"Laula!" Aku menoleh.
"Hai Iky!"
"Bagaimana kemarin?" tanyanya.
"Kemarin?!"
"Pertemuan dengan Kyai Ayahmu." Kok, Iky tau? Bukankah aku memberitahunya hanya orang dipesantren yah?
"Kenapa kau tau kalau itu Kyai Ayahku?" tanyaku dengan berjalan mendekat padanya.
"Eh memangnya bukan ya?" tanyanya lagi meminta kepastian.
"Ya iya sih bener."
"Oh, bagaimana?" kenapa jadi seperti wartawan begini Iky.
"Bagaimana apanya Iky!"
"Pertemuannya."
"Biasa saja." ya, memang biasa saja. Justru malah menyebalkan.
"Emm, begitu yah." dan aku belum mau menceritakan bahwa yang datang itu adalah Dzulfikar.
Aku sedang malas membahas tentangnya.
"Iya. Ke kantin yuk?" ajakku. Dia menggeleng.
"Kenapa?"
"Aku ada urusan sebentar. Nanti ku susul kau ya? Daahhh.." dia setengah berlari menjauh dariku.
"Yaaahhh sibuk lagi deh. Ya sudahlah!"
Ku susuri lantai putih menuju kantin.
Sesekali aku celingukan untuk mencari teman agar bisa ku ajak ke kantin. Tapi tidak ada! Huffff!
"Laula?" Aku menghentikan langkahku.
Suaranya terdengar asing, aku terdiam beberapa saat sebelum akhirnya ku putuskan untuk membalikkan badan.
Aku menatapnya, tak perlu lekat-lekat. Dia melangkah mendekat padaku tapi berhenti satu meter setengah dariku jaraknya. Dia tak menatapku.
"Aku ingin bicara." Suaranya menggema dilorong jalan menuju kantin. Mungkin karena suasana disekitar sini yang mendadak jadi sepi.
"Silahkan..." karena aku tidak mau berlama-lama bicara dengannya.
"Aku ingin meminta ijin padamu."
"Ijin?" Aku keherenan. Jelas heran, memangnya aku ini Kepala Sekolah yang harus dimintai ijin?
"Aku, ingin mengkhitbahmu.."
Khitbah? Apa itu ya? Aku seperti pernah mendengar kata-kata itu. Rasanya tidak asing. Tapi, apa artinya?
"Khitbah? Apa itu khitbah?" tanyaku pada dia yang masih melempar pandangan ke arah lain.
"Melamar!" jawabnya dengan suara tegas.
"MELAMAR?!" Aku terkejut. Maksud dia apa dengan melamar??!
Dzulfikar diam seperti menunggu jawaban dariku. Dan aku bisa melihat raut wajahnya begitu tenang meski dia tidak menatapku.
Tapi aku sudah terlanjur ingin marah-marah.
"Apa maksudmu melamar?!" bentakku.
Dia diam."Kau ini sudah tidak waras atau bagaimana?!" Aku sangat emosi.
"HEI! DENGAR YA! AKU TAU KAU ANAK KYAI AYAHKU. TAPI BUKAN BERARTI KAU BISA BERBUAT SEPERTI INI PADAKU! KAU PIKIR, AKU TERTARIK PADAMU SEPERTI PEREMPUAN-PEREMPUAN LAIN DISINI??!!" Aku menghembuskan napas berulang kali. Mencoba mengontrol emosi.
Dan menurunkan nada bicaraku, aku tidak mau seluruh siswa mendengarnya. Atau aku tidak mau ada yang menguping di sekitar sini.
"Dan lagi.. Atas dasar apa kau melamarku? Kau bahkan tidak mengenalku! Dan kau! Kau tidak pernah menatapku saat sedang berbicara. Kau aneh bagiku!"
Hening..
"Kau ijinkan tidak?" tanyanya lagi. Kenapa dia begitu teguh pendirian?
"TIDAK!" teriakku.
"Mengapa?" kenapa dia harus tanya kenapa? Sudah cukup jelas alasannya, bahwa aku tidak mengenalnya dan aku tidak menyukainya!
"KARENA AKU SAMA SEKALI TIDAK MENCINTAIMU! DAN KAU... ANEH!!!"
"Cinta tak ada dalam pernikahan." dia masih terus mencoba menjawab setiap kalimatku.
"MAKSUDMU?!"
"Aku akan tetap mengkhitbahmu."
"KAU INI---"
Dia pergi dari hadapanku padahal aku belum selesai dengan berbicara dengannya. Aku kesal! Dia menyebalkan.
Aaaarrrgggghhhh!!!
Kenapa harus ada dia dalam hidupku? Dia gila atau kehilangan warasnya? Menikah?
Dia mengajakku menikah?! Ah Rizky, ku beri tau tidak padanya tentang kejadian barusan.
Dan bagaimana aku harus menyikapinya sekarang?!
Baiklah. Laula, kau harus tenang. Anggap saja tadi hanya sebuah mimpi buruk. Itu tak terjadi, tadi hanyalah angin lalu.
"Lagipula, dia tidak mungkin berani untuk melakukan hal itu. Dan dia seorang anak dari keturunan Kyai pasti harus menikah dengan yang sederajat dengannya. Hem, iya, pasti!"
Aku mencoba menenangkan diri. Ibu, tolong anakmu. Kenapa harus ada orang segila dia didunia ini? Hhhhh, andai Ibu masih ada disini mungkin aku bisa bercerita padanya. Ah, ibu. Aku sangat rindu. Hufff, aku laper!
Jangan pikirkan Dzulfikar, teruslah berjalan Laula. Baru ku langkahkan kaki beberapa langkah, aku melihat punggung Rizky berjalan ke arah kantin.
Aku dengan segera menyusulnya. Sesampainya di kantin, tidak ada.
Tadi aku salah lihat gitu?
Miftakhul Jannah, berlari menuju ku. Ah ada dia, ku ajak Mifta saja untuk jajan bersama.
Tapi, aku lihat raut wajahnya yang merah karena menahan emosi. Begitu sampai dia langsung mendorong bahuku dengan kasar.
"Hei ada apa?!" aku bingung.
"Kenapa kau begitu?!" teriaknya.
"Begitu bagaimana, Mifta?!" Aku heran, apa maksudnya?
"KAU JAHAT!" suaranya lebih keras dibanding tadi.
"Maksudmu jahat?"
"DZULFIKAR MELAMARMU KAN?!" Aku terkejut. Bagaimana Mifta bisa tau? Atau dia disana ketika Dzulfikar mengatakannya??
Rizky tiba-tiba datang. Aku bungkam. Bagaimana aku menjelaskannya? Ini tidak seperti yang Mifta pikirkan.
Walaupun benar Dzulfikar melamarku. Tapi aku bahkan tidak meresponnya.
"JAWAB LAULA! DZULFIKAR MELAMARMU. IYA KAN?! KATAKAN IYA PADAKU! KAU JAHAT LAULA!! BERTAHUN-TAHUN AKU MENUNGGU TAPI KAU MENGHANCURKAN SEMUANYA!!" Ku tatap Iky. Dia hanya diam.
"Iky, aku bisa jelasin. Ini semua nggak seperti yang---"
"CUKUP!" Mifta membentak ku. Loh, kok, kenapa?! Setidaknya, dengarkan aku dulu. Mifta salah paham terhadapku.
Terhadap semuanya.
"Rizky, ayo pergi!" Mifta pergi dengan menarik lengan Rizky.
Apa yang dia lakukan? Dia melakukan itu?
Aku saja selama dua tahun ini tak pernah seperti itu.
Aaaarrrghhhhh! Kenapa masalah jadi semakin rumit. Aku awalnya tidak akan memberi tau siapapun tapi kenapa sekarang jadi tau? Kenapa semuanya jadi seperti ini?
Dadaku tiba tiba sesak, sepertinya aku kekurangan oksigen. Air mengaliri pipiku tanpa komando.
Mengapa semuanya harus datang sekaligus?
-Nana Raynaa🐣

KAMU SEDANG MEMBACA
Dzulfikar (✓)
Novela JuvenilCover by : @novendra_ardiansyah Aku adalah gadis remaja SMA. Menjalani kehidupan sama seperti remaja lainnya. Aku punya kekasih bernama Rizky Al-Farisi. Dia tampan dan baik sekali. Tapi, semua kehidupanku berubah ketika seseorang bernama Dzulfikar d...