36. Kebenaran
.......
Keadaannya masih sama, dengan gadis yang setia berbaring dan terlelap hampir enam jam sejak semalam. Dan Novel yang ikut berbaring di sofa abu-abu, matanya tertutup dan tangannya bersedekap. Novel merasakan lelah, karena dirinya hanya tidur kurang lebih satu setengah jam dan setelahnya tidak bisa tidur lagi. Banyak hal yang Novel pikirkan, apalagi tentang Naray.
Gadis menyebalkan itu ternyata tidak sekuat dan sebahagia yang Novel lihat. Naray rapuh untuk hidupnya, Naray sendirian menjalani hidupnya, dan Naray sakit ketika bayang-bayang masa lalu kembali menghantuinya. Novel bangkit dan berjalan menuju brankar Naray, duduk di kursi yang berada tepat di samping tempat tidur. Lalu memandang Naray dengan penuh arti.
Pukul 07.08. Novel hanya seorang diri di sini, karena teman-temannya harus bersekolah dan Om Surya belum kembali setelah tadi malam diantar suster untuk beristirahat di ruang rawat inapnya. Novel sengaja membolos untuk menemani Naray, setelah sebelumnya mengabari Bunda tentang apa yang terjadi dan meminta izin menginap juga membolos. Untungnya hal itu langsung diperbolehkan Bundanya.
Novel berjingkat ketika mendapati bola mata Naray yang bergerak dan melihat mata yang perlahan kian membuka, Novel yakin Naray pasti akan bangun di detik berikutnya. Segeralah Novel memencet tombol yang tepat berada di samping ranjang untuk memanggil sang dokter.
Dan, right! Mata Naray menatap lurus mata Novel yang sudah berbinar itu.
Without me asking, you have accompanied me, Vel. Thank you. Naray tersenyum, sangat tipis.
Setelah dokter dan satu anteknya datang, mereka langsung mengecek kondisi Naray.
"Syukurlah, Naray sudah tidak apa-apa. Dia hanya masih lemas dan perlu istirahat untuk beberapa hari lagi. Saya minta tolong jaga Naray ya mas Novel." Kata dokter. Dan Novel mengangguk.
"Baik saya permisi."
Setelah kepergian dokter itu, seakan udara menjadi tipis. Keduanya membutuhkan oksigen lebih karena mendadak dada mereka yang sesak karena gugup.
"Vel--," "Ray--," Sontak keduanya menahan tawa karena ulah mereka sendiri.
"Gue seneng lo udah baik-baik aja." Kata Novel seraya duduk kembali.
"Ai?" Ketika suara itu terdengar, keduanya melirik pada sumber suara, di ambang pintu ada Surya yang masih dengan kursi rodanya juga suster yang mendorong kursi roda Surya. Naray mengerjap ketika Surya mendekat.
"Papa?" Kata gadis itu lirih.
Naray melihat senyum pria itu, lagi. Betapa kehangatan menyelimuti Naray, dan bahagia yang hadir ketika tangan Surya terulur mengusap tangan Naray.
Novel bangkit, memberi sedikit waktu untuk ayah dan anak itu saling melepas rindu. "Om, Saya ke kantin dulu ya. Ray, gue laper, nanti gue balik lagi, oke?". Suster yang mengantar Surya pun sudah pamit."Papa?"
"Ya Ai, ini papa." Surya menarik napasnya panjang. "Ai, papa sungguh malu mengatakan ini, dan papa tahu papa tidak tahu diri dengan mengatakan ini. Papa minta maaf ya Ai, Papa tahu maaf papa gak akan mengembalikan semuanya, tapi papa sangat menyesali perbuatan papa tiga tahun terakhir. Betapa ego papa menguasai papa sehingga tidak kunjung sudi untuk mendengar penjelasan kamu terlebih dahulu, hati papa tertutup dengan kesalah-pahaman ini, Ai. Papa minta maaf." Naray mendengar jelas nada sesal yang amat dalam pada setiap kalimat Surya itu.
Gadis itu diam sejenak, lalu mulai mencoba berbicara. "Papa, apa papa tahu? Ai hanya menginginkan papa nggak membenci Ai, semuanya lebih dari cukup jika papa membuka pintu maaf untuk Ai dan kembali menyayangi Ai. Dan sungguh Ai nggak mengharap maaf dari papa. Ai tahu sikap papa selama ini karena papa begitu menyayangi Mama kan? Tapi papa hidup dengan kesalah-pahaman, dan papa enggan mendengar penjelasan Ai. Maka dari itu papa membenci Ai, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
NOVEL (Completed)
Teen Fiction'Yang terlihat kuat, meski memendam pahitnya kehidupan dan rapuh dalam segala hal. Dan yang menabur cinta, serta meleburkan luka yang menganga.' ▪️▪️▪️▪️ Pertemuan keduanya bisa dikatakan sangat buruk. Hanya sebuah satu cup eskrim begitu menimbulkan...