Tigabelas

3.5K 229 0
                                    

Pernikahan adalah penyatuan dua hati yang tidak mesti saling mencintai.

Mengapa? Karena pernikahan bertujuan untuk menambah keimanan.

Pernikahan adalah ibadah. Penyempurnaan separuh agama. Dan cinta bisa datang seiring kebersamaan yang terjalin.

Jadi tak perlu harus saling cinta. Niatkan semua itu untuk beribadah kepada Allah.

Itu adalah pesan Dzulfikar padaku saat hari pernikahan. Entah kenapa dia menjadi seperti sosok yang pertama aku cintai.

Rasanya, aku baru merasakan perasaan yang lebih dari sekedar cinta.

Kemarin, Rizky datang disana.

Dia hadir dengan hati yang sangat ikhlas dan sabar. Senyumnya tak pudar dari bibirnya. Matanya memancarkan perasaan rela.

Aku harap kau dapat menemukan kebahagiaan yang hakiki setelah kepergianku. Aku tau, kau pasti akan bahagia. Aku yakin itu.

"Hei.. " Dzulfikar memelukku dari belakang.

"Kau---"

"Bisakah---Aku ini sedang berkerudung."

"Aku rindu.. " Aku membalikkan tubuh lalu menatapnya.

"Aku sedekat ini saja rindu. Bagaimana kalau aku jauh?" dia menatapku lekat.

"Mmm.. Aku tidak akan sanggup jauh darimu, Laula.."

Ku tarik hidungnya yang mancung. Dia melepas peluknya lalu memperbaiki kerudungku.

"Kau sedang apa?" tanyaku.

"Sedang memakaikan kerudung pada istriku.."

Aku tersenyum, diam dan menatapnya.

Kau ini punya apa diwajahmu? Sampai-sampai setelah aku menatapmu aku tak bisa memalingkan wajahku pada yang lainnya.

"Nah.. Sudah.. " katanya.

"Kau---" Aku menghentikan perkataanku yang membuatnya menatapku lekat-lekat.

Ya Allah, aku selalu berdebar jika dia menatapku seperti ini.

"Kenapa?" tanya nya. Aku menggeleng.

Aku tidak tau Fikar itu bagaimana tapi wajahnya sungguh bersinar.

"Sekarang bergantian, kau yang memakaikanku pecinya."

Aku mengambilnya dimeja. Dia agak membungkukan sedikit badannya. Aku memasangkan nya.

Dia memang lebih tinggi dariku. Makanya bila aku menatapnya aku harus mengangkat wajahku.

"Aku ingin menciummu.. " katanya tiba-tiba, aku dengar tapi kali saja aku salah.

"Maksudmu?" tanyaku untuk memastikan.

Dia mencium keningku dengan cepat, lalu kedua pipiku dan langsung keluar dari kamar.

"Heii! Kau ini?!" Aku menahan senyumku. Lalu menyentuh keningku.

Dia ini sungguh!

Ah, yaAllah mengapa pernikahan itu sungguh sangat indah rasanya? Aku gemas padanya!

Aku keluar kamar, dan menuruni tangga dengan bergegas.

Ku lihat ada Ayah.

"Ayah?" seruku, beliau menoleh.

"Hai? Sini." Aku mendekat pada Ayah, tiba-tiba Ayah memelukku.

"Ada apa?"

"Kau sudah terlepas dari tanggung jawab Ayah. Mulai sekarang turuti semua perkataan suamimu selama itu baik. Ya?"
Aku mengangguk, aku terharu dengan kata-kata Ayah.

Dzulfikar (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang