35. Di Ambang Kebenaran
.......
Gadis itu menatap wanita yang menurutnya gila dengan berang. Ingin sekali Naray berlari dan menjambak serta mencakar wanita itu. Tapi tubuhnya benar-benar menolak apa yang diperintahkan oleh otak. Kakinya lemas, kepalanya berdenyut hebat dan seluruh tubuhnya sakit.
Dengan sisa tenaganya gadis itu bangkit, menahan segala kesakitan yang hadir, ini tidak akan lama, maka gadis itu harus bisa berdiri dan menghampiri mereka.
Naray berjalan tertatih, sedangkan mereka masih berporos pada satu kegiatan, sehingga tidak menyadari bahwa Naray sudah tidak lagi di tempat.
"Kamu, kamu....KAMU HARUS MATI!!"
Kesakitan itu bertambah berkali lipat ketika mendengar Merisca mengatakan itu, dadanya terasa dihantam batu besar, sakit sekali. Tidak, Novel tidak boleh kenapa-napa, bahkan tergores pun rasanya Novel tidak berhak mendapatkan itu. Bagaikan dua buah, satunya masih utuh dan satunya lagi sudah teriris, biarkan yang sudah teriris kembali diiris daripada mengiris yang masih utuh.
Naray sudah rapuh, dia tahu. Dan kakinya kini bisa menuruti otaknya untuk berlari lalu memeluk Novel ,dan
SREKKK.."NGGAK MAAH,"
"JANGAAAN TANTE!!"
"AAKKHH,""NARAAYYY,"
Dalam rapuhnya Naray tersenyum, dan Naray cukup bahagia, dia bisa melindungi sosok dalam dekapannya. Mengutarakan bahwa ia sangat menyayangi sosok itu. Dan menggantikan segala kesakitan itu.
Dengan nyeri luar biasa pada pinggulnya yang tergores, segalanya menjadi kabur dan gelap serta suara-suara yang tidak lagi terdengar.
"NARAYY...." Novel menjerit bersamaan dengan ambruknya tubuh Naray.
"JANGAN BERGERAK!!" Semuanya terenyak melihat siapa yang datang. Segerombolan polisi sudah ada dan dengan gagahnya menodongkan pistol pada Merisca dan para sekutunya.
Ada Amanda dan Naomi di antara polisi itu, dan untungnya mereka tidak kenapa-napa. Mungkin mereka yang menggiring polisi untuk kemari, dan syukurlah semua belum terlambat, polisi datang sebelum mereka kabur.
"Naray..."
"Astaga, Naray!" Keduanya berlari menghampiri Naray yang sudah tidak berdaya.
"Panggil ambul--" Ucapan Amanda terpotong."Gak perlu, kita bawa Naray sekarang ke rumah sakit." Setelah mengatakan itu, Novel membopong Naray dan berjalan dengan gesit. Sudah tidak ada waktu lagi, dan para iblis-iblis itu biar polisi saja yang mengurus.
📖📖📖
"Jadi Om yang panggil polisi?" Tanya Haris ketika Surya baru saja menyelesaikan ceritanya mengenai asal-usul datangnya polisi.
Kini mereka sedang dalam satu ruangan, begitu juga Surya yang sudah siuman dari pingsannya, dan ayah dari Naray itu harus mengenakan kursi roda sebab badannya masih lemas, dan Surya memang harus dirawat beberapa hari untuk memulihkan kesehatannya, Surya terlalu lelah bekerja.
Mereka kompak memperhatikan satu objek yang sejak selesainya operasi tadi belum sadarkan diri. Naray baru saja selesai operasi setengah jam lalu, karena bagian pinggulnya robek cukup lebar dan harus dijahit. Semuanya bisa bernapas lega ketika dokter mengatakan bahwa sayatan pisau itu hanya membuat pinggul Naray robek, bersyukurlah mereka karena Merisca tidak sampai menancapkan pisau itu.
Surya menatap anaknya penuh sesal, lalu mengangguk menjawab pertanyaan dari Haris. Ia memutar kursi roda yang didudukinya menuju tepat di samping brankar anaknya. Tangan kekar yang sudah terlihat menua dan pucat itu meraih jemari kecil Naray, menggenggamnya dengan hangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
NOVEL (Completed)
Teen Fiction'Yang terlihat kuat, meski memendam pahitnya kehidupan dan rapuh dalam segala hal. Dan yang menabur cinta, serta meleburkan luka yang menganga.' ▪️▪️▪️▪️ Pertemuan keduanya bisa dikatakan sangat buruk. Hanya sebuah satu cup eskrim begitu menimbulkan...