Tentang Rasa

3.2K 189 0
                                    

30.Tentang Rasa

.......




Mata itu menyipit, ketika arah pandangnya menyorot ke depan hamparan rooftop yang sedang di soroti sinar matahari tanpa penghalang.

Sungguh panas siang ini, sehingga membuat keempat cowok itu mabal ke rooftop. Hari sudah panas, jika belajar maka otak akan panas pula, berasap, dan bisa meledak. Lebih baik mereka bersantai di bawah tenda yang memang sudah ada sejak mereka kelas satu, entah siapa yang membuat, Kaka kelas mereka yang sudah out mungkin. Dengan tenda dan sofa di atas rooftop itu, mereka bisa sejenak menghirup udara segar tanpa kepanasan, bermain game sepuasnya dengan umpatan yang selalu keluar dari mulut cowok-cowok itu, dan melamun tanpa pernah merasa terusik karena ditegur oleh guru.

Seperti yang di lakukan Novel, melamun. Akhir-akhir ini cowok itu sering melamun, memikirkan setiap inci kejadian yang menimpa dirinya, dia, juga dia. Kejadian yang jika dipikirkan akan membuat kepala Novel nyut-nyutan, dan lama kelamaan akan pecah.

Sebenarnya apa yang dirinya rasakan? Novel tahu persis bagaimana jantung itu berdetak tidak biasa jika sedang bersama gadis itu, perasaan gugup yang... Ah Novel jadi keki sendiri pada dirinya. Sungguh cupu sekali Novel, berhadapan dengan gadis macam Naray yang benar-benar tidak menggoda saja merasakan gugup?

Beruntungnya Novel bisa menyembunyikan perasaan gugupnya itu. Dan masalah jantungnya?
"Aarrgghh" Akhirnya geraman itu refleks keluar dari mulutnya. Jantungnya sungguh cemen, hanya karena cewek kaya Naray dirinya berdebar? Entahlah, tapi Novel merasakan itu.

"WOOOYYY," Teriak salah satu manusia homo.

"Bangsat!" Novel mengumpat. Milo tidak tanggung-tanggung jika berteriak, sudah teriak, di samping telinganya pula.

"Apaan setan? Gue gak budeg!" Kata Novel sinis dan menggeplak lengan Milo, yang tepat berada di sampingnya, dengan keras.

"Apa? Lo gak budeg? Terus hape Lo yang dari tadi teriak-teriak minta diangkat Lo pikir apa? Sound masjid?" Milo balas dengan sinis pula.

Novel melirik ke arah ponselnya yang tergeletak di atas sofa, bertengger di antara dirinya dan Milo. Tepat ketika Novel melirik, ponsel itu berhenti berteriak, lalu diganti dengan layar menyala menampilkan 3 panggilan tidak terjawab. Dari Claudia.

Novel mendengus, menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa, dengan kepala menengadah ke atas dan menutup matanya.

"Kenapa gak Lo angkat?" Suara Haris jelas masuk ke telinga Novel. Tapi Novel tetap membisu tanpa mau repot-repot menjawab.

"Dari Claudia?" Leo pun ikut bertanya.

"Sampe kapan Lo kaya begini?" Haris yang berada agak jauh dari mereka pun berjalan mendekat, duduk di atas ember bekas yang tergeletak sembarang di sana. Novel masih tetap pada posisinya.

"Vel, Lo tuh pengecut tau gak? Lo lari dari masalah, ngebiarin Claudia ngejar-ngejar Lo tanpa Lo respon apa-apa. Biarpun Lo ilfeel sama dia, kasih kejelasan apa mau Lo. Temuin dia secara gentle, Lo kasih kepastian gimana dengan perasaan lo--"

"Itu masalahnya," Ucapan Haris berhenti, karena Novel memotong dan cowok itu pun memilih untuk membuka mata dan menatap sahabat-sahabatnya.

Terlihat Haris yang mengerutkan kening, Leo dan Milo yang sedang asik mabar pun ikut menoleh kala Haris dan Novel memberi suasana menegangkan.

"Gue masih cinta sama Claudia. Karena gak mungkin perasaan yang udah tumbuh dari sekian lama tiba-tiba runtuh tanpa waktu. Tapi di bagian hati gue yang lain, gue ngerasa muak sama Claudia."

NOVEL (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang