15.Pelukan
.......
"Hug me! Then you will feel the real warmth."
-NVX-
Mungkin mereka hanya satu-satunya orang yang duduk canggung tanpa sepatah kata pun di dalam taman itu.
Ketika yang lain mengumbar tawa kebahagiaan, mereka malah diam seribu bahasa hanya untuk memikirkan topik tidak menentu di dalam pikiran masing-masing.
Keduanya terlihat kikuk, terlihat dari pergerakan mereka. Naray yang kakinya tidak bisa diam, sungguh seperti menahan pipis. Dan Novel yang duduk gusar sambil celingak-celinguk menatap objek lain asal tidak gadis di sampingnya ini.
Sudah sepuluh menit yang lalu mereka seperti itu, sejak Novel memanggil Naray dengan panggilan kesayangan dari kedua orang tuanya. Tidak, lebih tepatnya bertanya mengapa Naray dipanggil Ai?
Sudah cukup, mereka tidak mungkin berdiam bak patung hidup seperti itu.
Naray menarik napas pelan, dan membuangnya pelan."Kirain lo Papa gue, soalnya lo panggil gue Ai." Kata pembuka dari Naray. Dan memang itulah yang ingin dikatakan Naray sejak tadi, kesalah sebutan Naray memanggil Novel dengan 'Papa'.
Novel diam sejenak "Gue gak panggil lo ya, gue penasaran aja kenapa lo dipanggil Ai." Ucap Novel terdengar ketus, masih tidak menatap Naray.
Naray mengerutkan kening, tidak mengerti apa maksud dari perkataan Novel.
"Lo dari tadi di sini ya?" Tidak ingin terlarut dalam jawaban Novel yang tidak jelas, Naray mengalihkan pembicaraan.
Novel hanya mengangguk, Naray mendengus kasar. "Lo denger dong gue ngomong apa?"
"Denger lah, gue punya kuping."
"Lo niat nguping? hah?"
"Enak aja! Gue gak sengaja ya liat lo di sini, niat gue mau ngerjain lo. Tapi liat lo melow begitu, gue gak jadi." Bohong. Sebenarnya, Novel mengikuti Naray keluar dari minimarket, minimarket pertama kali mereka bertemu.
Tidak ada badai tidak ada apa, Novel tiba-tiba saja mengikuti Naray. Rasanya ingin tahu gadis itu pergi kemana. Alhasil, Novel di sini, duduk berdua di bangku tengah taman, dan melupakan tujuannya datang ke komplek.
Merasa tidak ada pergerakan dari gadis di sampingnya, Novel melirik, mendapati Naray tengah memandang kosong ke bawah, mengamati tanah yang sebenarnya tidak menarik sama sekali untuk dipandang.
"kenapa lo?" Ucap Novel yang tidak mengurangi nada ketusnya, serta memicingkan mata.
Masih sama, tidak ada pergerakan dari Naray, hanya matanya yang sesekali berkedip dan dadanya yang naik turun tidak teratur karena bernapas tidak teratur pula.
"Ray?" Novel jengah, lalu menarik kedua bahu Naray supaya menghadapnya.
"Lo kenapa sih?" Tanya Novel sekali lagi.
Naray masih tidak memandang Novel, walau badannya sudah berhadapan dengan Novel.
"Lo pernah gak sih? Merasa kosong? Disaat lo liat temen-temen lo pulang dari sekolah dan ketika sampai rumah mereka disambut sama Mama mereka, Mama mereka ngasih senyum tulus ke anak-anaknya dan ngasih pelukan sayang ke anak-anaknya, di situ seakan lelah mereka di sekolah terbayar hanya karena mereka liat Mama mereka lagi. Tapi gak dengan lo, disaat lo lagi lelah-lelahnya dan ketika lo pulang ke rumah, gak ada sedikitpun kehangatan yang lo dapet. Cuma rumah dengan berbagai kekosongan di dalamnya" Kata-kata itu mengalir begitu saja dari mulut Naray, pandangan Naray masih sama, menatap ke bawah dengan pandangan kosong.
Sedangkan Novel hanya diam, seperti memberi Naray akses berbicara lebih banyak.
Naray berhenti sejenak hanya untuk mengambil napas "Gue kangen sama Mama gue. Disaat itulah gue merasa kosong. Tapi, gue ngga bisa ungkapin itu ke sahabat-sahabat gue. Mama udah ngga ada, dan rindu gue sama mama bikin gue sakit Vel" Air bening yang sedari tadi Naray bendung pun lepas landas, mengaliri pipi kanan Naray, dan disusul dengan isakan kecil.
"Ssstt!" Novel menarik Naray ke pelukannya, memberi rasa nyaman yang pertama kali Naray rasakan selain dengan Mamanya. Naray sudah menangis, dia paling tidak bisa tahan jika sudah menyebut Mamanya.
"Dulu Bunda gue pernah cerita. Kalau langit itu dasarnya surga dan setiap bintang yang kita lihat adalah lubang yang digunakan penghuni surga untuk mengintip orang-orang yang mereka sayangi yang masih ada di bumi." Novel menepuk-nepuk punggung Naray pelan, mencoba memberi sedikit kekuatan pada gadis di dekapannya ini.
"Dan setiap bintang-bintang itu muncul dan ada, lo harus manfaatin kesempatan itu untuk memamerkan senyuman lo yang paling manis buat orang-orang yang lagi liat lo di atas sana. Ngerti maksud gue?"
Naray mengangguk di dalam pelukan Novel. "Jadi kasih liat senyuman lo ke Mama lo, jangan kasih liat air mata lo. Mama lo bisa ikut sedih kalo nangis lo gini. Mau lo?"
Naray menarik dirinya, menatap Novel dengan tatapan sendu, lalu menggeleng.
"Gak mau kan Mama lo sedih di sana?Don't cry anymore. Okey? you have to smile." Ucap Novel sambil menaruh jari jempol dan telunjuknya ke kedua sisi bibir Naray. Melihat tingkah Novel yang berusaha membuat Naray tersenyum. Berhasil, hal itu berhasil membuat Naray ikut tersenyum.
"Gitu dong, senyum lo....manis" Ucap Novel terus terang membuat kedua pipi Naray menjadi merona sewarna paprika.
"Vel..."
Ddrrrtttt, Drrrtttt...
Ucapan Naray terpotong karena getaran keras yang berasal dari dalam saku jaket Novel. Menyadari itu, Novel segera merogoh saku jaket lalu mengambil ponselnya yang sudah terus-terusan bergerak minta diangkat.
"Ya ampun gue lupa." Itulah yang Novel katakan ketika matanya baru saja membaca siapa si penelepon.
"Gue balik ya, pacar gue udah nungguin, lo pulang jangan malem-malem."
Tanpa menunggu jawaban Naray, Novel sudah bangkit dan beranjak seraya mengangkat telepon. Naray menatap kepergiannya sambil menatap punggung kecil Novel yang menghilang dari balik tanaman bonsai.
Gadis itu kembali larut dalam pikirannya. Ada sedikit rasa sesak ketika Novel mengatakan bahwa dia sudah punya kekasih. Naray menggeleng kuat, mencoba mengusir perasaan sesak itu.
"Novel punya pacar ternyata."
Lalu, dirinya ikut beranjak meninggalkan taman yang ikut merasakan berbagai perasaan yang Naray rasakan tadi.Bersama Novel.
📖📖📖
Vommentnya ya teman-teman.
Btw, next gak nih? 😁
KAMU SEDANG MEMBACA
NOVEL (Completed)
Teen Fiction'Yang terlihat kuat, meski memendam pahitnya kehidupan dan rapuh dalam segala hal. Dan yang menabur cinta, serta meleburkan luka yang menganga.' ▪️▪️▪️▪️ Pertemuan keduanya bisa dikatakan sangat buruk. Hanya sebuah satu cup eskrim begitu menimbulkan...