Tujuh

3.4K 222 0
                                    

Aku adalah seorang anak perempuan yang meski dibesarkan oleh seorang Ayah yang sibuk bekerja. Tapi tak pernah kurang dalam hal kasih sayang.

Aku pernah menatap ibu meskipun  hanya sampai usia 10 tahun. Semenjak ibu tak ada, Ayah berperan sebagai keduanya.

Aku tak tau mengapa Ayah tak memutuskan untuk menikah lagi.

Kadang, aku merasa kasihan pada Ayah. Aku tau mungkin kadang beliau kesepian. Meski di rumah ada bibi yang suka membantu membereskan rumah, pasti ada saja yang kurang dalam hidup Ayah.

Bagaimana ya rasa cinta Ayah pada Ibu? Ayah tak berpaling meski Ibu sudah tak ada disampingnya.

Hmmm. Aku tak tau apa itu cinta dalam pernikahan. Dan lagi aku belum memahaminya!


***

"Iky.. Kenapa Fikar dan Mifta pindah kelas?" rengekku.

"Aku enggak tau.." dia selalu menjawabnya dengan nada santai.

"Aku jadi takut.." keluhku lagi.

"Sudah ku bilang jangan takut. Kan akan ada yang melindungimu."

"Kau jauh.." Iky hanya tersenyum.

"Kau pindah kelas ya? Ya ya ya?" rayuku.

"Aku tidak mau. Nanti kau tidak fokus belajar." ledeknya.

"Ih nanti aku tambah semangat!!" aku meyakinkannya.

"Laula, nanti kau malah memandangiku bukan memandang papan tulis.. " Iky mengusap kepalaku.

"Iky rese!" Dia tertawa. Dan aku merasa senang meski dia tidak mau pindah ke kelasku.

"Rizky dipanggil ketua OSIS!" Hufff, pergi lagi deh Iky-nya.

"Aku pergi yah? Kau ke kelas. Daahhh.. " dia berlalu begitu saja dari hadapanku.

Dia sungguh sibuk sekali akhir-akhir ini.

Aku hanya diam setelah Iky pergi. Aku tidak ada teman lagi. Kan Mifta sudah tak mau berteman denganku.

Sedih, orang yang paling dekat denganmu dulu, kini menjauh hanya karena dia mengira bahwa kau menghianatinya.

Sakit ya? Hem..

"Kau sendiri?" tanya Mifta tiba-tiba.

"Kelihatannya?" jawabku datar. Baru saja ku bicarakan dia, langsung saja datang.

Apa dia punya telepati yang bisa mendengarku bicara? Uh, seram sekali!

"Berdua.."

"Hmm." dia duduk disampingku.

"Kau sudah sembuh?" tanyanya dengan nada so' baik. Aku tidak berprasangka buruk tapi memang kenyataannya begitu.

"Alhamdulillah." jawabku singkat.

Dia tiba-tiba tertawa, dan kedengerannya jahat.

Menurut ku dia seperti orang yang sakit jiwanya.

"Kalau tidak mau seperti ini lagi, jangan dekati Dzulfikar.." ancamnya.

"Aku tidak mendekatinya!" Aku tiba-tiba emosi dan menggebrak meja kantin.

Aku sungguh reflek melakukannya.

Mifta langsung menyiramkan jus yang sedari tadi dia pegang ditangannya ke badanku.

"Ups.." dia sengaja!

"Kau--- Apa maksudmu?!"

"Maksudku?" tanya nya.

"Jangan dekati Dzulfikar. Karena kau sudah punya Rizky! Jangan kecentilan didepan Dzulfikar!"

Dzulfikar (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang