23.Dress Code
.......
Claudia sudah mengatupkan rahangnya keras dan menatap tajam ke arah manik mata Naray. "Kok lo pake putih sih?"
"Gue gak tau dress codenya item Clau."
"Kenapa lo gak tanya?"
"Dan kenapa juga lo gak ngasih tau gue? lo juga gak ngasih undangan apapun buat gue baca."
Claudia memejamkan mata sebentar, hanya untuk meredamkan api yang kini sudah tersulut. "Syukur-syukur ya lo gue undang, syukur-syukur lo gue bolehin dateng."
"Gue gak urusan sama ulang tahun lo. Gue cuma mau liat Papa malem ini. Kalo engga, sekalipun lo undang gue gak bakal dateng!" Naray menghembuskan napas kasar, sepertinya keduanya sudah mulai tersulut emosi.
Tampak Claudia terkekeh kecil saat mendengar penuturan Naray barusan "Papa lo gak bakal ngakuin lo di sini. Selama tiga tahun lo masih gak nyadar kalo lo udah gak dianggep ada sama papa lo? Iya lah, mana mungkin papa gak benci sama orang yang udah ngebunuh orang yang dicintainya." Ada sedikit penekanan ketika Claudia mengucapkan kata bunuh.
"Gue bukan pembu--"
"Alah udah lah," Ucapan Naray terpotong ketika Claudia berbicara seenaknya. Claudia berbalik, ketika baru satu langkah Claudia berjalan, langkahnya berhenti, lalu berbalik lagi menghadap Naray.
"Oh ya, satu lagi. Ada anak Harvard di sini. Lo tau Haris? Haris dan temen-temennya. Mereka temen gue, kalo lo kenal mereka, jangan sapa mereka! Kalo kalian saling kenal, dan mereka nyapa lo, lo harus bilang lo temen gue. Inget, Te-Men gue! Bukan Ad-Dik gue." Setelah itu, Claudia berbalik, benar-benar berbalik dan melangkah masuk ke dalam rumah.
Naray menghempaskan kasar punggungnya ke pintu mobil seseorang, entah mobil siapa. Badannya lemas seketika.
"Mah, Bukan Ai kan yang bunuh Mama? Mama tau kan Ai sayang banget sama Mama. Ai gak ngelakuin itu Mah." Naray menatap langit dengan sendu, mencoba memberi tahu sang Mama.
📖📖📖
Naray menunduk dalam, ketika semua orang menatapnya dengan tatapan Kok-baju-putih-sih?, lalu langkahnya mendekati sebuah kursi di sisi kanan taman, sesaat sebelumnya telah mengambil gelas dengan isi sirup merah di dalamnya.
"Ck, kenapa ngeliatinnya gak biasa aja sih?" Ketika sedang asik mendumel, mata Naray menangkap sekelompok gadis-gadis high class sedang menatapnya serta berbisik-bisik ria.
Naray mendelik kepada kerumunan itu "Apa lo liat-liat? Mau gue congkel mata kalian? gue tau gue cantik." Naray pun mengibaskan rambut dengan sok anggunnya.
Kalo gak gitu gue makin di malu-maluin deh. Batinnya menggerutu.
Naray mengelus dada, mencoba bersabar kala cobaan malam ini menimpanya. Mata Naray menggerayang, dan seketika renita itu menangkap sosok pria yang masih sangat Naray sayangi hingga detik ini, Surya.
Kalo hari biasa Papa ganteng banget, Hari ini Papa ganteng triple banget. Makanya Merisca kepincut. Apalagi kalo Papa senyum lebar banget kaya gitu. Kapan ya? Papa mau bicara lagi sama aku? Hanya batin Naray yang terus berbicara serta mata yang tak ingin lepas dari sosok Papanya.
"Naray?" Hingga suara seseorang mengejutkannya, sampai gelas berisi sirup merah yang ada di genggamannya goyang dan hampir jatuh, jika saja seseorang tadi tidak cepat-cepat menangkap gelas itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
NOVEL (Completed)
Fiksi Remaja'Yang terlihat kuat, meski memendam pahitnya kehidupan dan rapuh dalam segala hal. Dan yang menabur cinta, serta meleburkan luka yang menganga.' ▪️▪️▪️▪️ Pertemuan keduanya bisa dikatakan sangat buruk. Hanya sebuah satu cup eskrim begitu menimbulkan...