Bicara Dengan Papa

3K 199 2
                                    

29.Bicara Dengan Papa

.......




Naray berbaring dengan memeluk bantal guling erat. Air matanya tidak berhenti dari setengah jam yang lalu, malah semakin sesenggukan jika mengingat kejadian tadi.

Ketika Claudia melihat Naray diantar pulang oleh Novel, Claudia murka. Ia tidak marah, melainkan mengamuk. Claudia juga berusaha menyakiti Naray dengan menjambak bahkan menampar, tapi Naray berhasil di selamatkan oleh Bi Riyah dan Claudia yang berhasil ditenangkan oleh Surya.

Naray yakin, atas apa yang telah terjadi, Papanya pasti akan sangat membencinya, apa lagi di sini lah Naray yang terlihat menyakiti Claudia dengan motif 'merebut Novel'.

📖📖📖

Pagi-pagi sekali Naray sudah bersiap pergi ke sekolah, padahal waktu baru saja menunjuk pukul 06.10. Naray menuruni undakan dengan perasaan cemas, entahlah perasaan itu tiba-tiba merabak bersamaan dengan darahnya yang berdesir.

Langkahnya membawa Naray menuju ruang makan, seketika hembusan napas lega ia keluarkan ketika tidak ada siapa-siapa di meja makan. Naray melongok ke meja itu, tidak ada makanan apapun di atasnya, tanpa disadari gadis itu mengelus perutnya yang sejak kemarin belum terisi apa-apa.

Lalu Naray kembali melangkah ke dapur, siapa tahu Bi Riyah sedang membuatkan sarapan. Tapi apa yang Naray lihat sepenuhnya membuat Naray kecewa, dan mematung, tidak ada Bi Riyah, yang ada hanya sosok Papanya sedang menuangkan segelas air, sepertinya Papanya itu tidak menyadari kehadirannya.

Tidak ada Merisca, tidak ada Claudia juga. Mungkin ini waktu yang cocok untuk berbicara dengan Papanya. Naray mengangguk mantap, dan melangkah mendekati Surya.

"Pah?" Katanya berhati-hati dan sedikit menepuk lengan Surya. Surya sedikit tersentak, tetapi ia berusaha menormalkan raut wajahnya yang terkejut itu.

Surya tidak menghiraukan, malah melengos pergi mengambil jas kantornya yang tersampir di kursi ruang makan. Melupakan tujuannya ke dapur, Naray berlari mengejar Surya.

"Pah, Ai mau ngomong sama Papa. Dengerin Ai dulu, Pa!" Naray merengek seperti anak kecil, kembali memegang lengan Surya. Berharap untuk kali ini, Surya mau berbicara padanya.

Surya berhenti ketika sudah di halaman rumah mereka, menatap anak kandungnya dengan iba. Sudah lama sekali ia tak memandang wajah cantik nan imut itu. Sungguh, Surya merindukan sosok di depannya ini, namun ego mampu mengendalikan alam bawah sadarnya.

"Papa beri kesempatan, masuk mobil!" Katanya tegas, seketika binar bahagia terpancar di mata Naray.

Tidak ingin membuang waktu, Naray ngibrit masuk ke dalam mobil dan duduk di sebelah Surya. Sambil menunggu mobil berjalan, Naray sedikit termenung untuk menata kalimat demi kalimat yang akan ia jelaskan kepada Surya.

Sudah lima menit sejak mobil melaju, Naray masih bungkam. Ia benar-benar gugup semobil dengan Papanya, Ah rasanya sudah lama sekali Naray bisa memandang wajah Papanya lama-lama. Tidak ingin membuat Surya merasa sia-sia telah meluangkan waktu untuknya, gadis itu membuka pembicaraan. Sesaat sebelumnya telah menarik napas dalam.

"Pah,? Sebelumnya, makasih karena Papa mau kasih waktu Papa buat Ai." Naray sedikit menyerongkan badannya ke kanan, agar ia bisa lebih nyaman berbicara dengan Surya.

"Ai mau jelasin kejadian kemarin, Pah. Kemarin malem di acara ulang tahun Claudia. Itu benar-benar gak sesuai dengan apa yang Papa lihat."

"Terus apa, Naray? Jelas-jelas Papa lihat kamu dorong Claudia." Kata Papanya menyangkal.

Naray menggeleng samar, "Ai gak sengaja, Pah. Beneran, Ai gak ada niatan buat nyakitin Claudia, apa lagi ngedorong Claudia sampai jatuh. Claudia--"

"Penjelasan kamu tidak masuk akal, Papa akan tetap percaya dengan apa yang Papa lihat." Surya enggan menatap anaknya itu, ia membuang pandangan ke luar jendela.

"Claudia mencengkram tangan Ai, Pah. Dan itu sakit, Ai cuma berusaha buat lepasin tangan Claudia dari tangan Ai. Tapi, entah tenaga Ai yang terlalu kuat. Dan itu buat Claudia jatuh, Ai benar-benar sama sekali gak sengaja, Pah." Suara Naray bergetar, bahkan hampir tidak terdengar di akhir kalimatnya. Tenggorokannya tercekat dan sakit.

Itu membuat Surya kembali menengok, didapati wajah anaknya yang sangat sendu itu. "Pah, percaya kan sama Ai?"

Melihat wajah anaknya yang sepertinya ingin menangis itu membuat sebagian hati Surya tercubit. "Terus apa tujuan kamu menjelaskan itu semua ke Papa?"

Naray menunduk sebentar, lalu mendongak lagi "Ai gak mau bikin Papa makin benci sama Ai. Ai tau, sedikit tindakan Ai yang bodoh. Itu sangat membuat Papa marah dan benci sama Ai. Maka dari itu, sekecil apa perbuatan yang Ai lakuin dan itu bikin Papa marah, Ai akan berusaha ngomong dan menjelaskan ke Papa. Ai gak mau Papa benci sama Ai, Pah."

Surya diam, benar-benar diam. Apa dirinya sebenci itu pada Naray? Surya hanya belum membuka pintu maaf untuk anaknya atas kejadian beberapa tahun silam. Entahlah, hatinya masih kaku untuk menerimanya kembali.

"Pah?, apa Papa masih mengingat kejadian itu? Apa Papa belum bisa menerima maaf dari Ai? Apa selamanya Papa akan menganggap itu salah Ai?" Suara gadis itu meninggi juga isakan yang kini mulai terdengar.

Isakan itu membuat hati Surya tercubit. Tidak memaafkan anaknya itu sungguh di luar kendali diri Surya. "Jangan bahas kejadian itu atau kamu Papa turunkan?"

Keduanya hanya terlarut dalam pembicaraan itu, hingga tidak menyadari bahwa sang supir terus menyimak dan sesekali melirik ke arah belakang melalui kaca spion.

"Sampai kapan, Pah? Kalo kita gak menyinggung kejadian itu, Papa gak akan pernah tau apa yang sebenarnya terjadi, Papa akan selamanya benci Ai. Ai gak mau diem aja Pah, Ai pengen Papa tahu semuanya," Tangisan gadis itu tidak berhenti, pun Surya masih diam dengan rahang yang sudah mengeras serta tangan yang mengepal kuat.

Apa maksud perkataannya? Apa benar dirinya telah keliru? Dengan mata yang menatap tegas ke depan, Surya bertanya "Apa yang sebenarnya terjadi?"

Naray terkesiap, menatap Surya tanpa kedip. Apa benar Papanya ini ingin mengetahui? Jika nanti Naray menjelaskan, apakah Surya akan percaya? Atau malah tidak percaya dan semakin membenci dirinya. Sebelum satu kata pun Naray ucap kembali, suara sang sopir membuat Naray dan Surya melirik. "Non, sebentar lagi kita sampai ke sekolah. Sebaiknya Non bersiap-siap!"

Sempat melihat wajah sang sopir, kini wajah Naray berubah pias. Sopir itu, orang yang sama persis dengan orang yang selalu bersama Merisca dulu. Iya orang itu, orang yang juga terlibat dalam insiden mengerikan tiga tahun lalu.

📖📖📖

Hehe, see you😂💙💙
Vomment!!!

NOVEL (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang