Enam

3.5K 227 0
                                    

Sudah berhari-hari aku masih berdiam diri di Rumah Sakit. Dan rasanya bosan dengan dengan menu makanan disini. Tidak ada yang enak, hiks, sedih.

"Hei?" Aku melihat ke arah pintu.

"Apa kau bosan?" Tentu saja!

"Sangat bosan.. "

"Kemana Ayahmu?" Aku celingukan.

"Tadi beliau--" Ayah tiba-tiba keluar dari kamar mandi sebelum aku menyelesaikan kalimatku.

"Itu Ayah!" tunjukku.

"Hei, nak Rizky. Tidak sekolah?" tanya Ayah. Ah, aku senang Iky disapa Ayah.

"Mampir sebentar om, jenguk Laula."
Rizky menyalami Ayah.

"Oh, itu bawa apa ditangan?"

"Buah." kata Rizky. "Om mau?" tawarnya.

"Bolehlah. Kebetulan Ayah ingin yang segar-segar.. " jawab Ayah sambil mengelus-elus perutnya.

"Ayah nyidam?" tanyaku.

"Iya nih.. " jawabnya dengan gaya ala ibu hamil, membuat aku tertawa, Rizky juga dan Ayah hanya nyengir lebar.

Aku senang Rizky akrab dengan Ayah. Hehe sangat senang sekali!

Ayah mengambil jeruk, lalu keluar ruangan.

"Ayah, mau kemana?" tanyaku.

"Jalan-jalan sebentar. Kalian ingin mengobrol kan? Nanti kalian malu kalau ada Ayah."

"Iiihh Ayah nyebelin!" Dan Ayah hanya tertawa lalu pergi menutup pintu.

"Kau sudah pulih?" Iky menarik bangku disebelah ranjangku. Aku mengangguk.

"Mau jeruk? Sudah sarapan belum?"

"Sudah.. " Rizky mengupas jeruk nya.

"Nih.. Nanti dimakan yah?" dia menaruhnya dimeja.

"Iya.. Kau sekolah sana." perintahku.

Dia melirik arlojinya.

Mau ku beri tau sesuatu? Arlojinya sama denganku.

Kata Rizky untuk hadiah anniversarry yang ke 2. Biar couple, katanya.

Aku sih senang saja kalau sama Rizky.

"Apa Dzulfikar menjengukmu?" senyumku memudar begitu mendengar nama Dzulfikar.

"Mengapa kau tanyakan dia?" Aku heran. Lagian untuk apa, dia penyebab aku begini.

"Tidak apa. Kan dia yang menolongmu."
Tetap saja dia pelakunya meski dia menolongku!

"Tapi aku tak mau berterimakasih." Ku silangkan kedua tanganku, dan berpaling menatap jendela.

"Tidak boleh begitu. Sudah siang, aku pamit yah? Jaga pola makanmu agar kau bisa cepat sekolah.. " Iky tersenyum.

"Iya.. "

"Daaaahhhhh.. " Dia menghilang dibalik pintu dengan senyum dan lambaian tangan.

Aku menghela nafas panjang, lalu merebahkan diri ke bantal. Menatap langit-langit ruangan, kosong, hanya ada dua lampu disana yang menerangi. Seperti Rizky dan Fikar. Tapi lampu yang sering menerangi kehidupanku hanya Rizky. Dan Fikar adalah lampu redup.

Rizky, apa kau terluka saat ini? Apa kau merasakan perih sepertiku? Tapi, Rizky tak pernah membahas tentang lamaran Dzulfikar.

Dan aku tidak melihat dia menunjukkan lukanya. Tapi..  bukan berarti dia tidak terluka. Mungkin karena Rizky sangat kuat, dan dia memang kuat dalam keadaan apapun.

Dzulfikar (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang