Hufff aku sangat was-was menanti kehadirannya. Kapan akau akan melihat dunia, anakku?
Aku lucu sekali mengandung. Badanku jadi agak gendut meski Dzulfikar selalu bilang bahwa aku tidak gendut.
Nak, kalau kau laki-laki jadilah seperti Ayah dan Abahmu, mereka adalah orang-orang hebat. Kau harus bisa seperti mereka. Dan kalau kau seorang perempuan jadilah lemah lembut dan penurut, rendah hatilah sayang. Aku bahagia sekali, kau akan menjadi pelengkap dalam hidupku dan Fikar.
“Laula…” Aku menoleh.
“Kau berkali-kali lipat cantiknya saat mengandung.” Aku tersenyum.
“Hai anakku sedang apa kau? Rindu Ayahmu tidak? Kau menggemaskan.” FIkar mengelus perutku. Aku merasakan bayiku menendang.“Hei dia menendang.” Fikar langsung berjongkok dan menempelkan telinganya ke perutku.
Aku hanya meringis.“Laula, dia terus menendang… eh tapi berhenti…”
“Fikar…”
“Ya?”
“Aku agak mules!”
“Ohya? Apa punggungmu terasa panas?”
“Iya sepertinya…”
“Laula, ayok ke rumah sakit?”
“Heh?”
“Dokter bilang minggu ini kan?” aku mengangguk. Dan aku semakin meringis, perutku rasanya mules sekali. Fikar langsung membawaku ke Rumah Sakit.Aku tidak tau bagaimana menjelaskannya tapi rasanya sungguh seperti itu deh. Huff.. huff tenang tenang.
Aku pasti bisa melewati ini semua. Satu intinya, aku harus tenang. Percaya bahwa aku bisa!
Aku masuk ruangan.
“Fikar… kau disini saja.” kataku menggenggam erat tangan suamiku.
“Iya… Iya… Sayang.” katanya sambil membelai pelan kepalaku.
“FIkar…” aku semakin menggenggam erat tangannya.Ku lihat dokter masuk ruangan. Aku memejamkan mata.
Semuanya akan baik-baik saja Laula. Tenanglah."Jangan berhenti bersholawat, Laula.." bisik Fikar ditelingaku. Aku mengangguk.
Terimakasih Allah, telah hadirkan suami yang mampu menenangkan ku setiap saat.
***
Rizky menerima telpon dari Ayah Laula.
“Iya Ayah? Ada apa?”
“Oh yaya…”
“Iya nanti Rizky kesana. Iya, salam untuk Laula, ya yah!” Rizky menutup telepon.Maula yang berdiri dihadapan Rizky hanya diam menatap Rizky.
“Nanti pulang kuliah ke Rumah Sakit.”
”Ngapain?” tanya Maula.
“Lihat Laula.”
“Memangnya Laula kenapa harus dilihat?” tanya Maula lagi dengan polosnya.
“Dia melahirkan, Maula.”
“Oh hehehe…”
“Bawa sesuatu untuknya, Rizky!” kata Maula menyarankan.
“Bawa apa?”
“Emm.. cari yuk dimall?” sarannya.
“Dipasar saja.”
“Nggak mau becek!” keluh Maula.
“Maula.”
“Iya deh iya…”
“Ini untukmu.” Rizky menyodorkannya pada Maula.“Wah bros yang bagus… terimakasih.” Maula memasangnya.
“Agar kerudungmu tak terbuka karena angin.”
“Hehe kau pengertian sekali Rizky!” Maula nyengir lebar.
“Selalu.” kata Rizky.
“Kau sombong sekali!”
“Kau lebih sombong!”
“Biarin.” Maula menyeruput minumannya sampai habis. Rizky hanya menatapnya, dia merasa senang bisa memandang Maula. Wajahnya manis dengan hidung yang mancung. Dan matanya yang kecil. Maula menyadari kalau Rizky sedang memperhatikannya.
“Hei apa yang kau lihat?”
“Tidak ada.”
“Jangan terus menatapku.” kata Maula, salah tingkah.
“Biarkan saja.”
“Rizky, berhentilah menatapku.” Maula menutupi wajahnya dengan buku.
“Iya… iya…” Maula tetap bersembunyi.
“Sudah. Laula.”
“Heh! Namaku Maula, M-A-U-L-A…” protesnya yang mengundang tawa Rizky.
“Lagian kau rese.” kata Rizky.
“Kau yang rese, ih menyebalkan.” balas Maula tak mau kalah.
“Tak apa yang penting kau suka.”
“Siapa?” tanya Rizky.
“Rizky.” Jawab Maula.
“Yang nanya.”
“Ih betein!” Maula mengamuk.Mereka berdua terus bertengkar seperti itu. Balas membalas membuat jengkel agar seimbang.
Tak lama setelah pertengkaran berakhir. Rizky mengajak Maula ke pasar untuk belanja perlengkapan bayi. Maula bilang ini lucu, itu lucu, yang ini bagus, yang itu bagus. Semuanya saja ia suruh Rizky beli. Dan Rizky hanya menepuk jidatnya.
“Nanti kita belanja ginian yah?”
“Ih sana kau saja, aku masih lama!” ketus Maula.
“Oh gitu, yaudah aku nyari yang cepet!” Maula langsung menoleh dan menatap tajam pada Rizky.“Apa?” tanya Rizky datar.
“Awas saja kalau kau berani!” ancamnya yang membuat RIzky hampir tertawa.
“Iya, tidak akan!” Rizky mengusap kerudung Maula pelan.Mereka berkunjung ke Rumah Sakit.
Laula sudah melahirkan seorang bayi laki-laki. Dzulfikar langsung mengadzaninya.
Hati Laula sangat bahagia, tak ada perjuangan yang tak berakhir bahagia. Sungguh antara hidup dan matinya, ia merasakan seluruh rasa sakit itu semua namun sekarang rasa sakit itu hilang tiba-tiba saat mendengar tangis anaknya. Laula langsung mendekap dan menciumnya.
“Sayang, jadilah anak penurut yah.” Laula sangat terharu. Dia menatap Dzulfikar, dan Fikar mendekat. Mencium kening Laula.
“Sayang, terimakasih telah berjuang.” Mata Laula berkaca-kaca. Anugerah terindah dalam hidupnya ia diberi kesempatan untuk mengandung dan melahirkan. Dan merasakan bagaimana rasanya menjadi sorang ibu.
“Apa dia mirip denganku?” tanya Fikar. Laula tersenyum.
“Sangat mirip denganmu, sayang.” Laula mencium pipi Fikar.
“Siapa namanya?” tanya Laula.
“Hem.. Sayyid Abbas” Laula tersenyum.
“Hai Abbas sayang…” bayinya langsung menangis.
“Kau suka, Abbas? Kau menggemaskan.”Rizky masuk ruangan, Maula dibelakangnya.
“Assalamualaikum…” Dzulfikar langsung menyapanya dan memeluk Rizky.
“Bagaimana kabarmu?” tanya Fikar.
“Baik, kau?”
“Sangat baik.” Jawab Fikar.Rizky memandang Laula dan bayi yang ada dalam gendongannya.
“Bagaimana dengan kau Laula?”
“Sangat baik sekali. Siapa dia Rizky?”
“Siapa memang?” tanya Rizky.
“Ih!” Maula mendorong punggung Rizky.
“Hei kenapa?” tanya Rizky. Laula dan Fikar hanya tersenyum. Fikar duduk disamping ranjang Laula.“Sini, tunjukan wajahmu” perintah Laula.
Maula maju dan berdiri disamping Rizky.
“Hai Laula.” Sapa Maula.
“Hei apa kau Maula?” Maula mengangguk.
“Kalian apa emmm…”
“Tidak!” jawab Maula.Rizky menyilangkan kedua tangan didadanya.
“Ehem.” Maula melirik Rizky.
“Ya sebenarnya, Aku… aku ingin berkunjung dan melihat bayimu. Selamat yah!” Maula mengulurkan tangan tapi Laula tidak bisa menjabat.
“Eh ya sudah, ini bingkisan untukmu! Kalau seleranya payah berarti Rizky yang memilih. Pilihanku bagus-bagus.”“Terimakasih, Maula Rizky…” kata Laula.
“Sama-sama..” jawab Maula.
“Jadi kalian kapan menyusul?” tanya Laula.
“Menyusul apa?” tanya Maula. Dan Rizky hanya tersenyum.Dan Fikar tiba-tiba mendekap Laula.
“Menyusul kami, yakan sayang?” mereka semua tertawa kecuali Maula. Dia menghitung jarinya.
“Mungkin 3 atau 4 tahun lagi.” Kata Maula.
“Heh? Lama sekali.” Protes Rizky.
“Salah siapa kau kuliah!” Maula ikut protes.
“Gampang! Kau mau nikah kapan? Besok? Kita urus sekarang ayo pulang.” Ajak Rizky.
“Heh?! Aku mau kuliah!”
“Bodo yang penting nikah!” kata Rizky.
“Nggak mau, nanti aja.” Rengek Maula yang mengundang tawa mereka semua.Karena semua orang berhak bahagia. Berhak mempunyai kebahagiaan darimanapun sumbernya. Bahagia adalah bagian dari hidup bisa kita atau mereka yang menciptakan. Tapi, bahagialah karena dirimu sendiri, dari hatimu sendiri agar kau tak bergantung.
🐣Nana Raynaa

KAMU SEDANG MEMBACA
Dzulfikar (✓)
Teen FictionCover by : @novendra_ardiansyah Aku adalah gadis remaja SMA. Menjalani kehidupan sama seperti remaja lainnya. Aku punya kekasih bernama Rizky Al-Farisi. Dia tampan dan baik sekali. Tapi, semua kehidupanku berubah ketika seseorang bernama Dzulfikar d...