12.Gagal Mabal
......
"Lo jalan lama amat si Ray?" Nisa bersuara, membuat si pemilik nama melirik dan menatap tajam.
"Tukeran kaki aja yuk Sa, biar lo rasain apa yang gue rasain. Walau sebentar!" Naray membalas dengan nada dibuat dramatis.
"Lo gak liat gue kesusahan jalan? hah? gue karungin lo Sa!" Nada dramatis itu berubah menjadi galak dan kejam.
Mendengar itu Nisa hanya memutar bola mata, "Sensi amat lo?" Balas Nisa dengan kekehan kecil. Nisa tidak benar-benar kesal karena jalan Naray yang lebay itu. Kaki diseret, lelet, dan berpegangan pada Naomi. Dia hanya ingin Naray kesal.
"Lagian lo ngapain pasang gantulan tas tulang gede begitu?" Atin menyauti berdebatan antara Naray dan Nisa.
"Bagus tau, itu juga dibeliin Mama dulu. Makanya gue pasang terus." Ada kepahitan yang terselip di tenggorokan ketika menyebutkan kata mama.
Mendengar apa yang Naray sampaikan, membuat mereka jadi tidak enak. Mereka tahu, yang disebut Naray Mama adalah bukan Merisca, melainkan Mama kandungnya.
"Yaa kaan...." Ucapan Atin terpotong.
"Iya deh, lo boleh pasang gantulan itu. Tapi kalo dikejar anjing lagi lo lepas tasnya. Dan lo lari!" Amanda menengahi. Goor girls!
Naray tersenyum, dan mengangguk semangat tanda setuju atas usul Amanda. Kini mereka sudah sampai di kantin, dan segera duduk di meja yang kosong, kalo tidak cepat-cepat duduk mereka yakin, mereka tidak akan kebagian meja.
Naray mengedarkan pandangan, tidak tahu apa sebenarnya yang ia cari, tapi matanya ingin sekali melihat cowok bossy itu. Kantin yang ramai pun menyulitkan Naray menemukan Novel atau teman-temannya.
Naray diam sejenak. Kok ? gue nyariin si bekicot? kalo gini sih gue perlu ngetawain diri gue sendiri. Naray membatin frustasi, sungguh Naray tidak tahu kenapa pikirannya melayang dan tertuju pada Novel.
Lalu gadis itu bangkit, "Gue duluan ya temen-temen." hanya itu yang Naray katakan pada teman-temannya.
"Mau kemana? kaki lo?...."
"Babay." Naray memotong ucapan Naomi dan melambaikan tangannya.
Lalu langkahnya berjalan tanpa arah, biarkan kakinya yang membawa dia kemana, sesaat sebelumnya menghembuskan napas pelan.
📖📖📖
"Jam kelima jam siapa, Ris?" Novel dan teman-temannya sedang duduk di pojok kelas. Bel istirahat sudah berbunyi, tapi sepertinya mereka enggan beranjak.
"Bu Eko." See? mereka memang anak yang malas, menghafal nama-nama guru saja tidak mau, dan Bu Eko adalah Bu Ekonomi.
"Ekonomi? tes lisan dong?" Leo syok.
"Mungkin." Jawab Haris dengan santai.
"Cabut aja gue males." Ucap Novel seraya pergi dari kelas, diikuti yang lain.
"Mabal kemana?" Tanya Milo yang fokusnya malah ke siswi-siswi di sekitaran koridor, lalu sesekali mengedipkan sebelah matanya, ganjen!
"Warnet kek, warung belakang Oxford kek." Novel ingin sekali melakukan hal-hal seperti itu. Karena semenjak di Harvard, Novel takut membuat masalah. Siapa lagi kalo bukan Raka Xavier.
"Kita ke Oxford? gak digebukin? Almamater kita Harvard bro." Milo bersuara.
"Ck, lo takut? digebukin tinggal gebukin balik!"
"Kita lewat mana, Vel?" Haris bertanya.
"Tembok belakang."
"Kenapa gak kaya biasa aja? lewat gerbang depan terus lo rayu satpamnya."
"Bego, Ini bukan Oxford." Kata Haris meraup wajah Leo, yang dibalas cengiran oleh Leo.
Mereka sudah sampai di gerbang belakang, temboknya cukup tinggi, tapi syukurlah tidak ada beling-beling yang menancap di atas tembok sana. Itu cukup membantu mereka.
"Tinggi amat nih tembok."
"Ada kursi noh, kita pake itu." Milo yang melihat kursi segera mengambilnya.
"Gue duluan." Leo sebenarnya takut ketahuan, jadi dia harus buru-buru manjat. Setelah itu Milo, dan Haris. Mereka pemanjat profesional ternyata, tidak ada yang cedera, dan mendarat dengan sangat mulus.
Kini giliran Novel. Novel sudah berada di atas, ketika hendak turun, ada suara cempreng menghentikan aksinya.
"Woy, ngapain lo manjat-manjat tembok? mabal lo ya?" Gadis itu mendekat karena penasaran siapa yang memanjat.
Ketika sudah dekat, dan Novel melirik,
"Novel? lo lagi apa? mau jadi jelmaan monyet ya lo? turun!" Ucap Naray dengan menarik kaki Novel.
Astaga anak ini, mengacaukan rencananya saja. Mana Novel sendiri lagi yang belum turun, mana dikatain jelmaan monyet lagi.
Novel mendengus "Lepasin bangke! Gue bisa jatoh lo tarik-tarik."
"Makanya turun!"
"Gue gak bisa turun, tangan lo lepas dulu!" Ketika Naray ingin melepaskan, Naray berpikir, bisa jadi Novel akan turun ke sebrang tembok.
"Lo turun gue pegangin deh."
"Gue bukan lo ya yang perlu turun dari tembok segini perlu dipegangin, lepasin Babu!"
"Gue tau lo mau turunnya kesana kan? iya kan? hah?" Sialan, dia tahu saja apa yang dipikirkan Novel.
"Gue bilangin bokap lo nih." Lanjut Naray ketika Novel tidak kunjung turun.
Haha, dia tidak tahu. Ayahnya kan tidak ke sekolah hari ini, pagi tadi akan dinas ke luar kota.
"Bilang aja sono! kalo ketemu lo gue kasih eskrim sepuluh."
"Wah? beneran? gue tadi liat di parkiran kok, ayo turun, liat sama-sama dan lo bakalan beliin gue eskrim."
Di parkiran? seriosly? Apa yang membuat ayahnya tidak jadi berangkat tadi pagi?
"Malah bengong. Gue bilangin beneran loh, dan fasilitas lo bakal dicabut. Hahaha."
Novel melebarkan mata, What the... gimana cewek childish ini bisa tau?
"Sialan lo." Ketika Novel ingin meminta bantuan teman-temannya, Novel melirik ke sebrang tembok dan, zonk, teman-temannya malah sudah kabur duluan. Rasanya Novel ingin menghilang bersama angin saja.
"Gue si Naray, bukan si Alan yeeee, buru turun! hitungan ke satu lo belum turun gue aduin bokap loh."
"Satt....."
Hap
Kini Novel sudah di hadapan Naray, menatap Naray tajam setajam elang.
Naray yang ditatap setajam itu malah cekikikan. Sungguh ekspresi Novel yang merengut itu sangat menggelikan."Mata lo cantik, kalo gak natep gue tajem begitu." Ucap Naray dengan mencubit kedua pipi Novel. Tolong ubah Naray menjadi laki-laki saja, supaya Novel bisa menonjoknya.
"Gue ganteng bukan cantik."
"Gue muji mata lo tuh, bukan muka lo."
"Serah lo." Dan Novel segera meninggalkan Naray.
"Ih Novel tungguin! kaki gue masih sakit tau." Kata Naray setengah berteriak dan lari terseret.
Rasanya ada setitik kebahagiaan yang melebur keluar di dalam sana, di suatu ruang yang tak pernah terlihat dan orang lain ketahui. Hanya dirinya, yang merasakan getaran kecil ketika bersama Novel. Lalu, tanpa sadar, masing-masing ujung bibirnya tertarik keatas membentuk lengkungan manis.
📖📖📖
Vomment! 😘😘
KAMU SEDANG MEMBACA
NOVEL (Completed)
Teen Fiction'Yang terlihat kuat, meski memendam pahitnya kehidupan dan rapuh dalam segala hal. Dan yang menabur cinta, serta meleburkan luka yang menganga.' ▪️▪️▪️▪️ Pertemuan keduanya bisa dikatakan sangat buruk. Hanya sebuah satu cup eskrim begitu menimbulkan...