Dua puluh

3.4K 205 1
                                    

Aku terbangun dari tidurku. Dan aku agak terkejut melihat sekitarku.

Mengapa aku ada disini? Ku lihat Zulfikar tertidur di sofa.

Dan ada selang infus ditanganku. Memangnya siapa yang sakit?

Terakhir kali aku berada diruang bawah pesantren, dan sekarang aku sudah dirumah sakit.

“Laula. Kau sudah sadar?” Dzulfikar berlari ke arahku dan langsung mengecek keadaanku.

“Kau sudah benar-benar pulih?” tanyanya. Aku semakin heran.

“Pulih? Memangnya aku kenapa?”

“Kau pingsan. ” Bagaimana bisa aku pingsan? Dan sekarang sudah berapa hari dari acara kelulusan?

“Laula… kau baik-bak saja?”

“Aku baik-baik saja. Bagaimana aku bisa pingsan? Dan sudah berapa hari sejak acara kelulusan?”

“Kau kelelahan kata dokter, entahlah tapi sudah seminggu sejak acara. Apa yang kau rasakan Laula?”

“Aku sehat Fikar… Apa kita sudah melaksanakan peresmian pernikahan?”

“Belum. Kau pingsan jadi acaranya diundur.”

Aku kebingungan. Sebenarnya yang aku alami itu apa? Apakah mimpi? Sebuah mimpi yang terlihat nyata? Ini terlihat aneh.

“Laula kau melamun?”

“Fikar bagaimana ini terjadi? Aku bermimpi yang aku pikir itu adalah kejadian nyata tapi ternyata hanya sebuah mimpi yang---”

“Hei… hei… sudah ya sudah? Tak apa-apa. Kau hanya bermimpi, sekarang kau sudah sadar. Dan aku sangat senang. Kau sangat membuatku khawatir kemarin-kemarin.” Fikar mengusap pipiku.

“Dimana Ayah dan Abah?”

“Dipesantren.” katanya.

“Sedang menunggu kau pulih.” sambungnya lagi.

“Bagaimana aku pingsan Fikar?”

“Hem…”

Para siswa bersorak karena hasil kelulusan mereka yang sesuai dengan harapan.

Disudut sana didekat taman belakang ada seseorang yang sedang berdiri menanti seseorang.

“Dia kemana? Katanya jam segini.”

“Hei!!” Dan orang yang dia tunggu mengagetkannya.

“Kau---- Fikar ih!!! Membuatku kaget!”
“Aku suka melihatmu terkejut. Bagaimana hasil ujianmu?”

“Baik sekali.” Laula mengembangkan senyumnya.

“Dan kau?”

“Cukup bagus.”

“Setelah ini apa?” tanya Laula.

“Setelah ini aku dapat memelukmu sehari semalam tanpa henti, karena tak ada sekolah.”

“Hei kau ini!”

“Kenapa?” Dia membungkukan sedikit badannya dan mendekatkan ke wajahnya pada Laula.

“Tidak.” jawabnya singkat.

“Hem langsung tak bisa berkata-kata.”

“Itu karena kau keterlaluan.” Protes Laula.

“Bagaimana bisa?” tanya Dzulfikar pura-pura tak tau.

“Iya bisa! Karena kau selalu membuatku terperangah.” kata Laula.

“Oh ya?” tanya Dzulfikar dengan nada ingin memastikan.

“Tidak.”

“Kau pembohong!” kata Dzulfi.

“Aku tidak bohong ih.”

“Laula!”

“Iya?”

“Kau cantik.”

“Hemm…”

“Kenapa kau cantik?”

“Kau tanya pada siapa?”

“Padamu yang cantik.”

“Kau sangat menggemaskan!” Laula mencubit pipi Zulfikar. Dan Fikar hanya memejamkan mata.

“Kenapa kau pejamkan mata?” tanya Laula.

“Karena aku sedang membayangkan indahmu.”

“Apa yang kau bayangkan?”

“Senyummu, cantikmu…” Dzulfikar membuka matanya kemudian menatap Laula dalam-dalam.

Dan Laula tersenyum, tiba-tiba dia merasa kepalanya sakit sekali. Laula memegang kepalanya.

“Laula, kau baik-baik saja? Laula merasa dunia berputar-putar.

“Sayang, apa kau sakit?” Laula tak dapat menjawabinya.

Rasanya berat untuk mengatakan apapun.

Dia hanya melihat gelap mulai mengelilingi dirinya.

Dan dia tumbang namun tubuhnya ditangkap oleh Dzulfikar.

“Laula… Laula…!!!”

Dzulfikar panik lalu membawa Laula ke rumah sakit.




**



Laula diam menatap Dzulfikar. Dia merasa tak apa-apa. Dan sudah sangat sehat saat ini.

“Jadi, semua itu hanya mimpi ya, sayang?"

Dzulfikar hanya tersenyum sebagai jawabannya.







🐣Nana Raynaa

Dzulfikar (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang