emm… ayah… abi… atau papah.”Aku tertawa mendengar penawarannya.
“Kenapa?”
“Kau lucu, Fikar.”
“Bagaimana bisa?”
“Ya lucu saja. Lagi pula jika aku memanggilmu Ayah, Abi atau Papah itu seperti Ayahku. Dan lagi pula kau belum mejadi seorang Ayah!”
“Dengan segera akan.” Nyengirnya lebar.
“Hem…”
“Kenapa? Kau tak mau?”
“Hanya tak siap.”
“Aku tak memaksa.” katanya.
“Iya sayangku kasihku cintaku duniaku yang selalu memberi warna pada hidupku.”Dia tersenyum dan aku juga.
“Apa kau lapar?”
“Hem sepertinya.”
“Baiklah biar ku suapi kau bubur.”
“Tapi aku tak suka.”
“Kalau aku yang menyuapi , kau pasti suka. Rasanya enak, seperti bubur.”
“Ish!” Aku mencubit lengannya.Dzulfikar takkan pernah membuatku berhenti bersyukur. Dia seperti malaikat yang sengaja Allah kirim untuk terus menjaga dan membuatku tak bersedih.
Dia adalah suami yang memahami dan mengerti aku. Aku suka dia begitu, karena dia adalah Dzulfikar. Pedang yang selalu siap melindungiku dari apapun. Dan aku menyukai segala sisi tentangnya. Pokoknya aku sangat suka.
“Laula.”
“Apa?”
“Kita akan punya anak berapa?”
“Hem.” Jawabku singkat.
“Bagaimana kalau sepuluh?”
“Ish! Kau pikir aku tak lelah?”
“Aku ada, jadi kau takkan lelah.”
“Satu saja.”
“Bagaimana bisa satu? kalau dia tak mirip dengan ku bagaimana?” protes Fikar.
“Takdir.”
“Kau jahat, Laula.”
“Kau lebih jahat menyuruhku mengandung sepuluh kali. Wlee.”
“Hehehe…”
“Jangan terus tersenyum seperti itu.” Protesku.
“Kenapa?”
“Karena aku tak suka.”
“Bagaimana bisa kau tak suka pada senyumku?”
“Karena kau terlalu tampan jika tersenyum!” dia mencubit kedua pipiku. Dan aku kesakitan.
“Hei. Sakit!”
“Aku tak peduli.”
“Kau jahat.”
“Kau lebih jahat!” protesnya.
“Bagaimana bisa aku jahat?”
“Kau tak mau mengandung sepuluh kali.”
“Haha Ups! Apa kau ingin menjadi ayah?”
“Tentu!”
“Fikar, kau harus kuliah nanti repot.”
“Tak Ada yang merepotkan bagiku.”
“Jadi?”
“Jadi apa lagi?” aku menggenggam kedua tangannya.
“Aku tau kau sangat ingin menjadi seorang ayah. Tapi apa kau sudah memikirkan berapa usiamu saat ini?”
“Laula, aku tak peduli apapun karena aku sudah mencintaimu. Adanya kau dalam hidupku menambah semangat. Kau energi yang selalu emm… selalu apa ya?” aku menarik hidungnya.
“Selalu apa?”
“Tak tau selalu apa. Tapi kau energi yang tak pernah habis walaupun kau langka.”
“Emm, kau gombal.”
“Sungguh, aku tak menggombal sayang.” Aku mencubit lengannya. Dia mengerang.
“Ini kekerasan!” aku tertawa.
“Akan ku laporkan!”
“Ke siapa?”
“Kepada dunia. Kalau Laula adalah perempuan yang tak bisa membuatku berpaling dan memalingkan wajah walaupun hanya satu detik. Laula, aku tak akan sanggup jauh darimu. Teruslah dekat denganku.”
“Aku sudah dekat.”
“Lebih dekat lagi.” Dia mengatakan padaku, tapi dia yang mendekat.
“Kau mau apa, sayang?” dia nyengir.
“Mau emm…” dia berhenti sejenak.
“Laula, itu Ayah!” tunjuknya ke arah pintu dan aku menoleh. Dia mencium pinggir bibirku. Tidak sebentar. Aku mencubit pipinya. Dan dia melepaskannya lalu nyengir lebar.
“Kau buatku kaget!”
“Kalau begitu kau takkan mau.”
“Aku malu, Fikar.”
“Aku suamimu.”
“Aku tau.”
“Kenapa harus malu.”
“Entahlah…”
“Jadi kenapa? Apa kau tak suka?”
“Tidak. Bukan begitu, sini mendekatlah.” Dia mendekat padaku. Aku memegang kedua pipinya.
“Kau mau apa?” sekarang bergantian, dia yang bertanya.
“Menurutmu?”
“Kau mau menciumku?” aku menarik hidungnya. Aku mencium kedua pipinya.
“Sudah ya? ini pertama kali aku melakukannya.” Dia tersenyum.
”Yang lain?” tanyanya.
“Hei kau ini.” Aku mengambil pecinya lalu mengacak-acak rambutnya. Dan dia memelukku.
“Kau selalu begitu.”
“Begitu kenapa?” tanyanya dengan tetap memelukku.
“Memelukku…”
“Lagi pula apa lagi? Salah siapa kau menggemaskan jadi aku suka memelukmu.” Aku memejamkan mata.“Laula, memelukmu itu wajar. Dan jika aku menciummu itu karena kau cantik, tapi jelek kalau kau bukan milikku….”
🐣Nana Raynaa

KAMU SEDANG MEMBACA
Dzulfikar (✓)
Teen FictionCover by : @novendra_ardiansyah Aku adalah gadis remaja SMA. Menjalani kehidupan sama seperti remaja lainnya. Aku punya kekasih bernama Rizky Al-Farisi. Dia tampan dan baik sekali. Tapi, semua kehidupanku berubah ketika seseorang bernama Dzulfikar d...