Lukisan

3.4K 211 10
                                    

13.Lukisan

.......




Suara gemuruh hujan terdengar bising, kilatan petir menyambar satu sama lain, menghasilkan suara yang lebih menyeramkan, hawa dingin menyerap kulitnya yang hanya di tutupi baju berkain tipis.

Kegelapan menemani gadis itu dalam kesunyian, penerangan satu-satunya hanya bohlam kuning kecil yang menyala di tengah ruangan, dan sumber suara satu-satunya hanya gemuruh itu, gemuruh yang seolah meneriaki bahwa hidup itu memang kejam, sangat kejam.

Gadis berambut panjang tergerai itu meringkuk di pojok ruangan. Dengan hanya beralaskan kardus-kardus bekas.

Tubuh gadis itu gemetar, isakan kecil juga turut serta menemani betapa malangnya gadis itu. Memeluk dirinya sendiri, menenggelamkan wajahnya disana, dan menangis ketakukan.

Tuk, tuk, tuk

Suara sepatu yang mendekat, membuat gadis itu mencoba mengangkat kepala.

Terlihat sepasang sepatu berhak tinggi dengan warna merah. Naray mendongak lebih tinggi, terlihat seorang wanita paruh baya berdiri dengan angkuhnya. Dan terlihat juga dua sosok pria bertubuh kekar berdiri patuh di belakang wanita itu. Wanita itu berjongkok, mencoba menyejajarkan tingginya dengan gadis malang itu.

"Jangan lemah sayang!" Wanita itu mengelus pipi gadis di hadapannya lembut.

"Kamu akan lebih lama tinggal di sini. Bersabarlah. Sampai aku mendapatkan apa yang aku mau. Sampai aku mendapatkan apa yang seharusnya menjadi milikku."

Wanita itu berdiri lagi. Berbalik menghadap kepada dua sosok laki-laki kekar itu, dan meminta sesuatu. Laluz Wanita itu menyeret paksa sang gadis agar berdiri.

"Gak, jangan, jangan sakitin aku. Aku gak mau. Pergi! Pergi dari sini!"

"PERGIII!" Seseorang yang sedang tidur dalam kegelisahan itu terperanjat bangun. Napasnya tersengal-sengal, pelipisnya sudah di banjiri keringat dingin.

Naray melirik jendela. Hujan, kilatan petir, suara gemuruh, Alam sedang mencoba membawanya ke masa lalu. Masa di mana seorang Naray berada dalam titik gelap hidupnya.

Naray berbaring lagi, meringkuk memeluk bantal guling dengan sangat erat. Memejamkan mata, satu tetes air mata itu mewakili segala gundah yang sekarang ia rasakan.

Mencoba melawan rasa takutnya, rasa takutnya pada hujan besar itu, pada kilatan petir yang menyambar, dan pada masa kelam yang tidak pernah enggan pergi dan terus menghantuinya.

📖📖📖

Sinar matahari sudah menyapa satu jam yang lalu. Seorang cowok sudah duduk manis dengan kesibukan sarapan pagi bersama keluarga kecilnya. Bundanya sudah free di rumah, jadi bisa menyiapkan sarapan untuk mereka. Syukurlah, karena kontrak Naray menjadi babu sudah akan berakhir.

Hanya dentingan sendok yang terdengar. Memang seorang Raka Xavier melarang keras untuk berbicara saat makan. Dan itu dilakukan dengan baik oleh mereka.

Beberapa menit, Novel telah menyelesaikan makannya. Begitu pula Raka dan Ivanka, dan Niana? gadis kecil itu masih sibuk dengan bubur sereal yang berusaha ia masukan ke dalam mulut tapi malah meleset terkena pipi kanan dan kiri.

Novel tersenyum kecil, mengelus puncak kepala Niana, Niana-nya sangat lucu. Tidak ada yang lebih bahagia dari suasana hangat yang menyelimuti ruang lingkup keluarga dalam udara pagi hari yang sejuk dan dingin ini.

NOVEL (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang